Siang itu, Masjid Islamic Center menjadi saksi dialog dua hati. Murabbi dan mutarabbi. "Akh, ana siap menikah," kata sang ikh...
Siang itu, Masjid Islamic Center menjadi saksi dialog dua hati. Murabbi dan mutarabbi.
"Akh, ana siap menikah," kata sang ikhwah.
"Baik akhi, kebetulan ada seorang murabbiyah yang memiliki data binaan yang juga siap menikah. Sebenarnya antum sudah kenal dengan akhwat tersebut. Namanya Fulanah."
"Insya Allah saya siap. Yang penting akhwat."
Beberapa hari kemudian, setelah bertemu dengan sejumlah murabbiyah ternyata yang diajukan adalah akhwat yang berbeda. "Ini lebih cocok dengan ikhwan tersebut akh, tarbiyahnya lebih kuat, sebanding dengan ikhwan tersebut," demikian keputusan murabbiyah.
"Akh, ini data dari murabbiyah. Tetapi afwan, bukan akhwat yang saya sebutkan kemarin. Namanya Fulanah"
"Fulanah yang ngajarnya satu lembaga dengan ana?"
"Iya."
"Subhanallah, sebenarnya sebelum mengajukan siap nikah ke antum, ana bermimpi menikah dengan akhwat tersebut. Tetapi ana menepis mimpi itu. Mungkin, hanya karena sering bertemu saja. Ana juga khawatir kalau menikah dengan akhwat satu lembaga dengan ana akan timbul fitnah."
"Alhamdulillah, mungkin sudah jodoh antum akhi. Dan percayalah, takkan ada fitnah seseram yang antum bayangkan. Nanti para murabbi dan murabbiyah yang menjelaskan bahwa bukan antum yang memintanya."
Waktu seakan berjalan begitu cepat. Ta'aruf lancar, orangtua merestui. Khitbah mudah. Penentuan hari pernikahan pun diputuskan. Lalu, undangan beredar... Dan hari ini mereka diikat dengan akad nikah, menjadi sepasang suami istri yang berkomitmen membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Subhanallah... Mimpi beberapa bulan lalu kini menjadi nyata. Dari jauh, murabbi itu membisikkan, kepada ikhwah yang hari ini menikah dan kepada ikhwah lainnya, "Ini menguatkan kita, bahwa jodoh itu di tangan Allah. Jika Allah pada hari ini membuat nyata sebuah mimpi, maka doa-doa kita yang lebih serius akan lebih dikabulkan Allah. Insya Allah." [Abu Nida]