Setelah mengetahui Ubullah adalah kota supplier tentara dan akomodasi Persia, Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan pasukan ke sana. Utbah ...
Setelah mengetahui Ubullah adalah kota supplier tentara dan akomodasi Persia, Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan pasukan ke sana. Utbah bin Ghazwan diamanahi memimpin 300 pasukan itu. Lima wanita bersama mereka, termasuk istri Utbah. Jumlah itu tergolong sangat kecil, sebab sebagian besar kaum muslimin berada di medan jihad yang lain.
Saat tiba di sebuah wilayah berbambu, mereka kehabisan bekal. Tidak ada yang bisa dimakan. Mereka sadar jalan jihad adalah jalan yang berat. Resiko seperti ini bukannya tak pernah terpikirkan. Namun jiwa juang mengalahkan segala kesulitan-kesulitan di segala medan. Tidak ada kamus putus asa dalam barisan kaum mukminin. Akhirnya Utbah memerintahkan beberapa pasukannya mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Pasukan itu berangkat masuk ke hutan. Mencari-cari tanaman yang bisa dimakan. Mungkin seperti kita yang ditugaskan Mudarrib saat mukhayam. Tapi ini lebih rumit. Sebab Utbah tidak menjelaskan ciri-ciri tanaman yang aman dikonsumsi seperti para Mudarrib melakukannya. Toh, pasukan itu kembali dengan dua tanaman. Yang satu sangat dikenali mereka: kurma. Yang satu belum pernah mereka temui sebelumnya: biji-biji kecil yang terbungkus kulit berwarna coklat kekuning-kuningan.
Pasukan Islam mengkonsumsi kurma. Sementara biji-bijian itu, dipisahkan di tempat lain. Masih ada kekhawatiran jika ia beracun atau sejenisnya. Hingga tibalah saat kuda mereka yang terlepas memakannya. Hampir saja kuda itu disembelih karena khawatir ia mati setelah itu. Namun pemiliknya mencegah, "Biar kuamati, kalau ada tanda mau mati baru kita sembelih." Begitu katanya.
Sampai pagi, tak terjadi apa-apa. Kuda itu sehat-sehat saja. Berarti biji-bijian itu cukup aman. Tapi tunggu dulu! Lebih baik diantisipasi. Beberapa racun bisa ditawarkan dengan panas. Saat dipanaskan, biji-bijian itu berubah menjadi kemerah-merahan. Mengelupas kulitnya. Dan bulirnya yang putih pun tampak jelas. Dengan membaca basmalah mereka mengkonsumsi makanan baru yang kemudian dinamai al-Aruz (beras) itu.
Di negeri ini, beras dikenal jauh sebelum peristiwa itu. Di negeri ini, tanahnya subur jauh melebihi padang tandus tempat kelahiran mereka. Di negeri ini, demikian mudah mendapatkan ikan dari laut dan sungainya. Di negeri ini, bertumpah ruah kekayaan flora dan fauna. Namun yang lebih penting, saat ini di negeri inilah hidup kaum muslimin dengan jumlah terbesar di dunia!
Apa artinya? Seperti harapan Dr. Yusuf Qardhawi, negeri ini berpeluang besar menjadi poros kebangkitan Islam. Syaratnya, para kader dakwah yang telah menikmati hidayah harus bergerak. Harus berharakah!
Saat memilih diam, berarti laju dakwah akan terhenti. Ketika banyak kader dakwah memilih hanya menikmati hidayah-Nya bersama keluarga, membangun surga di rumah tangga lalu puas dengan itu saja, arus kebangkitan melemah lagi. Ketika banyak kader dakwah sibuk dengan permasalahannya sendiri dan meninggalkan peran dalam dakwah ini, gelombang kebangkitan surut kembali.
Kadang hal ketiga ini terjadi. Karena sibuk dengan masalah pribadi. Karena kekhawatiran terhambatnya rezeki. Karena ketakutan lesempitan dunia menghampiri. Lalu aktifitas berharakah tidak aktif lagi. Cuti. Atau lebih parah, terpuruk di jalan ini. Jika terjadi secara jama'i ia akan lebih berbahaya lagi. Tidak jalannya syura dan terhentinya beberapa aktifitas haraki adalah gejala awal bahaya ini.
