Judul Buku : Tarbiyah Madal Hayah Penulis : Asri Widiarti Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo Cetakan Ke : 1 Tahun Terbit : Jumadil ...
Judul Buku : Tarbiyah Madal Hayah
Penulis : Asri Widiarti
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Jumadil Ula 1431 H/April 2010
Tebal Buku : xxii + 170 halaman
"Kalau saja selingkuh itu ada obatnya, aku yakin, pasti akan laris manis di pasaran. Banyak yang membutuhkan dan mau membayar banyak untuk mendapatkannya. Sebagai seorang ibu, aku pun akan menyimpannya di rumah, kutaruh di dalam stoples, kujaga hati-hati. Kalau ada yang datang dan membutuhkannya aku akan membaginya secara gratis agar mereka mendapatkan ketenangan usai mereka bertemu dan masuk ke rumahku."
Demikian paragraf awal dari salah satu kisah dalam buku Tarbiyah Madal Hayah yang diberi judul "Penyakit itu Bernama Selingkuh".
Buku Tarbiyah Madal Hayah ini adalah buku keenam dari 100 buku pengokohan tarbiyah. Berbeda dari kelima buku sebelumnya, buku ini berisi kisah-kisah tarbiyah tanpa diuraikan hikmahnya. Pembacalah yang harus memetik hikmahnya sendiri. Persis seperti Chicken Soup. Dan ia memang dinamakan Chicken Soup for Tarbiyah. Demikian tertera di bawah judul pada cover buku ini. Hanya saja, di dalam buku ini dipakai beberapa nama samaran dan penulis (Asri Widiarti) berpesan dalam kata pengantar: "Naskah yang penulis tulis ini anggap saja sebuah kumpulan kisah imajinatif yang (semoga saja) bisa diambil 'ibrah (pelajaran). Tak usah dicari-cari siapa tokohnya, kapan kejadiannya, di mana tempat terjadinya..."
Ada 18 kisah yang dibagi menjadi 3 bagian dalam buku ini. Bagian pertama bertajuk "Allah Sayang Kamu". Bagian kedua bertajuk "Bunda, Allah Mendengar Doamu". Dan terkahir "Allah tak Pernah Meninggalkanmu".
Melalui kisah-kisah ini kita (tepatnya sebagian dari kita yang belum pernah mengalami atau menjumpai) akan disadarkan betapa fenomena di lapangan tarbiyah begitu rumit dengan beragam permasalahan yang manusiawi.
Ada fenomena "ketidakcocokan" seorang bunda kepada calon menantunya. Dan ternyata keraguannya itu benar. Calon menantunya ternyata tidak jujur. Untung ia belum menyetujui pernikahan itu. Bagaimana strategi ibu memastikan ganjalan dalam hatinya terhadap calon menantunya itu secara lengkap bisa kita baca di kisah pertama: Ganjalan Hati yang Menjagai.
Kita juga akan disadarkan bahwa masuk dalam lingkaran tarbiyah bukanlah jaminan keshalihan bagi seorang ikhwan. Ada ikhwan yang begitu susah kita bayangkan bisa melakukan KDRT bahkan mengancam murabbinya dengan senjata tajam. Tapi itulah yang ada dalam kisah kedua: Samudra Maaf Milik Sang Istri. Sang Istri di akhir cerita meminta doa kita. Ia tengah menunggui suaminya itu yang kini sakit...
"Surat Cinta Muthi buat Ummu dan Abi" lain lagi. Ia adalah kisah yang mengingatkan kita betapapun sibuknya kita dalam dakwah ini, semoga tidak pernah melupakan buah hati. Harus ada keseimbangan. Harus ada waktu, perhatian, dan kasih sayang. Idealnya adalah taurits tarbawi "pewarisan tarbiyah". Bukan makin banyaknya kesimpulan anak: "Saya benci aktifitas seperti ini karena membuat anak-anak ditelantarkan orangtuanya". Akhirnya anak-anak aktifis dakwah justru menjadi "pemberontak" melalui kenakalannya, penyimpangannya...
Tidak semua kisah dalam buku ini membuat kita merasa "kecolongan". Kalaupun pada kisah pertama dan kedua kita belajar tentang ketidaksempurnaan yang harus diperbaiki dalam tarbiyah, dan itu tantangan bagi setiap murabbi dan aktifisnya, kita pun perlu dikuatkan dengan nilai-nilai kebaikan yang sudah mengakar. Agar ia tidak goyah, agar ia tidak berkurang. Siapapun kita, apapun peran kita...
Kisah kedelapan mengajarkan salah satu nilai itu. Dalam judul Harta tak Ternilai yang Disebut Ukhuwah, Yayuk merasakan nikmatnya ukhuwah itu. Saat ia sakit, para ikhwah yang merawatnya, bergantian. Mulai membawanya ke rumah sakit, sampai mengurus segala hal yang dibutuhkannya. Di akhir cerita ia mengakhiri dengan ungkapan indah ini: "Adakah orang yang tak ingin menghabiskan sisa umur hidupnya untuk isiqamah di jalan dakwah? Bukankah Allah sudah menyediakan balasannya di dunia, dan kelak di akhirat ada lagi balasan yang tidak terkirakan indra. Masihkah engkau ragu-ragu?"
Keseluruhan kisah dalam buku ini akhirnya membawa kita pada kesimpulan bahwa kita perlu belajar dari segala hal yang kita alami, segala hal yang kita dengar, kita baca, kita lihat... dan itulah tarbiyah madal hayah; tarbiyah sepanjang hidup.
Buku ini hanyalah salah satu stimulan untuk memantik kembali kepekaan kita sekaligus membangkitkan kembali kesadaran kita akan beragam fenomena yang terjadi dalam kehidupan nyata, yang boleh jadi belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Sesuai judulnya, Tarbiyah Madal Hayah. Semoga kita pun menjadi pembelajar seumur hidup kita, termasuk dari buku ini. [Muchlisin]