Kata “cinta” pasti bukan sesuatu yang asing, termasuk bagi muslimah. Bahkan, muslimah lebih sensitif ketika mendengar “cinta” dibandingk...
Kata “cinta” pasti bukan sesuatu yang asing, termasuk bagi muslimah. Bahkan, muslimah lebih sensitif ketika mendengar “cinta” dibandingkan dengan kaum Adam.
Sudah menjadi fitrah, muslimah memiliki jiwa yang lebih lembut, halus dan peka daripada pria. Kelembutan jiwa, kehalusan hati dan kepekaan perasaan itu adalah keistimewaan muslimah. Tetapi tidak jarang, ketiga hal itu juga mendorongnya menjadi salah sikap terhadap cinta.
Ada 3 kondisi cinta yang bisa dialami seorang muslimah.
Pertama, cinta kepada Allah dan cinta kepada apa yang dicintai Allah
Hal ini yang dituntunkan oleh Islam dan dikehendaki Allah. Cinta kepada Allah (mahabbatullah) merupakan cinta yang pertama dan utama. Ia adalah bingkai sekaligus pondasi cinta. Karena cintanya kepada Allah-lah, kemudian muslimah mencintai sesuatu selain-Nya; karena itu perintah Allah, ia cintai karena Allah.
Muslimah mencintai Rasul-Nya, keluarga Rasulullah, dan sahabat Nabi; ia mencintai mereka karena Allah memerintahkannya. Karenanya ia pun mencintai mereka karena Allah.
Muslimah mencintai suaminya, muslimah mencintai orang tuanya, muslimah mencintai anak-anaknya; semuanya untuk Allah dan karena Allah, lillah dan fillah.
Muslimah mencintai dakwah, muslimah mencintai jama’ah dakwah, muslimah mencintai umat Islam; semuanya untuk Allah dan karena Allah, lillah dan fillah.
Cinta yang demikian adalah cinta yang sejati. Yakni mencintai sesuatu yang dicintai Allah, diperintahkan-Nya, atau diizinkan-Nya tanpa melebihi cintanya kepada Allah.
Kedua, mencintai sesuatu dengan kadar yang sama atau lebih besar dengan cinta kepada Allah
Ini adalah cinta yang syirik (mahabbah syirkiyah). Jika seorang muslimah mencintai suaminya sebesar cintanya kepada Allah, maka ini tergolong cinta syirik yang dilarang. Jika seorang muslimah mencintai anaknya sebesar cintanya kepada Allah, maka ini tergolong cinta syirik yang tidak diperbolehkan.
Jika kadarnya sama dengan cinta Allah saja dilarang dan merupakan kesyirikan, maka cinta kepada sesuatu dengan kadar cinta yang lebih besar dari kecintaannya kepada Allah, maka jelas itu lebih tidak diperbolehkan.
Ketiga, mencintai sesuatu yang dibenci oleh Allah
Ini juga cinta yang dilarang. Ketika muslimah melabuhkan cintanya kepada sesuatu yang dibenci Allah ini, sesungguhnya ia telah terperosok kepada sesuatu yang diharamkan.
Misalnya muslimah yang pacaran. Ia mencintai pacarnya. Padahal pacarnya itu tidak halal baginya untuk menyentuh kulitnya, tidak halal bagi mereka untuk berdua-duaan (khalwat), tidak halal bagi mereka untuk bermesraan dan bercumbu ria.
Atau jika muslimah mencintai suatu aktifitas yang dibenci Allah. Misalnya mencintai ghibah atau gosip, dan sejenisnya.
Akhirnya, kita berlindung kepada Allah dari cinta yang salah. Dan memohon kepada Allah untuk mendapatkan cinta yang diridhaiNya saja. []
Sudah menjadi fitrah, muslimah memiliki jiwa yang lebih lembut, halus dan peka daripada pria. Kelembutan jiwa, kehalusan hati dan kepekaan perasaan itu adalah keistimewaan muslimah. Tetapi tidak jarang, ketiga hal itu juga mendorongnya menjadi salah sikap terhadap cinta.
Ada 3 kondisi cinta yang bisa dialami seorang muslimah.
Pertama, cinta kepada Allah dan cinta kepada apa yang dicintai Allah
Hal ini yang dituntunkan oleh Islam dan dikehendaki Allah. Cinta kepada Allah (mahabbatullah) merupakan cinta yang pertama dan utama. Ia adalah bingkai sekaligus pondasi cinta. Karena cintanya kepada Allah-lah, kemudian muslimah mencintai sesuatu selain-Nya; karena itu perintah Allah, ia cintai karena Allah.
Muslimah mencintai Rasul-Nya, keluarga Rasulullah, dan sahabat Nabi; ia mencintai mereka karena Allah memerintahkannya. Karenanya ia pun mencintai mereka karena Allah.
Muslimah mencintai suaminya, muslimah mencintai orang tuanya, muslimah mencintai anak-anaknya; semuanya untuk Allah dan karena Allah, lillah dan fillah.
Muslimah mencintai dakwah, muslimah mencintai jama’ah dakwah, muslimah mencintai umat Islam; semuanya untuk Allah dan karena Allah, lillah dan fillah.
Cinta yang demikian adalah cinta yang sejati. Yakni mencintai sesuatu yang dicintai Allah, diperintahkan-Nya, atau diizinkan-Nya tanpa melebihi cintanya kepada Allah.
Kedua, mencintai sesuatu dengan kadar yang sama atau lebih besar dengan cinta kepada Allah
Ini adalah cinta yang syirik (mahabbah syirkiyah). Jika seorang muslimah mencintai suaminya sebesar cintanya kepada Allah, maka ini tergolong cinta syirik yang dilarang. Jika seorang muslimah mencintai anaknya sebesar cintanya kepada Allah, maka ini tergolong cinta syirik yang tidak diperbolehkan.
Jika kadarnya sama dengan cinta Allah saja dilarang dan merupakan kesyirikan, maka cinta kepada sesuatu dengan kadar cinta yang lebih besar dari kecintaannya kepada Allah, maka jelas itu lebih tidak diperbolehkan.
Ketiga, mencintai sesuatu yang dibenci oleh Allah
Ini juga cinta yang dilarang. Ketika muslimah melabuhkan cintanya kepada sesuatu yang dibenci Allah ini, sesungguhnya ia telah terperosok kepada sesuatu yang diharamkan.
Misalnya muslimah yang pacaran. Ia mencintai pacarnya. Padahal pacarnya itu tidak halal baginya untuk menyentuh kulitnya, tidak halal bagi mereka untuk berdua-duaan (khalwat), tidak halal bagi mereka untuk bermesraan dan bercumbu ria.
Atau jika muslimah mencintai suatu aktifitas yang dibenci Allah. Misalnya mencintai ghibah atau gosip, dan sejenisnya.
Akhirnya, kita berlindung kepada Allah dari cinta yang salah. Dan memohon kepada Allah untuk mendapatkan cinta yang diridhaiNya saja. []