Apakah tujuh sahabat yang diabadikan dalam Surat At-Taubah ayat 92 hanya menangis karena tidak bisa ikut perang Tabuk? Tidak. Tidak begitu k...
Apakah tujuh sahabat yang diabadikan dalam Surat At-Taubah ayat 92 hanya menangis karena tidak bisa ikut perang Tabuk? Tidak. Tidak begitu karakter mereka. Mereka menunggu kesempatan berikutnya untuk berjihad. Dan selama penantian menuju perang besar berikutnya -yang ternyata dipimpin oleh Usamah bin Zaid- mereka tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan berjuang dalam medan amal apapun yang ditemuinya.
Pejuang Islam memang selalu begitu. Ia tidak pernah merasa puas dengan amalnya saat ini ketika ada tangga amal berikutnya yang bisa ditempuh. Seperti sabda Nabi “Siapa yang melihat kemungkaran hendaknya mencegah dengan tangannya. Bila tidak mampu hendaklah dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, hendaklah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.”
Doa dan air mata yang mengikutinya, termasuk dalam kategori bi qalbi. Maka jika sebatas itu yang kita kerjakan, barangkali kita masih tergolong selemah-lemah iman. Sementara ada tangga amal berikutnya dalam perjuangan Islam, khususnya menyikapi derita Palestina, yang bisa kita tempuh dan kita lakukan. Diantaranya adalah dengan aksi munasharah untuk Palestina serta turut berkontribusi finansial sesuai kemampuan kita.
Jika doa dan air mata kita hadapkan kepada Allah untuk mengetuk pertolongan-Nya, maka aksi kita sesungguhnya adalah untuk mendeklarasikan kepada dunia, bahwa umat Islam masih memiliki kesadaran untuk mempertahankan Masjid sucinya serta membela saudara-saudaranya. Jika doa dan air mata kita hanya untuk didengar Allah sehingga mengguncang Arsy-Nya, aksi kita sebenarnya juga untuk menunjukkan makna ukhuwah dan dukungan pada perjuangan saudara muslim di Palestina, dan dengan mengetahuinya energi perjuangan muslim Palestina akan berlipat ganda; tersupport oleh suara-suara pembelanya. Aksi-aksi kita juga akan memperluas opini sekaligus membeberkan fakta pada dunia, bahwa ada umat yang tengah dizalimi di abad modern ini dan masih ada penjajah yang dengan sesuka hatinya merampas tanah dan membunuh ratusan ribu jiwa.
Jika Jum’at kemarin dimaknai sebagai yaumul ammarah bagi muslim Palestina, sudah sepantasnya umat Islam di belahan bumi manapun mendukung dengan munasharah dalam berbagai bentuknya. Dan itu artinya, ada kesempatan yang terbuka bagi kita untuk bersama-sama menyertai malam-malam yang dihiasi dengan doa dan air mata dengan siang hari yang dipenuhi dengan aksi-aksi. Bukankah ahad besuk ada banyak aksi di berbagai penjuru negeri dan belahan dunia, tidakkah kau bergabung di dalamnya? [Muchlisin]
Pejuang Islam memang selalu begitu. Ia tidak pernah merasa puas dengan amalnya saat ini ketika ada tangga amal berikutnya yang bisa ditempuh. Seperti sabda Nabi “Siapa yang melihat kemungkaran hendaknya mencegah dengan tangannya. Bila tidak mampu hendaklah dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, hendaklah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.”
Doa dan air mata yang mengikutinya, termasuk dalam kategori bi qalbi. Maka jika sebatas itu yang kita kerjakan, barangkali kita masih tergolong selemah-lemah iman. Sementara ada tangga amal berikutnya dalam perjuangan Islam, khususnya menyikapi derita Palestina, yang bisa kita tempuh dan kita lakukan. Diantaranya adalah dengan aksi munasharah untuk Palestina serta turut berkontribusi finansial sesuai kemampuan kita.
Jika doa dan air mata kita hadapkan kepada Allah untuk mengetuk pertolongan-Nya, maka aksi kita sesungguhnya adalah untuk mendeklarasikan kepada dunia, bahwa umat Islam masih memiliki kesadaran untuk mempertahankan Masjid sucinya serta membela saudara-saudaranya. Jika doa dan air mata kita hanya untuk didengar Allah sehingga mengguncang Arsy-Nya, aksi kita sebenarnya juga untuk menunjukkan makna ukhuwah dan dukungan pada perjuangan saudara muslim di Palestina, dan dengan mengetahuinya energi perjuangan muslim Palestina akan berlipat ganda; tersupport oleh suara-suara pembelanya. Aksi-aksi kita juga akan memperluas opini sekaligus membeberkan fakta pada dunia, bahwa ada umat yang tengah dizalimi di abad modern ini dan masih ada penjajah yang dengan sesuka hatinya merampas tanah dan membunuh ratusan ribu jiwa.
Jika Jum’at kemarin dimaknai sebagai yaumul ammarah bagi muslim Palestina, sudah sepantasnya umat Islam di belahan bumi manapun mendukung dengan munasharah dalam berbagai bentuknya. Dan itu artinya, ada kesempatan yang terbuka bagi kita untuk bersama-sama menyertai malam-malam yang dihiasi dengan doa dan air mata dengan siang hari yang dipenuhi dengan aksi-aksi. Bukankah ahad besuk ada banyak aksi di berbagai penjuru negeri dan belahan dunia, tidakkah kau bergabung di dalamnya? [Muchlisin]