Kaum mukiminin dalam berbagai generasi telah membuktikan. Ketika perjuangan Islam semakin bergerak luas, medan rezeki juga terbentang luas. Ini wajar. Bukankah Allah Ar-Razaq, Yang Maha Pemberi Rezeki? Tentu bukan semata ghanimah yang hadir paska kemenangan jhad Islam. Namun pengelolaan negeri yang amanah membuat kekayaan semakin melimpah dan bumi menjadi lebih berkah.
Karena tuntutan perjuangan Islam, kaum mukminin di Madinah mengasah strategi perangnya. Khandaq, yang merupakan hasil adopsi dari Persia adalah salah satunya. Namun kemudian, negeri asal strategi khandaq itu tak mampu menandingi gelombang jihad Islam. Di akhir era Rasulullah, kaum mukminin telah meningkatkan kemampuan manjaniq-nya. Di era Utsman, kapal perang dibuat. Dan dalam setiap periode kekhalifahan sejak zaman Abu Bakar, sistem ketatanegaraan dan pengelolaan keuangan diperbaiki. Kesejahteraan hadir, bersamaan dengan semakin membahananya takbir!
Temuan al-Aruz (beras) di masa Umar itu juga sebagian kecil bukti. Saat gerak dakwah dan jihad diperluas, medan rezeki pun meluas. Sangat mungkin jika pasukan Utbah itu putus asa lalu kembali ke Madinah, kaum muslimin baru mengkonsumsi beras beberapa dekade sesudahnya.
Dakwah di Indonesia tampaknya juga telah membuktikan sebagiannya. Betapa laju dakwah telah dibersamai dengan luasnya rezeki. Patut disyukuri jika pengalaman dakwah juga mendewasakan para kadernya, dan kini banyak pengusaha. Tuntutan dakwah telah membuat kreatif sebagian pelakunya untuk memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. Tentu bisnis dan usaha yang halalan thayyibah. Sampai-sampai ada laqab baru untuk sebagian dai. Jika era sebelumnya mereka adalah ustadz kharimatik karena kendarannya Honda Karisma, kini mereka adalah ustadz inovatif karena kendarannya Kijang Inova.
Jadi, tidak perlu ketakutan kehilangan rezeki itu menghambat laju dakwah ini. Namun yang juga lebih penting, bukan karena itu kita tetap berada di atas jalan ini. Satu yang pasti, Allah Maha Pemberi Rezeki, dan Dia mewajibkan kita berada di jalan dakwah ini. [Muchlisin]
Saat tiba di sebuah wilayah berbambu, mereka kehabisan bekal. Tidak ada yang bisa dimakan. Mereka sadar jalan jihad adalah jalan yang berat. Resiko seperti ini bukannya tak pernah terpikirkan. Namun jiwa juang mengalahkan segala kesulitan-kesulitan di segala medan. Tidak ada kamus putus asa dalam barisan kaum mukminin. Akhirnya Utbah memerintahkan beberapa pasukannya mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Pasukan itu berangkat masuk ke hutan. Mencari-cari tanaman yang bisa dimakan. Mungkin seperti kita yang ditugaskan Mudarrib saat mukhayam. Tapi ini lebih rumit. Sebab Utbah tidak menjelaskan ciri-ciri tanaman yang aman dikonsumsi seperti para Mudarrib melakukannya. Toh, pasukan itu kembali dengan dua tanaman. Yang satu sangat dikenali mereka: kurma. Yang satu belum pernah mereka temui sebelumnya: biji-biji kecil yang terbungkus kulit berwarna coklat kekuning-kuningan.
Pasukan Islam mengkonsumsi kurma. Sementara biji-bijian itu, dipisahkan di tempat lain. Masih ada kekhawatiran jika ia beracun atau sejenisnya. Hingga tibalah saat kuda mereka yang terlepas memakannya. Hampir saja kuda itu disembelih karena khawatir ia mati setelah itu. Namun pemiliknya mencegah, "Biar kuamati, kalau ada tanda mau mati baru kita sembelih." Begitu katanya.
Sampai pagi, tak terjadi apa-apa. Kuda itu sehat-sehat saja. Berarti biji-bijian itu cukup aman. Tapi tunggu dulu! Lebih baik diantisipasi. Beberapa racun bisa ditawarkan dengan panas. Saat dipanaskan, biji-bijian itu berubah menjadi kemerah-merahan. Mengelupas kulitnya. Dan bulirnya yang putih pun tampak jelas. Dengan membaca basmalah mereka mengkonsumsi makanan baru yang kemudian dinamai al-Aruz (beras) itu.
