Mohammad Al-Khady dalam buku Renew Your Marriage mengisahkan seorang temannya yang merasakan “mukjizat” kamar tidur. Lelaki itu bersepak...
Mohammad Al-Khady dalam buku Renew Your Marriage mengisahkan seorang temannya yang merasakan “mukjizat” kamar tidur. Lelaki itu bersepakat dengan istrinya untuk tidak pernah membawa masalah ke tempat tidur mereka.
“Hendaknya kita menjaga kamar tidur dari berbagai pertentangan ataupun masalah,” kata sang suami, disetujui istrinya.
Seperti halnya rumah tangga lain, rumah tangga mereka juga tidak selamanya bebas masalah. Mereka pernah bertengkar, suami pernah marah pada istri, istrinya juga pernah marah pada suami.
“Namun di kala kami memasuki kamar tidur,” lanjut sang suami, “semua pertengkaran dan marah itu sirna, seolah tak terjadi apa-apa diantara kami.”
“Pagi harinya di saat kami terbangun, kami pun sudah lupa dengan pertengkaran kami,” pungkasnya.
Anda para suami dan istri juga bisa membangun kesepakan serupa, lalu merasakan “mukjizat” yang sama.
Satu hal yang perlu dipahami oleh suami maupun istri adalah, bahwa keluarga bahagia bukanlah keluarga tanpa masalah. Maka di dalam hati istri dan suami, keduanya menyisakan ruang untuk masalah yang mungkin timbul. Dengan adanya ruang itu, suami dan istri mampu menampung masalah yang terjadi, tidak depresi apalagi menyikapi sedikit masalah dengan bercerai. Na’udzubillah.
Bahkan keluarga Rasulullah pun pernah didera masalah. Aisyah pernah cemburu hingga membuat jatuh nampan berisi makanan dari istri lainnya yang diantar oleh pembantunya. Rasulullah juga pernah dibuat “susah” oleh istri-istrinya yang cemburu kepada Zainab binti Jahsy karena di sana Rasulullah dijamu madu. Demi “berdamai” dengan istri-istrinya itu, Rasulullah sempat mengharamkan madu untuk dirinya sendiri. Namun kemudian Allah mengingatkannya dengan menurunkan surat At-Tahrim.
Rasulullah bahkan pernah dituntut oleh istri-istrinya untuk menaikkan nafkah kepada mereka, lalu Allah member petunjuk apakah tetap dengan kezuhudan dalam keluarga Rasulullah atau diberi harta yang banyak tapi dicerai. Mereka pun memilih tetap bersama Rasulullah.
Menyadari masalah bisa timbul, suami istri kemudian perlu mekanisme untuk menyelesaikannya. Salah satunya, dengan tidak memperlama masalah dan membuat masalah kecil segera diselesaikan. Mensterilkan kamar tidur dari masalah bisa menjadi alternatifnya. Biarkan kehangatan dan kemesraan di sana menggilas masalah-masalah itu hingga tak tersisa. Dan ternyata, cara itu bukan hanya diterapkan teman Mohammad Al-Khady.
“Apapun masalah yang kami alami,” seorang suami menuturkan, “atau berselisih dalam berbagai hal, setelah aktifitas di kamar tidur segalanya menjadi lebih baik, yang hadir kemudian adalah senyuman.”
Mengapa? Sebab di kamar tidur, kadar mawaddah bisa bertambah. Di kamar tidur, kepuasan biologis dan ketenangan psikis bisa didapatkan. Di saat seperti itu, dada semakin lapang. Jiwa makin luas menerima pasangan. Dan suami istri lebih mudah saling memaafkan.
Mungkin karena pentingnya urusan kamar tidur inilah, ia menjadi salah satu “terapi” dalam Islam jika istri melakukan pelanggaran atau durhaka. Namun, ia bukan langkah pertama, melainkan langkah berikutnya. Yakni langkah mengingatkan atau nasehat tak lagi berguna, barulah istri dibiarkan sendiri di tempat tidurnya.
