Baru saja Husni Mubarak “menghabisi” kursi parlemen Ikhwanul Muslimin dengan memenjarakan tokoh dan pendukungnya menjelang dan selama pemil...
Baru saja Husni Mubarak “menghabisi” kursi parlemen Ikhwanul Muslimin dengan memenjarakan tokoh dan pendukungnya menjelang dan selama pemilu, kini Allah “menghabisi” kekuasaannya. Baru saja ia menyiksa aktifis-aktifis gerakan Islam terbesar di muka bumi itu, kini ia “disiksa” oleh ketakutan dan bayang-bayang tuntutan dari aksi massa terbesar dalam sejarah negerinya.
Baru saja diktator yang telah memerintah selama 30 tahun itu membuat makar terhadap harakah Islam, kini Allah “membalasnya” dengan makar yang tak pernah terbayangkan. Ia pun tumbang!
Gerakan dakwah, apapun itu, selama ia berada di atas manhaj Islam dan ikhlas berjuang untuk Islam, sebenarnya ia hidup untuk menolong agama-Nya. Dan itu membawa konsekuensi yang telah digariskan-Nya. Siapa yang menolong agama-Nya, ia akan ditolong oleh-Nya. Intanshurullaaha yanshurkum.
Dalam gerak dakwah seperti itu, bukan berarti perjalanan menjadi mulus tanpa hambatan. Bukan berarti dakwah berhasil mengubah umat tanpa rintangan. Bukan berarti harakah bisa bebas menyuarakan Islam tanpa gesekan. Tribulasi, hambatan, rintangan bahkan menjadi menu sehari-hari yang akan dihadapi oleh dakwah. Ini sunnatullah. Dan ini pula yang terjadi pada dakwah Rasulullah. Namun dengan pertolongan Allah, seberapa hebat pun tribulasi, seberapa besar pun rintangan, seberapa dahsyat pun hambatan, dakwah tak akan mati. Suatu saat bisa saja ia tersudut. Suatu waktu bisa saja ia tergencet. Tapi tidak mati. Tak kan pernah mati. Mungkin sakit. Mungkin bersembunyi. Mungkin dikejar-kejar. Mungkin diburu. Tapi ia tak pernah mati. Ia hidup. Dan dalam kehidupannya ia terus menyuarakan Islam.
Pertolongan Allah yang membuatnya mampu bertahan. Dan pertolongan Allah pula yang pada akhirnya memenangkannya. Seperti dakwah Rasulullah yang semula terusir dari Makkah, namun kemudian kembali lagi dengan fathu Makkah. Seperti dakwah Musa yang sekian lama dikejar dan diburu Fir’aun hingga laut merah, namun justru di sana taghut itu berakhir riwayatnya. Seperti dakwah Nuh yang 950 tahun didurhakai umatnya, lalu banjir besar menenggelamkan mereka beserta seluruh kesombongannya.
Pertolongan Allah dalam bentuknya yang lain juga ditegaskan-Nya dalam QS. Ali Imran ayat 54; wa makaruu wamakarallaah, wallaahu khairul maakiriin. Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya itu, Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Jika demikian, tak ada alasan bagi harakah Islamiyah untuk takut pada makar musuhnya, meskipun mereka adalah penguasa. Sebab, apa artinya makar mereka dibandingkan dengan makar Allah? “Persamaan lafal yang digunakan di sini,” kata Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an ketika sampai di ayat ini, “yang mengumpulkan antara rencana mereka dan rencana Allah, makar dan rencana, untuk menunjukkan kerendahan makar dan tipu daya mereka apabila berhadapan dengan rencana Allah. Di manakah posisi mereka dibandingkan dengan Allah? Di mana letak tipu daya mereka dibandingkan dengan rencana Allah?”