Di negeri ini, beras dikenal jauh sebelum peristiwa itu. Di negeri ini, tanahnya subur jauh melebihi padang tandus tempat kelahiran mereka. Di negeri ini, demikian mudah mendapatkan ikan dari laut dan sungainya. Di negeri ini, bertumpah ruah kekayaan flora dan fauna. Namun yang lebih penting, saat ini di negeri inilah hidup kaum muslimin dengan jumlah terbesar di dunia!
Apa artinya? Seperti harapan Dr. Yusuf Qardhawi, negeri ini berpeluang besar menjadi poros kebangkitan Islam. Syaratnya, para kader dakwah yang telah menikmati hidayah harus bergerak. Harus berharakah!
Saat memilih diam, berarti laju dakwah akan terhenti. Ketika banyak kader dakwah memilih hanya menikmati hidayah-Nya bersama keluarga, membangun surga di rumah tangga lalu puas dengan itu saja, arus kebangkitan melemah lagi. Ketika banyak kader dakwah sibuk dengan permasalahannya sendiri dan meninggalkan peran dalam dakwah ini, gelombang kebangkitan surut kembali.
Kadang hal ketiga ini terjadi. Karena sibuk dengan masalah pribadi. Karena kekhawatiran terhambatnya rezeki. Karena ketakutan lesempitan dunia menghampiri. Lalu aktifitas berharakah tidak aktif lagi. Cuti. Atau lebih parah, terpuruk di jalan ini. Jika terjadi secara jama'i ia akan lebih berbahaya lagi. Tidak jalannya syura dan terhentinya beberapa aktifitas haraki adalah gejala awal bahaya ini.
Kaum mukiminin dalam berbagai generasi telah membuktikan. Ketika perjuangan Islam semakin bergerak luas, medan rezeki juga terbentang luas. Ini wajar. Bukankah Allah Ar-Razaq, Yang Maha Pemberi Rezeki? Tentu bukan semata ghanimah yang hadir paska kemenangan jhad Islam. Namun pengelolaan negeri yang amanah membuat kekayaan semakin melimpah dan bumi menjadi lebih berkah.
Karena tuntutan perjuangan Islam, kaum mukminin di Madinah mengasah strategi perangnya. Khandaq, yang merupakan hasil adopsi dari Persia adalah salah satunya. Namun kemudian, negeri asal strategi khandaq itu tak mampu menandingi gelombang jihad Islam. Di akhir era Rasulullah, kaum mukminin telah meningkatkan kemampuan manjaniq-nya. Di era Utsman, kapal perang dibuat. Dan dalam setiap periode kekhalifahan sejak zaman Abu Bakar, sistem ketatanegaraan dan pengelolaan keuangan diperbaiki. Kesejahteraan hadir, bersamaan dengan semakin membahananya takbir!
Temuan al-Aruz (beras) di masa Umar itu juga sebagian kecil bukti. Saat gerak dakwah dan jihad diperluas, medan rezeki pun meluas. Sangat mungkin jika pasukan Utbah itu putus asa lalu kembali ke Madinah, kaum muslimin baru mengkonsumsi beras beberapa dekade sesudahnya.
Dakwah di Indonesia tampaknya juga telah membuktikan sebagiannya. Betapa laju dakwah telah dibersamai dengan luasnya rezeki. Patut disyukuri jika pengalaman dakwah juga mendewasakan para kadernya, dan kini banyak pengusaha. Tuntutan dakwah telah membuat kreatif sebagian pelakunya untuk memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. Tentu bisnis dan usaha yang halalan thayyibah. Sampai-sampai ada laqab baru untuk sebagian dai. Jika era sebelumnya mereka adalah ustadz kharimatik karena kendarannya Honda Karisma, kini mereka adalah ustadz inovatif karena kendarannya Kijang Inova.
Jadi, tidak perlu ketakutan kehilangan rezeki itu menghambat laju dakwah ini. Namun yang juga lebih penting, bukan karena itu kita tetap berada di atas jalan ini. Satu yang pasti, Allah Maha Pemberi Rezeki, dan Dia mewajibkan kita berada di jalan dakwah ini. [Muchlisin]