Khutbah Jum'at kelima di Bersama Dakwah ini mengangkat tema Ujian Hidup bagi Muslim . Seharusnya Khutbah Jum'at seperti ini dipost...
Khutbah Jum'at kelima di Bersama Dakwah ini mengangkat tema Ujian Hidup bagi Muslim. Seharusnya Khutbah Jum'at seperti ini diposting setiap kamis sore, tetapi selama ini belum mampu diorganisir dengan baik sehingga berbulan-bulan tidak posting Khutbah Jum'at. Semoga, ke depannya nanti dimudahkan Allah sehingga bisa rutin posting Khutbah Jum'at. Mohon doanya.
***
KHUTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اللهم صلي علي محمد و علي اله و اصحابه و من تبع هدي
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102] .
{ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا } [النساء: 1] .
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan nikmat-Nya pada kita. Nikmat yang senantiasa menyertai kehidupan kita; dalam tidur dan terjaga, saat istirahat maupun beraktifitas, saat kita bergerak maupun diam. Semua nikmat yang kita rasakan kemudian menjadi nikmat yang hakiki tatkala nikmat iman masih mendominasi dalam diri kita.
Maka tidak ada yang pantas untuk kita saling nasehatkan kecuali pesan taqwa. Agar kita mensyukuri segala nikmat Allah dan mengoptimalkannya untuk beribadah kepada-Nya. Berusaha meninggalkan seluruh larangan-Nya dan berupaya menjalankan perintah-Nya beserta sunnah Nabi-Nya; sekuat kemampuan kita.
Ma'asyiral muslimin rahima kumullah,
Hidup bagi seorang muslim, sejak ia akil baligh sampai malaikat maut menjemputnya, adalah ujian. Ujian yang tidak hanya sekedar untuk dilalui, tetapi juga akan dinilai oleh Allah Azza Wa Jalla. Dengan ujian itu, secara nyata Allah akan mendapati siapa diantara hamba-hamba-Nya yang paling baik amalnya.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS. Al-Mulk : 2)
Bahkan kehidupan sebelum baligh pun merupakan ujian. Seperti seseorang yang terlahir dalam keadaan tidak sempurna. Kondisi ini akan disikapi berbeda oleh masing-masing orang, dan karenanya penilaian Allah pun berbeda tergantung sikap hamba-Nya. Ujian terhadap fisik ini termasuk kategori fi anfus dalam bahasa Al-Qur'an saat menjelaskan tentang ujian.
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu (QS. Ali Imran : 186)
Akhwatal iman hafidzakumullah,
Ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang muslim bisa berupa dua hal: ujian yang berbentuk musibah dan ujian kenikmatan. Sering kali yang pertama disebut oleh manusia sebagai ujian yang buruk dan yang kedua disebut sebagai ujian yang baik. Namun, pada hakikatnya keduanya merupakan ujian dari Allah. Keduanya memiliki potensi yang sama. Jika lulus menghadapinya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Bagi orang yang beriman, sebenarnya ada rumus umum tentang ujian itu. Bahwa seorang yang lebih kokoh keimanannya akan mendapatkan ujian yang lebih berat. Dengan mudah kita bisa menganalogikan bahwa ujian murid SD lebih mudah daripada ujian murid SMP. Sama halnya UAS BN bagi SMU lebih sulit daripada UAS BN bagi siswa SMP. Kaidah itu berlaku dalam ujian hidup bagi seorang mukmin; semakin besar keimanan, semakin berat ujiannya.
Rasulullah SAW pernah menjawab pertanyaan Saad bin Abi Waqash mengenai tingkatan ujian itu.
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ « الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
Aku (Sa'ad bin Abi Waqash) bertanya: "Ya Rasulullah! Siapakah yang paling berat Ujiannya?" Beliau menjawab, "Para Nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan ...diuji sesuai kadar kekuatan agamanya." (HR. Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah; Shahih menurut Al-Albani)
Maka kita melihat betapa sejarah telah menceritakan bahwa ujian-ujian yang paling berat dialami oleh para Nabi dan Rasul. Demikian pula ujian yang telah dihadapi oleh salafus shalih dan para ulama'.