Seperti halnya Husni Mubarak, segala kekuasaan yang menghadang dakwah dan berupaya menebar makar untuk menghancurkannya pada akhirnya akan runtuh. Maka, tak ada hikmah besar dari peristiwa ini melainkan semakin mengokohkan jiwa aktifis dakwah dan harakah Islam, bahwa mereka harus tetap bergerak. Betapapun sulitnya. Betatapun besar rintangannya. Dan Allah yang akan menolong mereka. Karena, “langkah pertama dalam mencapai kejayaan Islam,” kata Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Fiqh Tamkin wa An-Nashr, “adalah memperkenalkan Islam dan mendakwahkannya.” Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin]
Baru saja diktator yang telah memerintah selama 30 tahun itu membuat makar terhadap harakah Islam, kini Allah “membalasnya” dengan makar yang tak pernah terbayangkan. Ia pun tumbang!
Gerakan dakwah, apapun itu, selama ia berada di atas manhaj Islam dan ikhlas berjuang untuk Islam, sebenarnya ia hidup untuk menolong agama-Nya. Dan itu membawa konsekuensi yang telah digariskan-Nya. Siapa yang menolong agama-Nya, ia akan ditolong oleh-Nya. Intanshurullaaha yanshurkum.
Dalam gerak dakwah seperti itu, bukan berarti perjalanan menjadi mulus tanpa hambatan. Bukan berarti dakwah berhasil mengubah umat tanpa rintangan. Bukan berarti harakah bisa bebas menyuarakan Islam tanpa gesekan. Tribulasi, hambatan, rintangan bahkan menjadi menu sehari-hari yang akan dihadapi oleh dakwah. Ini sunnatullah. Dan ini pula yang terjadi pada dakwah Rasulullah. Namun dengan pertolongan Allah, seberapa hebat pun tribulasi, seberapa besar pun rintangan, seberapa dahsyat pun hambatan, dakwah tak akan mati. Suatu saat bisa saja ia tersudut. Suatu waktu bisa saja ia tergencet. Tapi tidak mati. Tak kan pernah mati. Mungkin sakit. Mungkin bersembunyi. Mungkin dikejar-kejar. Mungkin diburu. Tapi ia tak pernah mati. Ia hidup. Dan dalam kehidupannya ia terus menyuarakan Islam.
Pertolongan Allah yang membuatnya mampu bertahan. Dan pertolongan Allah pula yang pada akhirnya memenangkannya. Seperti dakwah Rasulullah yang semula terusir dari Makkah, namun kemudian kembali lagi dengan fathu Makkah. Seperti dakwah Musa yang sekian lama dikejar dan diburu Fir’aun hingga laut merah, namun justru di sana taghut itu berakhir riwayatnya. Seperti dakwah Nuh yang 950 tahun didurhakai umatnya, lalu banjir besar menenggelamkan mereka beserta seluruh kesombongannya.
Pertolongan Allah dalam bentuknya yang lain juga ditegaskan-Nya dalam QS. Ali Imran ayat 54; wa makaruu wamakarallaah, wallaahu khairul maakiriin. Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya itu, Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Jika demikian, tak ada alasan bagi harakah Islamiyah untuk takut pada makar musuhnya, meskipun mereka adalah penguasa. Sebab, apa artinya makar mereka dibandingkan dengan makar Allah? “Persamaan lafal yang digunakan di sini,” kata Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an ketika sampai di ayat ini, “yang mengumpulkan antara rencana mereka dan rencana Allah, makar dan rencana, untuk menunjukkan kerendahan makar dan tipu daya mereka apabila berhadapan dengan rencana Allah. Di manakah posisi mereka dibandingkan dengan Allah? Di mana letak tipu daya mereka dibandingkan dengan rencana Allah?”
Seperti halnya Husni Mubarak, segala kekuasaan yang menghadang dakwah dan berupaya menebar makar untuk menghancurkannya pada akhirnya akan runtuh. Maka, tak ada hikmah besar dari peristiwa ini melainkan semakin mengokohkan jiwa aktifis dakwah dan harakah Islam, bahwa mereka harus tetap bergerak. Betapapun sulitnya. Betatapun besar rintangannya. Dan Allah yang akan menolong mereka. Karena, “langkah pertama dalam mencapai kejayaan Islam,” kata Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Fiqh Tamkin wa An-Nashr, “adalah memperkenalkan Islam dan mendakwahkannya.” Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin]