Allah memanggilnya pada 21 Mei 2011 silam. Genap setahun sudah ia pergi meninggalkan kita, namun sangat banyak saham kebajikan dan jeja...
Allah memanggilnya pada 21 Mei 2011 silam. Genap setahun sudah ia pergi meninggalkan kita, namun sangat banyak saham kebajikan dan jejak kebaikan untuk kita teladani bersama.
"..sebagai apa pun kita adalah on mission untuk menyampaikan risalah dakwah ini dan dakwah kita semakin banyak diminati oleh orang lain dan kerja kita semakin ringan tentunya dengan banyaknya pendukung-pendukung dakwah ini. Dan insya Allah diri kita akan bertemu di surga," kata Yoyoh Yusroh dalam video taujih terakhirnya. Ia seakan menjadi salam perpisahan kepada seluruh kader dakwah.
On mission, kata itu sangat tepat untuk menggambarkan kiprah daiyah ini. Dalam berbagai peran hidupnya ia membingkainya dengan misi dakwah; sebagai istri bagi suaminya, sebagai ibu bagi 13 putra-putrinya, sebagai qiyadah bagi kader dakwah, sebagai daiyah, dan sebagai politisi Muslimah. Ia mengukir sejarahnya dengan indah laksana permata.
“Ketika kita menghadapi anak-anak, anggap saja kita sedang duduk di taman bunga. Lihatlah perilaku anak-anak kita, semuanya indah. Walaupun ada bunga yang layu, tetap masih ada bunga yang mekar, masih ada yang berwarna-warni” kata-kata Yoyoh Yusroh yang dikutip dalam buku Langkah Cinta untuk Keluarga itu menggambarkan betapa luarbiasanya ibu dari 13 putra-putrinya itu. Maka tak heran jika mereka tumbuh shalih-shalihah dan berprestasi, sebab sang ibunda membersamainya dengan cinta sejak dini. Kesibukan sebagai anggota DPR tak mengurangi kualitas cinta dan kasih sayangnya kepada mereka. Paradigma keibuannya adalah: "Investasi terbesar bukanlah harta, tetapi investasi dunia akhirat adalah anak-anak yang tumbuh menjadi shalih, cerdas, dan bermanfaat bagi sesama."
Sebagai daiyah, Yoyoh Yusroh bukan saja kaya prestasi seperti mendapatkan penghargaan International Muslim Women Union (IMWU) tahun 2000, International Muslim Women Union (IMWU) tahun 2003, dan Mubaligh National dari Departemen Agama RI tahun 2001. Ia juga memiliki kemampuan hebat untuk menyentuh hati mad'unya. Seorang penulis memberikan kesaksian, "entah berapa banyak unta merah-unta merah yang telah memenuhi lembahnya di surga (insya Allah)."
Mengapa kata-kata ibunda Yoyoh Yusroh seperti magnet yang bahkan mampu menarik teman separlemen untuk menerima dakwahnya? Ternyata keterjagaan ruhiyah adalah rahasianya. Ada dua amalan yang tidak pernah beliau tinggalkan, yaitu qiyamul lail dan tilawah minimal dua juz sehari.
Ada banyak orang yang setelah meninggal langsung dilupakan orang. "Apa artinya usia panjang namun tanpa isi," kata Ustadz Rahmat Abdullah, teman seperjuangan Ustadzah yoyoh Yusroh, "sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa tiga baris kata yang dipahatkan di nisan kita : 'Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian'".
Jika banyak orang yang sejarahnya hanya ditulis tiga baris, sedikitnya terbit tiga buku tak lama setelah kepergian Yoyoh Yusroh, untuk mengenang sejarah dan kiprahnya. Kita yang ingin meneladani beliau, terutama para muslimah, para akhwat daiyah, perlu membaca buku-buku itu: Yoyoh Yusroh Mutiara yang Telah Tiada, Langkah Cinta untuk Keluarga, dan Langkah Cinta untuk Indonesia.
