Pada tahun 1983, Ajahn Brahm, seorang biksu yang kini buku-bukunya menjadi best seller internasional dan telah diterjemahkan dalam 20 bahas...
Pada tahun 1983, Ajahn Brahm, seorang biksu yang kini buku-bukunya menjadi best seller internasional dan telah diterjemahkan dalam 20 bahasa, menjadi tukang batu untuk membangun wiharanya sendiri. Saat itu, ia dan kawan-kawannya tidak memiliki uang untuk membayar tukang.
Akhirnya, selesai juga karya pertama Ajahn Brahm; sebuah tembok telah berdiri. Namun ketika diamatinya, ternyata ia keliru menyusun dua batu bata. Miring, jelek, dan “merusak” keseluruhan tembok. Karena semennya terlanjur mengeras, ia tak bisa mencabut dua batu bata itu. Ia berniat merobohkan tembok itu, namun kepala wihara tidak mengizinkan.
Setiap ada pengunjung yang datang berkeliling, Ajahn Brahm selalu menghindarkan mereka dari tembok bata yang dibuatnya. Hingga 3-4 bulan kemudian seorang pengunjung melihatnya.
“Itu tembok yang indah,” kata pengunjung itu dengan santai.
“Pak,” jawab Ajahn Brahm sebagaimana ditulis dalam bukunya Opening the Door of Your Heart, “apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan Anda sedang terganggu? Tidakkah Anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?”
“Ya, saya bisa melihat dua batu bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus.”
Jawaban ini membuat Ajahn Brahm untuk pertama kalinya bisa melihat batu bata lainnya selain dua batu bata jelek itu. Di atas, di bawah, di kanan, dan di kiri dua batu bata jelek itu adalah batu bata yang bagus. Jumlah batu bata sempurna jauh lebih banyak. Selama ini ia hanya berfokus pada dua batu bata jelek. Karenanya ia tidak mampu melihat tembok yang indah. Karenanya ia tidak ingin orang lain melihat tembok itu. Dan karenanya ia ingin menghancurkannya.
Bisa jadi harakah Islam seperti tembok itu. Allah SWT juga mengibaratkan amal jama’i kaum muslimin laksana bangunan yang kokoh. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berpengang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh,” demikian firman Allah dalam surat Ash-Shaf ayat keempat.
Ibarat bangunan atau tembok, bisa jadi dalam sebuah harakah Islam ada satu atau dua "batu bata" yang jelek. Karena harakah Islam bukanlah kumpulan malaikat, melainkan kumpulan para manusia, pastilah ia tidak bisa sempurna. Ada kekurangan, ada kelemahan. Kadang-kadang ada kader yang bermasalah. Batu bata yang jelek.
Jika kita fokus pada kekurangan, mungkin kita akan kehilangan pandangan dari kelebihan di kanan, di kiri, di atas, di bawah kekurangan itu. Jika kita fokus pada kekurangan atau hanya melihat "batu bata" yang jelek, bisa jadi kita akan melupakan semua kebaikan harakah. Jadilah kita kecewa, jadilah kita futur, atau bahkan kita ingin menghancurkan "bangunan" harakah itu.
Kita mungkin tidak sadar bahwa setiap harakah atau jama'ah juga memiliki kekurangan. Bahkan menurut pengakuan ahli bangunan yang menceritakan tentang rahasia profesinya, tahulah kita kalau ternyata setiap bangunan tidak lepas dari cacat. "Kami para tukang bangunan selalu membuat kesalahan," kata tukang kayu dalam Opening the Door of Your Heart, "tetapi kami bilang ke pelanggan kami bahwa itu adalah 'ciri uni' yang tiada duanya di rumah-rumah tetangga. Lalu kami menagih biaya tambahan ribuan dolar!"
Maka berpindah-pindah harakah untuk menemukan harakah yang tanpa cacat hanya akan melahirkan kekecewaan. Sepanjang kita masih fokus pada "batu bata" jelek. Yang lebih menyedihkan, jika kemudian kita sampai pada keputus asaan. Ternyata semua harakah tidak ada yang ideal, semuanya adalah "tembok jelek". Lalu kita pun futur, insilakh... lalu larut dalam kesendirian dan dengan mudahnya menjadi mangsa "serigala" peradaban.
Itu menjadi bahaya besar yang menanti seseorang yang berfokus pada "batu bata" jelek. Akhirnya justru mengkhianati cita-cita awalnya yang begitu mulia, bahwa ia ingin menegakkan Islam. Padahal, "seorang muslim tidak mungkin membangun individu," tegas Sayyid Quthb dalam Fi Zilalil Qur'an ketika menafsirkan ayat di atas, "melainkan dia harus berada dalam koridor jamaah."
"Islam itu tidak mungkin berdiri melainkan dalam jaringan jamaah yang terorganisasi rapi dan terikat dengan kokoh, memiliki sistem dan memiliki sasaran jamaah yang bergantung dalam waktu yang bersamaan kepada setiap individu di dalamnya. Sasaran itu adalah mendirikan manhaj Ilahi dalam nurani dan dalam amal perbuatan bersama pendiriannnya di dunia ini. Dan, manhaj Ilahi itu tidak mungkin tegak dan berdiri di dunia ini melainkan di tengah masyarakat yang hidup dan bergerak, beramal dan menghasilkan dalam batasan-batasan manhaj Ilahi itu."
