Ia seorang akhwat. Kepala Sekolah. Hari itu ia mendapatkan undangan pelatihan dari JSIT Provinsi. Tentu ia senang dengan undangan itu. Namun...
Ia seorang akhwat. Kepala Sekolah. Hari itu ia mendapatkan undangan pelatihan dari JSIT Provinsi. Tentu ia senang dengan undangan itu. Namun juga risau.
Senang karena ia tahu pelatihan itu bisa meng-up grade dirinya. Banyak materi, wawasan baru, dan pengalaman berharga yang akan ia dapatkan. Dari sana ia berharap sekolah Islam terpadu yang diamanahkan kepadanya bisa semakin meningkat kualitasnya. Mencetak generasi masa depan yang berkarakter dan membanggakan.
Yang membuatnya risau adalah, bisakah ia berangkat? Kini suaminya masih sakit. Campak yang menyerang membuat suaminya tidak bisa beraktifitas banyak. Bahkan ia perlu dirawat. Sedangkan anak-anaknya... mereka masih kecil untuk bisa mengurusi diri sendiri. Jika dirinya berangkat, siapa yang merawat suami dan menjaga anak-anak?
Hari-H pelatihan makin dekat. Akhwat kepala sekolah ini hampir memutuskan untuk tidak hadir. Namun sang suami justru mendesaknya agar menjalankan amanah dakwah ini. "Berangkatlah umi... ini demi masa depan generasi Islam di daerah ini", dengan senyum yang menguatkan ia memotivasi istrinya, "Percayalah... aku akan baik-baik saja. Begitu pula anak-anak."
Subhaanallah... ketegaran luar biasa ia dapatkan dari suaminya. Ia makin bangga dan sayang pada lelaki di depannya ini. Dalam kondisi sakit seperti ini, ia tetap memprioritaskan dakwah dibanding diri dan keluarganya. Namun demikian, kekuatan ini masih belum cukup untuk membuatnya memutuskan pergi ke ibukota provinsi selama tiga hari.
"Kita akan meminta bantuan ikhwah!" dengan berbinar-binar mata mereka saling pandang. Saling menguatkan.
Maka selama tiga hari, rumah cinta mereka didatangi para ikhwah bergantian. Ikhwan dan akhwat. Ikhwan-ikhwan datang merawat sang suami dan para akhwat datang untuk menjaga anak-anak. Dengan penuh semangat akhwat kepala sekolah ini mengikuti seluruh acara pelatihan. Di waktu-waktu istirahat ia menelepon ke rumah, memastikan segalanya berjalan dengan baik...
***
Ukhuwah itu indah. Ukhuwah itu menguatkan. Dengan ukhuwah, segalanya menjadi lebih mudah. Ada kebersamaan yang meringankan beban. Ada tempat untuk berbagi dan mencurahkan isi hati. Ada tempat yang tepat untuk mencari solusi.
Jika ukhuwah telah menjadi dasar dalam keluarga, sungguh bukan hanya romantisme yang tercipta. Ia bahkan menjelma surga. Taman yang nyaman untuk melepas penat-penat jiwa. Lalu menggemuruhkan semangat juang demi mencapai cita.
Ukhuwah antara akhwat kepala sekolah dan suaminya telah memberi kita pelajaran baru. Kondisi sesulit apapun jika dihadapi bersama akan ada jalan keluarnya. Ada manisnya cinta bersama kepahitan hidup. Ada hangatnya sayang yang menggerakkan kehidupan. Sebagaimana ukhuwah menjadi pondasi kokoh keluarga, cinta semakin kokoh seiring masalah yang berhasil diatasi bersama dalam ukhuwah. "Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai", sabda Sang Nabi sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah, "melebihi pernikahan".