Semoga kita mampu meneladani kebaikan sang permata ini dan meneruskan perjuangannya. Lalu kita berharap seperti salam perpisahan dalam video taujih terakhirnya: "insya Allah diri kita akan bertemu di surga." [Muchlisin]
"..sebagai apa pun kita adalah on mission untuk menyampaikan risalah dakwah ini dan dakwah kita semakin banyak diminati oleh orang lain dan kerja kita semakin ringan tentunya dengan banyaknya pendukung-pendukung dakwah ini. Dan insya Allah diri kita akan bertemu di surga," kata Yoyoh Yusroh dalam video taujih terakhirnya. Ia seakan menjadi salam perpisahan kepada seluruh kader dakwah.
On mission, kata itu sangat tepat untuk menggambarkan kiprah daiyah ini. Dalam berbagai peran hidupnya ia membingkainya dengan misi dakwah; sebagai istri bagi suaminya, sebagai ibu bagi 13 putra-putrinya, sebagai qiyadah bagi kader dakwah, sebagai daiyah, dan sebagai politisi Muslimah. Ia mengukir sejarahnya dengan indah laksana permata.
“Ketika kita menghadapi anak-anak, anggap saja kita sedang duduk di taman bunga. Lihatlah perilaku anak-anak kita, semuanya indah. Walaupun ada bunga yang layu, tetap masih ada bunga yang mekar, masih ada yang berwarna-warni” kata-kata Yoyoh Yusroh yang dikutip dalam buku Langkah Cinta untuk Keluarga itu menggambarkan betapa luarbiasanya ibu dari 13 putra-putrinya itu. Maka tak heran jika mereka tumbuh shalih-shalihah dan berprestasi, sebab sang ibunda membersamainya dengan cinta sejak dini. Kesibukan sebagai anggota DPR tak mengurangi kualitas cinta dan kasih sayangnya kepada mereka. Paradigma keibuannya adalah: "Investasi terbesar bukanlah harta, tetapi investasi dunia akhirat adalah anak-anak yang tumbuh menjadi shalih, cerdas, dan bermanfaat bagi sesama."
Sebagai daiyah, Yoyoh Yusroh bukan saja kaya prestasi seperti mendapatkan penghargaan International Muslim Women Union (IMWU) tahun 2000, International Muslim Women Union (IMWU) tahun 2003, dan Mubaligh National dari Departemen Agama RI tahun 2001. Ia juga memiliki kemampuan hebat untuk menyentuh hati mad'unya. Seorang penulis memberikan kesaksian, "entah berapa banyak unta merah-unta merah yang telah memenuhi lembahnya di surga (insya Allah)."
Mengapa kata-kata ibunda Yoyoh Yusroh seperti magnet yang bahkan mampu menarik teman separlemen untuk menerima dakwahnya? Ternyata keterjagaan ruhiyah adalah rahasianya. Ada dua amalan yang tidak pernah beliau tinggalkan, yaitu qiyamul lail dan tilawah minimal dua juz sehari.
Ada banyak orang yang setelah meninggal langsung dilupakan orang. "Apa artinya usia panjang namun tanpa isi," kata Ustadz Rahmat Abdullah, teman seperjuangan Ustadzah yoyoh Yusroh, "sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa tiga baris kata yang dipahatkan di nisan kita : 'Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian'".
Jika banyak orang yang sejarahnya hanya ditulis tiga baris, sedikitnya terbit tiga buku tak lama setelah kepergian Yoyoh Yusroh, untuk mengenang sejarah dan kiprahnya. Kita yang ingin meneladani beliau, terutama para muslimah, para akhwat daiyah, perlu membaca buku-buku itu: Yoyoh Yusroh Mutiara yang Telah Tiada, Langkah Cinta untuk Keluarga, dan Langkah Cinta untuk Indonesia.
Semoga kita mampu meneladani kebaikan sang permata ini dan meneruskan perjuangannya. Lalu kita berharap seperti salam perpisahan dalam video taujih terakhirnya: "insya Allah diri kita akan bertemu di surga." [Muchlisin]