Kutulis cerita ini bukan tuk mencari siapa yang salah. Tapi agar bisa jadi pelajaran bagi saudara-saudaraku khususnya akhwat yang belum men...
Kutulis cerita ini bukan tuk mencari siapa yang salah. Tapi agar bisa jadi pelajaran bagi saudara-saudaraku khususnya akhwat yang belum menikah dan ikhwan yang sudah menikah ataupun belum.
Sebut saja nama penaku Atik. Aku bekerja di sebuah kantor yang terdiri dari banyak departemen. Saat masih berada di departemen A, aku nyantai aja. Beberapa bulan lalu aku dipindah ke departemen B, di bagian front office. Aku bertemu banyak orang, perempuan juga laki-laki. Semuanya berjalan biasa-biasa aja. Sampai suatu saat ada seorang pemuda yang berjenggot yang karena pekerjaan mengharuskan aku berurusan dengannya.
Sebenarnya wajahnya biasa aja. Tak ada yang istimewa dibandingkan dengan banyak laki-laki lain. Selama ini aku juga berusaha menjaga diri. Tetapi ini aneh. Senyum pemuda itu membuatku.. entahlah. Ada getar-getar yang tumbuh di hati. Ia sopan, mungkin ini istimewanya, melebihi banyak orang di kantorku yang umumnya "keras."
Sekali, dua kali, tiga kali, hingga belasan kali aku harus bertemu dengannya membuat segalanya berubah. Ya Allah, aku jatuh cinta. Dan ia ikhwan. Seorang ikhwan. Ia juga sering menjadi imam. Sebelumnya aku tak terlalu memperhatikan karena mushala kantor kami ada hijab kain antara jamaah laki-laki dan perempuan.
Waktu berlalu dan hatiku makin tak menentu. Sulitnya aku tak tahu bagaimana perasannya padaku. Tapi ini tak bisa kubiarkan. Bukankah ada shahabiyah yang berani melamar shahabat nabi? Mungkin aku bisa mencontohnya.
Tapi aku belum berani. Mikir resiko juga. Makanya kuniatkan tuk diskusi dulu dengan temanku, yang telah lebih dulu mengenal pemuda itu.
"Dia sudah menikah," duar. Hatiku kayak kesambar halilintar. "bahkan udah punyak anak lagi," kata Tuti.
Ya Allah... aku mencintai orang yang tlah menikah. Bagaimana ini? Sempat terbetik aku siap menjadi istri kedua. Tapi.. apa istrinya siap dimadu? Bagaimana anaknya yang katanya lucu sekali? Ku tak mampu membayangkan jika aku malah jadi perusak rumah tangga. Astaghfrullah..
Aku yang harus menyerah. Memendam cinta. Menguburnya. Susah. Butuh waktu lama. Tapi tak apalah. Insya Allah aku kuat.
Saudari-saudariku..
Patah hati itu sakit. Memendam cinta yang tlah bersemi itu sakit. Mengubur kembali cinta itu sakit. Jangan sampai kau mengulang kisahku. Saranku, perhatikan terus hatimu. Ikuti saja nasehat murabbiyahmu. Ta'aruf, undangan beredar, baru jatuh cinta. Jangan ikuti perasaanmu meskipun ada lelaki shalih yang baik padamu.
Saudara-saudaraku..
Entah kau belum menikah atau sudah. Jagalah sikapmu. Jangan sering senyum pada muslimah yang belum menikah. Atau kau sengaja memanah hatinya. Lalu ia jatuh hati. Berarti kau melukainya. Berbuat baiklah tapi jaga pergaulanmu. Perkenalkan bahwa kau telah menikah.[]
Sebut saja nama penaku Atik. Aku bekerja di sebuah kantor yang terdiri dari banyak departemen. Saat masih berada di departemen A, aku nyantai aja. Beberapa bulan lalu aku dipindah ke departemen B, di bagian front office. Aku bertemu banyak orang, perempuan juga laki-laki. Semuanya berjalan biasa-biasa aja. Sampai suatu saat ada seorang pemuda yang berjenggot yang karena pekerjaan mengharuskan aku berurusan dengannya.
Sebenarnya wajahnya biasa aja. Tak ada yang istimewa dibandingkan dengan banyak laki-laki lain. Selama ini aku juga berusaha menjaga diri. Tetapi ini aneh. Senyum pemuda itu membuatku.. entahlah. Ada getar-getar yang tumbuh di hati. Ia sopan, mungkin ini istimewanya, melebihi banyak orang di kantorku yang umumnya "keras."
Sekali, dua kali, tiga kali, hingga belasan kali aku harus bertemu dengannya membuat segalanya berubah. Ya Allah, aku jatuh cinta. Dan ia ikhwan. Seorang ikhwan. Ia juga sering menjadi imam. Sebelumnya aku tak terlalu memperhatikan karena mushala kantor kami ada hijab kain antara jamaah laki-laki dan perempuan.
Waktu berlalu dan hatiku makin tak menentu. Sulitnya aku tak tahu bagaimana perasannya padaku. Tapi ini tak bisa kubiarkan. Bukankah ada shahabiyah yang berani melamar shahabat nabi? Mungkin aku bisa mencontohnya.
Tapi aku belum berani. Mikir resiko juga. Makanya kuniatkan tuk diskusi dulu dengan temanku, yang telah lebih dulu mengenal pemuda itu.
"Dia sudah menikah," duar. Hatiku kayak kesambar halilintar. "bahkan udah punyak anak lagi," kata Tuti.
Ya Allah... aku mencintai orang yang tlah menikah. Bagaimana ini? Sempat terbetik aku siap menjadi istri kedua. Tapi.. apa istrinya siap dimadu? Bagaimana anaknya yang katanya lucu sekali? Ku tak mampu membayangkan jika aku malah jadi perusak rumah tangga. Astaghfrullah..
Aku yang harus menyerah. Memendam cinta. Menguburnya. Susah. Butuh waktu lama. Tapi tak apalah. Insya Allah aku kuat.
Saudari-saudariku..
Patah hati itu sakit. Memendam cinta yang tlah bersemi itu sakit. Mengubur kembali cinta itu sakit. Jangan sampai kau mengulang kisahku. Saranku, perhatikan terus hatimu. Ikuti saja nasehat murabbiyahmu. Ta'aruf, undangan beredar, baru jatuh cinta. Jangan ikuti perasaanmu meskipun ada lelaki shalih yang baik padamu.
Saudara-saudaraku..
Entah kau belum menikah atau sudah. Jagalah sikapmu. Jangan sering senyum pada muslimah yang belum menikah. Atau kau sengaja memanah hatinya. Lalu ia jatuh hati. Berarti kau melukainya. Berbuat baiklah tapi jaga pergaulanmu. Perkenalkan bahwa kau telah menikah.[]
Penulis : Atik Purnama
Seorang yang memendam cinta