Ukhuwah antar ikhwah di daerah akhwat kepala sekolah itu juga mengajari kita. Ukhuwah masih ada. Ia tetap kuat. Jika kita mengeluhkan renggangnya ukhuwah di mihwar muassasi ini, barangkali ukhuwah itu pelan-pelan tercabut dari hati kita sendiri. Jika kita kecewa ukhuwah memudar tidak seperti dulu lagi, barangkali kita yang tak pernah memupuknya dalam jiwa. Ukhuwah itu masih ada. Ia masih kokoh dalam dakwah kita. [Muchlisin]
Senang karena ia tahu pelatihan itu bisa meng-up grade dirinya. Banyak materi, wawasan baru, dan pengalaman berharga yang akan ia dapatkan. Dari sana ia berharap sekolah Islam terpadu yang diamanahkan kepadanya bisa semakin meningkat kualitasnya. Mencetak generasi masa depan yang berkarakter dan membanggakan.
Yang membuatnya risau adalah, bisakah ia berangkat? Kini suaminya masih sakit. Campak yang menyerang membuat suaminya tidak bisa beraktifitas banyak. Bahkan ia perlu dirawat. Sedangkan anak-anaknya... mereka masih kecil untuk bisa mengurusi diri sendiri. Jika dirinya berangkat, siapa yang merawat suami dan menjaga anak-anak?
Hari-H pelatihan makin dekat. Akhwat kepala sekolah ini hampir memutuskan untuk tidak hadir. Namun sang suami justru mendesaknya agar menjalankan amanah dakwah ini. "Berangkatlah umi... ini demi masa depan generasi Islam di daerah ini", dengan senyum yang menguatkan ia memotivasi istrinya, "Percayalah... aku akan baik-baik saja. Begitu pula anak-anak."
Subhaanallah... ketegaran luar biasa ia dapatkan dari suaminya. Ia makin bangga dan sayang pada lelaki di depannya ini. Dalam kondisi sakit seperti ini, ia tetap memprioritaskan dakwah dibanding diri dan keluarganya. Namun demikian, kekuatan ini masih belum cukup untuk membuatnya memutuskan pergi ke ibukota provinsi selama tiga hari.
"Kita akan meminta bantuan ikhwah!" dengan berbinar-binar mata mereka saling pandang. Saling menguatkan.
Maka selama tiga hari, rumah cinta mereka didatangi para ikhwah bergantian. Ikhwan dan akhwat. Ikhwan-ikhwan datang merawat sang suami dan para akhwat datang untuk menjaga anak-anak. Dengan penuh semangat akhwat kepala sekolah ini mengikuti seluruh acara pelatihan. Di waktu-waktu istirahat ia menelepon ke rumah, memastikan segalanya berjalan dengan baik...
***
Ukhuwah itu indah. Ukhuwah itu menguatkan. Dengan ukhuwah, segalanya menjadi lebih mudah. Ada kebersamaan yang meringankan beban. Ada tempat untuk berbagi dan mencurahkan isi hati. Ada tempat yang tepat untuk mencari solusi.
Jika ukhuwah telah menjadi dasar dalam keluarga, sungguh bukan hanya romantisme yang tercipta. Ia bahkan menjelma surga. Taman yang nyaman untuk melepas penat-penat jiwa. Lalu menggemuruhkan semangat juang demi mencapai cita.
Ukhuwah antara akhwat kepala sekolah dan suaminya telah memberi kita pelajaran baru. Kondisi sesulit apapun jika dihadapi bersama akan ada jalan keluarnya. Ada manisnya cinta bersama kepahitan hidup. Ada hangatnya sayang yang menggerakkan kehidupan. Sebagaimana ukhuwah menjadi pondasi kokoh keluarga, cinta semakin kokoh seiring masalah yang berhasil diatasi bersama dalam ukhuwah. "Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai", sabda Sang Nabi sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah, "melebihi pernikahan".
Ukhuwah antar ikhwah di daerah akhwat kepala sekolah itu juga mengajari kita. Ukhuwah masih ada. Ia tetap kuat. Jika kita mengeluhkan renggangnya ukhuwah di mihwar muassasi ini, barangkali ukhuwah itu pelan-pelan tercabut dari hati kita sendiri. Jika kita kecewa ukhuwah memudar tidak seperti dulu lagi, barangkali kita yang tak pernah memupuknya dalam jiwa. Ukhuwah itu masih ada. Ia masih kokoh dalam dakwah kita. [Muchlisin]