Maka jika malam tiba
Berhiaslah untuknya
Bilik cinta adalah istana dua jiwa
Peraduan selaksa pesona
Hanya ada cumbu canda dan kasih mesra
Lalu biarlah ia menyapu sgala problema
Wallaahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]
“Hendaknya kita menjaga kamar tidur dari berbagai pertentangan ataupun masalah,” kata sang suami, disetujui istrinya.
Seperti halnya rumah tangga lain, rumah tangga mereka juga tidak selamanya bebas masalah. Mereka pernah bertengkar, suami pernah marah pada istri, istrinya juga pernah marah pada suami.
“Namun di kala kami memasuki kamar tidur,” lanjut sang suami, “semua pertengkaran dan marah itu sirna, seolah tak terjadi apa-apa diantara kami.”
“Pagi harinya di saat kami terbangun, kami pun sudah lupa dengan pertengkaran kami,” pungkasnya.
Anda para suami dan istri juga bisa membangun kesepakan serupa, lalu merasakan “mukjizat” yang sama.
Satu hal yang perlu dipahami oleh suami maupun istri adalah, bahwa keluarga bahagia bukanlah keluarga tanpa masalah. Maka di dalam hati istri dan suami, keduanya menyisakan ruang untuk masalah yang mungkin timbul. Dengan adanya ruang itu, suami dan istri mampu menampung masalah yang terjadi, tidak depresi apalagi menyikapi sedikit masalah dengan bercerai. Na’udzubillah.
Bahkan keluarga Rasulullah pun pernah didera masalah. Aisyah pernah cemburu hingga membuat jatuh nampan berisi makanan dari istri lainnya yang diantar oleh pembantunya. Rasulullah juga pernah dibuat “susah” oleh istri-istrinya yang cemburu kepada Zainab binti Jahsy karena di sana Rasulullah dijamu madu. Demi “berdamai” dengan istri-istrinya itu, Rasulullah sempat mengharamkan madu untuk dirinya sendiri. Namun kemudian Allah mengingatkannya dengan menurunkan surat At-Tahrim.
Rasulullah bahkan pernah dituntut oleh istri-istrinya untuk menaikkan nafkah kepada mereka, lalu Allah member petunjuk apakah tetap dengan kezuhudan dalam keluarga Rasulullah atau diberi harta yang banyak tapi dicerai. Mereka pun memilih tetap bersama Rasulullah.
Menyadari masalah bisa timbul, suami istri kemudian perlu mekanisme untuk menyelesaikannya. Salah satunya, dengan tidak memperlama masalah dan membuat masalah kecil segera diselesaikan. Mensterilkan kamar tidur dari masalah bisa menjadi alternatifnya. Biarkan kehangatan dan kemesraan di sana menggilas masalah-masalah itu hingga tak tersisa. Dan ternyata, cara itu bukan hanya diterapkan teman Mohammad Al-Khady.
“Apapun masalah yang kami alami,” seorang suami menuturkan, “atau berselisih dalam berbagai hal, setelah aktifitas di kamar tidur segalanya menjadi lebih baik, yang hadir kemudian adalah senyuman.”
Mengapa? Sebab di kamar tidur, kadar mawaddah bisa bertambah. Di kamar tidur, kepuasan biologis dan ketenangan psikis bisa didapatkan. Di saat seperti itu, dada semakin lapang. Jiwa makin luas menerima pasangan. Dan suami istri lebih mudah saling memaafkan.
Mungkin karena pentingnya urusan kamar tidur inilah, ia menjadi salah satu “terapi” dalam Islam jika istri melakukan pelanggaran atau durhaka. Namun, ia bukan langkah pertama, melainkan langkah berikutnya. Yakni langkah mengingatkan atau nasehat tak lagi berguna, barulah istri dibiarkan sendiri di tempat tidurnya.
Maka jika malam tiba
Berhiaslah untuknya
Bilik cinta adalah istana dua jiwa
Peraduan selaksa pesona
Hanya ada cumbu canda dan kasih mesra
Lalu biarlah ia menyapu sgala problema
Wallaahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]