Kita sudah akrab dengan KCB, Ketika Cinta Bertasbih. Ada KCB 1 dan KCB 2 yang telah diputar di bioskop. Ada pula KCB spesial Ramadhan berben...
Kita sudah akrab dengan KCB, Ketika Cinta Bertasbih. Ada KCB 1 dan KCB 2 yang telah diputar di bioskop. Ada pula KCB spesial Ramadhan berbentuk sinetron yang ditayangkan di TV. Sekarang, mari kita renungkan KC tanpa B.
Hari telah gelap
Dingin malam membelai kulit dan merasuk ke tulang
Mengantar dua bola mata lebih cepat terpejam
Datanglah sesosok makhluk rupawan.
Menghampiri perlahan
Dalam dekat ia melempar pandangan mempesona
Sebelum akhirnya menyapa,
“Katanya kau mencintaiku”
“Siapa kamu?”
“Ramadhan!”
“Subhaanallah… belum pernah kulihat keindahan sepertimu,
maka saksikan bahwa aku mencintaimu!”
“Bohong!
Bagaimana kau mencintaiku, sementara engkau tak mengindahkan
Ketika alam mengabarkan aku akan datang”
“Bukankah aku telah menyambutmu?
Aku gembira atas hadirmu, kusebar marhaban ya Ramadhan
Ke seluruh teman dan handai tolanku”
“Ya, kau gembira. Tetapi bukan karena aku.
Kau gembira karena rezekimu akan bertambah dengan kedatanganku
Kau gembira sebab setelah aku pergi Idul Fitri menggantikanku
Marhaban itupun bukan untukku
Kau hanya ingin sebuah citra mulia
Tertanam dalam benak sahabat dan orang-orang dekat
Bahkan kau telah memanipulasi cinta atas namaku
Marhaban kau tuliskan tapi cinta kau harapkan
Jika tidak, lalu mengapa kau pilih gadis-gadis untuk menerimanya”
“Tapi sungguh aku mencintaimu
jika tidak, mungkin aku telah bergabung dengan barisan orang-orang yang berbuka”
“Ya, kau puasa. Tetapi puasamu bukan puasa seorang pecinta
Cinta hanya memilih bunga terindah dari taman kehidupan
Dihadiahkan pada kekasih hingga berpadulah warna dan keharuman
Dalam romantisme pengorbanan
Sementara puasamu,
Kau tahan lapar dan dahaga
Namun lisan menganga menyemburkan bara
Hati liar mengumbar hawa
Pikiran melayang menjangkau nista.
Pertemuan cinta tak pernah terasa lama
Setiap detiknya dirindui jiwa
Lalu mengapa kau berharap surya tenggelam segera
Untuk kau penuhi perut yang kau sayangi
Dengan makanan dan minuman yang kau tabung sehari
Kau gembira saat itu
Dalam meja makan yang sesak makanan
Bukan cinta kepadaku, melainkan kemewahan yang tak pernah ada
Dalam diri sebelas saudaraku”
“Aku juga mencintai malam bersamamu,
maka ada tarawih, witir, dan tadarus menghias malamku”
“Cinta itu bersemayam dalam jiwa
Bukan dalam isyarat gerak dan kata-kata
Apalah artinya banyaknya rakaatmu
Jika jiwa kosong dan kekhusyukan telah berpisah denganmu
Ucapan bibir tanpa jiwa bukanlah cinta
Doa-doa bukanlah rapal mantra atau untaian sastra
Jika pencipta cinta tak pernah kau tuju
Tak lebih cintamu palsu
Jika ayat-ayat yang diturunkan pada waktuku
Hanya kau ucap cepat-cepat
Tak jelas tak bermakna
Bak komat-kamit dukun-dukun Persia
Itukah cinta?
Dan ketika malam pun belum larut
Kau telah menghempaskan diri dalam tidur panjang
Tak mau terbangun kecuali untuk kenyang saat fajar menjelang
Itukah cinta?
Ketika Cinta Tanpa Bukti
Apalah artinya…”
Tiba-tiba sosok putih itu makin berkilau
Bersinar, menjelma cahaya
“Jangan pergi!”