Jika keimanan berbanding lurus dengan besarnya ujian, sesungguhnya besarnya pahala juga berbanding lurus dengan besarnya ujian. Semakin berat ujian seseorang semakin besar pula pahala yang diperolehnya manakala ia lulus dalam mengahadapinya. Dan ujian itu juga merupakan tanda cinta dari Allah buat hamba-hamba terkasih-Nya.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya. Siapa yang membenci ujian itu, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah)
Ikhwani fiddin rahimakumullah,
Jangan dikira bahwa ujian itu hanyalah musibah; sakit, kemiskinan, kesusahan, keterbatasan, penderitaan, kecelakaan, dan sejenisnya. Kekayaan, kesenangan, popularitas, jabatan, kepemimpinan, kekuasaan, dan sejenisnya juga merupakan ujian. Bahkan ujian tipe kedua ini sering kali lebih berat. Dalam arti, tidak banyak yang bisa menghadapinya dengan sikap yang benar lalu keluar sebagai pemenang dalam pandangan Allah; lulus ujian.
Abdurrahman bin Auf pernah menggambarkan betapa beratnya ujian ini, dan betapa banyaknya orang yang tidak lulus menghadapinya:
ابْتُلِينَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالضَّرَّاءِ فَصَبَرْنَا ثُمَّ ابْتُلِينَا بِالسَّرَّاءِ بَعْدَهُ فَلَمْ نَصْبِرْ
Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasulullah SAW dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat, dan kami pun tidak dapat bersabar. (HR. Tirmidzi; hasan menurut Al-Albani)
Tampaknya demikianlah sejarah mengatakan kepada kita; menguatkan apa yang dikatakan Abdurrahman bin Auf. Banyak orang yang ketika diuji dengan kemiskinan ia mampu menghadapinya dan justru kemiskinan itu semakin meningkatkan ibadahnya dan menambah kedekatannya kepada Allah. Namun, begitu kaya, ia lupa dengan ibadah-ibadah yang dulu dijalaninya.
Ada pula orang yang sebelumnya rajin ke masjid dan gemar berinfaq sewaktu menjadi orang biasa. Namun saat Allah memberinya jabatan, ia justru lupa kepada Allah dan menjadi tidak peka terhadap orang-orang yang dulu mendukungnya.
Secara institusi, ujian kenikmatan itu juga kerap mendekontruksi bangunan kebaikan dalam organisasi yang dulunya bisa bersabar dalam keterbatasan. Kasus kontroversi pencalonan artis dan selebritis dalam pilkada, yang membuat partai berbasis Islam pecah adalah contoh betapa kekuasaan itu lebih berat daripada ujian ketidakamanan saat berada di bawah pemerintahan yang represif.
Pendek kata, apapun yang menimpa kaum muslimin; baik itu ia sukai atau tidak ia sukai, sesungguhnya adalah ujian. ada yang lulus ada yang tidak lulus dalam menghadapinya. Dan kenikmatan, seringkali justru menjadi ujian yang lebih berat dibandingkan kesusahan.
وقل رب اغفر وارحم و انت خير الراحمين
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102]
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,
Sebenarnya Allah telah memberikan petunjuk umum dalam menghadapi ujian, agar hamba-hamba-Nya bisa lulus ujian dan mendapatkan pahala serta meningkat derajatnya.
Ada dua hal yang harus dimiliki atau dilakukan dalam menghadapi ujian itu; apapun. Baik berbentuk ujian kesusahan maupun ujian kenikmatan. Dua hal itu adalah kesabaran dan ketaqwaan.
Allah SWT berfirman:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. Ali Imran : 186)
Bersabar dan bertaqwa. Itulah kunci sukses menghadapi ujian. tentu saja bentuk kesabaran ini akan berbeda saat ia berhadapan dengan ujian kesusahan dibandingkan saat menghadapi ujian kenikmatan. Bentuk kesabaran saat menghadapi ujian kesusahan adalah dengan mengedepankan sikap ridha pada Allah atas takdir-Nya, mengambil hikmah dari ujian itu, serta mengeluarkan segala ikhtiar untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Sementara kesabaran dalam menghadapai kenikmatan, entah itu berupa kekayaan, jabatan, ataupun hal lainnya adalah dengan berhati-hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang berlebihan, hal yang diharamkan, serta menyadari sepenuhnya bahwa itu adalah dari Allah semata, lalu mempergunakannya di jalan Allah Azza Wa Jalla.