Selanjutnya, mendapati kekurangan harakah, seharusnya seorang aktifis menjadikannya sebagai trigger perbaikan. Belajar dari kesalahan lama agar tidak timbul kesalahan serupa. Seperti tukang yang terlanjur keliru menyusun batu bata jelek, ia belajar dari sana agar tidak membuat kesalahan serupa pada tembok baru yang dibangunnya. Wallaahu a'lam bish shawab. [Muchlisin]
Akhirnya, selesai juga karya pertama Ajahn Brahm; sebuah tembok telah berdiri. Namun ketika diamatinya, ternyata ia keliru menyusun dua batu bata. Miring, jelek, dan “merusak” keseluruhan tembok. Karena semennya terlanjur mengeras, ia tak bisa mencabut dua batu bata itu. Ia berniat merobohkan tembok itu, namun kepala wihara tidak mengizinkan.
Setiap ada pengunjung yang datang berkeliling, Ajahn Brahm selalu menghindarkan mereka dari tembok bata yang dibuatnya. Hingga 3-4 bulan kemudian seorang pengunjung melihatnya.
“Itu tembok yang indah,” kata pengunjung itu dengan santai.
“Pak,” jawab Ajahn Brahm sebagaimana ditulis dalam bukunya Opening the Door of Your Heart, “apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan Anda sedang terganggu? Tidakkah Anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?”
“Ya, saya bisa melihat dua batu bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus.”
Jawaban ini membuat Ajahn Brahm untuk pertama kalinya bisa melihat batu bata lainnya selain dua batu bata jelek itu. Di atas, di bawah, di kanan, dan di kiri dua batu bata jelek itu adalah batu bata yang bagus. Jumlah batu bata sempurna jauh lebih banyak. Selama ini ia hanya berfokus pada dua batu bata jelek. Karenanya ia tidak mampu melihat tembok yang indah. Karenanya ia tidak ingin orang lain melihat tembok itu. Dan karenanya ia ingin menghancurkannya.
Bisa jadi harakah Islam seperti tembok itu. Allah SWT juga mengibaratkan amal jama’i kaum muslimin laksana bangunan yang kokoh. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berpengang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh,” demikian firman Allah dalam surat Ash-Shaf ayat keempat.
Ibarat bangunan atau tembok, bisa jadi dalam sebuah harakah Islam ada satu atau dua "batu bata" yang jelek. Karena harakah Islam bukanlah kumpulan malaikat, melainkan kumpulan para manusia, pastilah ia tidak bisa sempurna. Ada kekurangan, ada kelemahan. Kadang-kadang ada kader yang bermasalah. Batu bata yang jelek.
Jika kita fokus pada kekurangan, mungkin kita akan kehilangan pandangan dari kelebihan di kanan, di kiri, di atas, di bawah kekurangan itu. Jika kita fokus pada kekurangan atau hanya melihat "batu bata" yang jelek, bisa jadi kita akan melupakan semua kebaikan harakah. Jadilah kita kecewa, jadilah kita futur, atau bahkan kita ingin menghancurkan "bangunan" harakah itu.
Kita mungkin tidak sadar bahwa setiap harakah atau jama'ah juga memiliki kekurangan. Bahkan menurut pengakuan ahli bangunan yang menceritakan tentang rahasia profesinya, tahulah kita kalau ternyata setiap bangunan tidak lepas dari cacat. "Kami para tukang bangunan selalu membuat kesalahan," kata tukang kayu dalam Opening the Door of Your Heart, "tetapi kami bilang ke pelanggan kami bahwa itu adalah 'ciri uni' yang tiada duanya di rumah-rumah tetangga. Lalu kami menagih biaya tambahan ribuan dolar!"
Maka berpindah-pindah harakah untuk menemukan harakah yang tanpa cacat hanya akan melahirkan kekecewaan. Sepanjang kita masih fokus pada "batu bata" jelek. Yang lebih menyedihkan, jika kemudian kita sampai pada keputus asaan. Ternyata semua harakah tidak ada yang ideal, semuanya adalah "tembok jelek". Lalu kita pun futur, insilakh... lalu larut dalam kesendirian dan dengan mudahnya menjadi mangsa "serigala" peradaban.
Itu menjadi bahaya besar yang menanti seseorang yang berfokus pada "batu bata" jelek. Akhirnya justru mengkhianati cita-cita awalnya yang begitu mulia, bahwa ia ingin menegakkan Islam. Padahal, "seorang muslim tidak mungkin membangun individu," tegas Sayyid Quthb dalam Fi Zilalil Qur'an ketika menafsirkan ayat di atas, "melainkan dia harus berada dalam koridor jamaah."
"Islam itu tidak mungkin berdiri melainkan dalam jaringan jamaah yang terorganisasi rapi dan terikat dengan kokoh, memiliki sistem dan memiliki sasaran jamaah yang bergantung dalam waktu yang bersamaan kepada setiap individu di dalamnya. Sasaran itu adalah mendirikan manhaj Ilahi dalam nurani dan dalam amal perbuatan bersama pendiriannnya di dunia ini. Dan, manhaj Ilahi itu tidak mungkin tegak dan berdiri di dunia ini melainkan di tengah masyarakat yang hidup dan bergerak, beramal dan menghasilkan dalam batasan-batasan manhaj Ilahi itu."
Selanjutnya, mendapati kekurangan harakah, seharusnya seorang aktifis menjadikannya sebagai trigger perbaikan. Belajar dari kesalahan lama agar tidak timbul kesalahan serupa. Seperti tukang yang terlanjur keliru menyusun batu bata jelek, ia belajar dari sana agar tidak membuat kesalahan serupa pada tembok baru yang dibangunnya. Wallaahu a'lam bish shawab. [Muchlisin]