“Aku takkan segera pergi, dalam nyata aku masih ada
Tapi apalah arti 29 atau 30 hari
Jika sisanya kau jalani seperti hari-hari ini
Ketika Cinta Tanpa Bukti”
Hilang sudah. Kini dua bola mata itu kembali terbuka
Di hadapannya ia telah membaca kata-kata ini
Hingga huruf terakhirnya.[]
Hari telah gelap
Dingin malam membelai kulit dan merasuk ke tulang
Mengantar dua bola mata lebih cepat terpejam
Datanglah sesosok makhluk rupawan.
Menghampiri perlahan
Dalam dekat ia melempar pandangan mempesona
Sebelum akhirnya menyapa,
“Katanya kau mencintaiku”
“Siapa kamu?”
“Ramadhan!”
“Subhaanallah… belum pernah kulihat keindahan sepertimu,
maka saksikan bahwa aku mencintaimu!”
“Bohong!
Bagaimana kau mencintaiku, sementara engkau tak mengindahkan
Ketika alam mengabarkan aku akan datang”
“Bukankah aku telah menyambutmu?
Aku gembira atas hadirmu, kusebar marhaban ya Ramadhan
Ke seluruh teman dan handai tolanku”
“Ya, kau gembira. Tetapi bukan karena aku.
Kau gembira karena rezekimu akan bertambah dengan kedatanganku
Kau gembira sebab setelah aku pergi Idul Fitri menggantikanku
Marhaban itupun bukan untukku
Kau hanya ingin sebuah citra mulia
Tertanam dalam benak sahabat dan orang-orang dekat
Bahkan kau telah memanipulasi cinta atas namaku
Marhaban kau tuliskan tapi cinta kau harapkan
Jika tidak, lalu mengapa kau pilih gadis-gadis untuk menerimanya”
“Tapi sungguh aku mencintaimu
jika tidak, mungkin aku telah bergabung dengan barisan orang-orang yang berbuka”
“Ya, kau puasa. Tetapi puasamu bukan puasa seorang pecinta
Cinta hanya memilih bunga terindah dari taman kehidupan
Dihadiahkan pada kekasih hingga berpadulah warna dan keharuman
Dalam romantisme pengorbanan
Sementara puasamu,
Kau tahan lapar dan dahaga
Namun lisan menganga menyemburkan bara
Hati liar mengumbar hawa
Pikiran melayang menjangkau nista.
Pertemuan cinta tak pernah terasa lama
Setiap detiknya dirindui jiwa
Lalu mengapa kau berharap surya tenggelam segera
Untuk kau penuhi perut yang kau sayangi
Dengan makanan dan minuman yang kau tabung sehari
Kau gembira saat itu
Dalam meja makan yang sesak makanan
Bukan cinta kepadaku, melainkan kemewahan yang tak pernah ada
Dalam diri sebelas saudaraku”
“Aku juga mencintai malam bersamamu,
maka ada tarawih, witir, dan tadarus menghias malamku”
“Cinta itu bersemayam dalam jiwa
Bukan dalam isyarat gerak dan kata-kata
Apalah artinya banyaknya rakaatmu
Jika jiwa kosong dan kekhusyukan telah berpisah denganmu
Ucapan bibir tanpa jiwa bukanlah cinta
Doa-doa bukanlah rapal mantra atau untaian sastra
Jika pencipta cinta tak pernah kau tuju
Tak lebih cintamu palsu
Jika ayat-ayat yang diturunkan pada waktuku
Hanya kau ucap cepat-cepat
Tak jelas tak bermakna
Bak komat-kamit dukun-dukun Persia
Itukah cinta?
Dan ketika malam pun belum larut
Kau telah menghempaskan diri dalam tidur panjang
Tak mau terbangun kecuali untuk kenyang saat fajar menjelang
Itukah cinta?
Ketika Cinta Tanpa Bukti
Apalah artinya…”
Tiba-tiba sosok putih itu makin berkilau
Bersinar, menjelma cahaya
“Jangan pergi!”
“Aku takkan segera pergi, dalam nyata aku masih ada
Tapi apalah arti 29 atau 30 hari
Jika sisanya kau jalani seperti hari-hari ini
Ketika Cinta Tanpa Bukti”
Hilang sudah. Kini dua bola mata itu kembali terbuka
Di hadapannya ia telah membaca kata-kata ini
Hingga huruf terakhirnya.[]