Jika yang demikian bisa dilakukan, insya Allah akan didapati hasil akhir yang sangat memuaskan sebagaimana hadits Nabi:
فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa. (HR. Tirmidzi dan An-Nasai, dishahihkan Al-Albani)
اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
[Khutbah Jum'at edisi 17 Rabiul Akhir/Rabiul Tsani 1431 H, 2 April 2010 M; Bersama Dakwah]
***
KHUTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اللهم صلي علي محمد و علي اله و اصحابه و من تبع هدي
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102] .
{ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا } [النساء: 1] .
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan nikmat-Nya pada kita. Nikmat yang senantiasa menyertai kehidupan kita; dalam tidur dan terjaga, saat istirahat maupun beraktifitas, saat kita bergerak maupun diam. Semua nikmat yang kita rasakan kemudian menjadi nikmat yang hakiki tatkala nikmat iman masih mendominasi dalam diri kita.
Maka tidak ada yang pantas untuk kita saling nasehatkan kecuali pesan taqwa. Agar kita mensyukuri segala nikmat Allah dan mengoptimalkannya untuk beribadah kepada-Nya. Berusaha meninggalkan seluruh larangan-Nya dan berupaya menjalankan perintah-Nya beserta sunnah Nabi-Nya; sekuat kemampuan kita.
Ma'asyiral muslimin rahima kumullah,
Hidup bagi seorang muslim, sejak ia akil baligh sampai malaikat maut menjemputnya, adalah ujian. Ujian yang tidak hanya sekedar untuk dilalui, tetapi juga akan dinilai oleh Allah Azza Wa Jalla. Dengan ujian itu, secara nyata Allah akan mendapati siapa diantara hamba-hamba-Nya yang paling baik amalnya.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS. Al-Mulk : 2)
Bahkan kehidupan sebelum baligh pun merupakan ujian. Seperti seseorang yang terlahir dalam keadaan tidak sempurna. Kondisi ini akan disikapi berbeda oleh masing-masing orang, dan karenanya penilaian Allah pun berbeda tergantung sikap hamba-Nya. Ujian terhadap fisik ini termasuk kategori fi anfus dalam bahasa Al-Qur'an saat menjelaskan tentang ujian.
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu (QS. Ali Imran : 186)
Akhwatal iman hafidzakumullah,
Ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang muslim bisa berupa dua hal: ujian yang berbentuk musibah dan ujian kenikmatan. Sering kali yang pertama disebut oleh manusia sebagai ujian yang buruk dan yang kedua disebut sebagai ujian yang baik. Namun, pada hakikatnya keduanya merupakan ujian dari Allah. Keduanya memiliki potensi yang sama. Jika lulus menghadapinya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Bagi orang yang beriman, sebenarnya ada rumus umum tentang ujian itu. Bahwa seorang yang lebih kokoh keimanannya akan mendapatkan ujian yang lebih berat. Dengan mudah kita bisa menganalogikan bahwa ujian murid SD lebih mudah daripada ujian murid SMP. Sama halnya UAS BN bagi SMU lebih sulit daripada UAS BN bagi siswa SMP. Kaidah itu berlaku dalam ujian hidup bagi seorang mukmin; semakin besar keimanan, semakin berat ujiannya.
Rasulullah SAW pernah menjawab pertanyaan Saad bin Abi Waqash mengenai tingkatan ujian itu.
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ « الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
Aku (Sa'ad bin Abi Waqash) bertanya: "Ya Rasulullah! Siapakah yang paling berat Ujiannya?" Beliau menjawab, "Para Nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan ...diuji sesuai kadar kekuatan agamanya." (HR. Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah; Shahih menurut Al-Albani)
Maka kita melihat betapa sejarah telah menceritakan bahwa ujian-ujian yang paling berat dialami oleh para Nabi dan Rasul. Demikian pula ujian yang telah dihadapi oleh salafus shalih dan para ulama'.
Jika keimanan berbanding lurus dengan besarnya ujian, sesungguhnya besarnya pahala juga berbanding lurus dengan besarnya ujian. Semakin berat ujian seseorang semakin besar pula pahala yang diperolehnya manakala ia lulus dalam mengahadapinya. Dan ujian itu juga merupakan tanda cinta dari Allah buat hamba-hamba terkasih-Nya.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya. Siapa yang membenci ujian itu, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah)
Ikhwani fiddin rahimakumullah,
Jangan dikira bahwa ujian itu hanyalah musibah; sakit, kemiskinan, kesusahan, keterbatasan, penderitaan, kecelakaan, dan sejenisnya. Kekayaan, kesenangan, popularitas, jabatan, kepemimpinan, kekuasaan, dan sejenisnya juga merupakan ujian. Bahkan ujian tipe kedua ini sering kali lebih berat. Dalam arti, tidak banyak yang bisa menghadapinya dengan sikap yang benar lalu keluar sebagai pemenang dalam pandangan Allah; lulus ujian.
Abdurrahman bin Auf pernah menggambarkan betapa beratnya ujian ini, dan betapa banyaknya orang yang tidak lulus menghadapinya:
ابْتُلِينَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالضَّرَّاءِ فَصَبَرْنَا ثُمَّ ابْتُلِينَا بِالسَّرَّاءِ بَعْدَهُ فَلَمْ نَصْبِرْ
Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasulullah SAW dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat, dan kami pun tidak dapat bersabar. (HR. Tirmidzi; hasan menurut Al-Albani)
Tampaknya demikianlah sejarah mengatakan kepada kita; menguatkan apa yang dikatakan Abdurrahman bin Auf. Banyak orang yang ketika diuji dengan kemiskinan ia mampu menghadapinya dan justru kemiskinan itu semakin meningkatkan ibadahnya dan menambah kedekatannya kepada Allah. Namun, begitu kaya, ia lupa dengan ibadah-ibadah yang dulu dijalaninya.
Ada pula orang yang sebelumnya rajin ke masjid dan gemar berinfaq sewaktu menjadi orang biasa. Namun saat Allah memberinya jabatan, ia justru lupa kepada Allah dan menjadi tidak peka terhadap orang-orang yang dulu mendukungnya.
Secara institusi, ujian kenikmatan itu juga kerap mendekontruksi bangunan kebaikan dalam organisasi yang dulunya bisa bersabar dalam keterbatasan. Kasus kontroversi pencalonan artis dan selebritis dalam pilkada, yang membuat partai berbasis Islam pecah adalah contoh betapa kekuasaan itu lebih berat daripada ujian ketidakamanan saat berada di bawah pemerintahan yang represif.
Pendek kata, apapun yang menimpa kaum muslimin; baik itu ia sukai atau tidak ia sukai, sesungguhnya adalah ujian. ada yang lulus ada yang tidak lulus dalam menghadapinya. Dan kenikmatan, seringkali justru menjadi ujian yang lebih berat dibandingkan kesusahan.
وقل رب اغفر وارحم و انت خير الراحمين
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102]
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,
Sebenarnya Allah telah memberikan petunjuk umum dalam menghadapi ujian, agar hamba-hamba-Nya bisa lulus ujian dan mendapatkan pahala serta meningkat derajatnya.
Ada dua hal yang harus dimiliki atau dilakukan dalam menghadapi ujian itu; apapun. Baik berbentuk ujian kesusahan maupun ujian kenikmatan. Dua hal itu adalah kesabaran dan ketaqwaan.
Allah SWT berfirman:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. Ali Imran : 186)
Bersabar dan bertaqwa. Itulah kunci sukses menghadapi ujian. tentu saja bentuk kesabaran ini akan berbeda saat ia berhadapan dengan ujian kesusahan dibandingkan saat menghadapi ujian kenikmatan. Bentuk kesabaran saat menghadapi ujian kesusahan adalah dengan mengedepankan sikap ridha pada Allah atas takdir-Nya, mengambil hikmah dari ujian itu, serta mengeluarkan segala ikhtiar untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Sementara kesabaran dalam menghadapai kenikmatan, entah itu berupa kekayaan, jabatan, ataupun hal lainnya adalah dengan berhati-hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang berlebihan, hal yang diharamkan, serta menyadari sepenuhnya bahwa itu adalah dari Allah semata, lalu mempergunakannya di jalan Allah Azza Wa Jalla.
Jika yang demikian bisa dilakukan, insya Allah akan didapati hasil akhir yang sangat memuaskan sebagaimana hadits Nabi:
فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa. (HR. Tirmidzi dan An-Nasai, dishahihkan Al-Albani)
اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
[Khutbah Jum'at edisi 17 Rabiul Akhir/Rabiul Tsani 1431 H, 2 April 2010 M; Bersama Dakwah]