Dear Anis Matta Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada anda, sapaan ini saya maksudkan sebagai pengakraban saja, sebab sejujurnya saya...
Dear Anis Matta
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada anda, sapaan ini saya maksudkan sebagai pengakraban saja, sebab sejujurnya saya mengharapkan pemimpin yang tidak berjarak dari rakyatnya.
Sejak mendengarkan pidato politik saat pengukuhan anda sebagai presiden PKS di Metrotv, saya melihat bahwa anda layak memimpin Indonesia. Anda adalah “semangat baru” bagi kejayaan Indonesia.
Sebagai rakyat kecil, saya memendam pertanyaan yang umum dipendam oleh seluruh anak bangsa, mengapa negara kita yang lautannya kolam susu, daratannya berpasir intan dan berbatu berlian, namun tak jua menemukan kejayaan ?
Berbagai macam sarana kejayaan baik yang berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, sejarah kejayaan masa lalu, keanekaragaman budaya, posisi strategis letak geografi dalam percaturan berbagai kepentingan dunia semua tersedia di sini.
Dulu Gajah Mada mampu menghadirkan kejayaan itu di bumi Nusantara ini. Raden patah dari tlatah Demak Bintoro menegaskan kembali bahwa kejayaan itu memang milik kita. Sekarang pertanyaannya apa bedanya Nusantara pada jaman Gajah Mada dan Raden Patah dengan Indonesia pada jaman kita sehingga kejayaan hanya ada pada jaman mereka?
Kesederhanaan berfikir saya sebagai rakyat kecil menunjuk pada bonggol persoalan yang membuat negara kita tak kunjung berjaya yaitu kepemimpinan. Gajah Mada dan Raden Patah, beliau berdua mempunyai TEKAD yang kuat, bisa MENUNJUKKAN ke mana kita harus bergerak dan mampu MENGGERAKKAN rakyat untuk menuju arah yang telah beliau tunjukkan itu.
Di jaman kita ini tiga poin itu absen dari panggung kepemimpinan bangsa, sehingga sumber daya yang ada tinggallah sumberdaya, karena tidak ada yang MENUNJUKKAN arah, tidak ada yang MENGGERAKKAN akibat tidak ada TEKAD yang kuat untuk berubah.
Memperhatikan kembali pidato anda dalam siaran langsung di Metrotv Jum’at, tanggal 19 April yang lalu saya melihat bahwa tiga poin ini ada pada anda. Maka dengan tegas saya katakan bahwa “Saya rela anda menjadi pemimpin saya untuk memimpin Indonesia”.
Untuk itu ada dua hal yang mesti anda lakukan. Pertama anda harus menunjukkan secara konsisten bahwa apa yang anda katakanan dalam pidato-pidato anda dari berbagai safari politik itu benar-benar matching dengan kehidupan anda. Artinya berbagai wacana yang anda lontarkan itu tidak berjarak dengan fakta di seputar anda, keluarga anda, dan partai anda.
Yang kedua anda mesti bisa meyakinkan media massa bahwa anda bisa membawa Indonesia mendaki tangga demi tangga menuju kejayaan Indonesia sebagaimana keinginan kita bersama. Dan untuk itu anda dan media massa harus bekerja sama dalam jalinan harmoni yang penuh cinta.
Tantangan yang pertama mungkin anda bisa menyelesaikannya dalam detik ini pula, tapi untuk tantangan yang kedua ini adalah tantangan anda yang sebenarnya. Tidak usahlah anda terobsesi Jokowi “untuk melongok got, beli sepatu di kaki lima usai jumatan di Masjid Sunda Kelapa atau tak mau potong rambut di salon menjadi headline media mereka”. Sebab anda punya jalan takdir yang berbeda.
Jalan yang harus anda tempuh mungkin lebih mirip Gatotkaca. Saat baru lahir Tetuka (bayi Gatot Kaca) “dibon” Narada untuk dibawa ke kahyangan yang sedang diserang Kerajaan Trabelasuket di bawah komando Patih Sekipu atas perintah raja Kalapracona yang kepincut bidadari Batari Supraba. Jabang bayi Tetuka berhadapan face to face melawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan terlebih dahulu “Masak melawan bayi kecil sak ndulit begiini” demikian sesumbar Sekipu.
Narada kemudian membesarkan dan mendidik Tetuko dengan cara menceburkan Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya.
Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Tapi mengembangkan pusaka-pusaka tanding berbasis cinta.
Demikian jalan yang ditempuh Raden Gatotkaca. Namun begitu anda tidak perlu mewarisi berbagai pusaka miliknya yang sudah tidak relevan dengan tuntutan keindonesiaan masa kini.
Anda tidak usah mencari Caping Basunanda yang telah menjadikan Raden Gatotkaca tidak kepanasan meski dibawah terik matahari dan tidak kehujanan meski sedang turun hujan. Sebab saat ini yang anda butuhkan justru berpanas-panas dan berhujan-hujan bersama rakyat. Bukan sebaliknya rakyat berpayung panas dan berselimut hujan tapi anda justru menghindari panas dan hujan.
Anda juga tidak perlu berburu pusaka Kotang Antakusuma, yang telah menjadikan Raden Gatotkaca terbang di atas awan, sebab yang anda butuhkan justru berjalan kaki bersama kaki rakyatmu yang mulai terserimpung oleh mahalnya harga bensin.
Anda juga tidak perlu bersemedi untuk mendapatkan Terompah Padakacarma yang telah menjadikan Raden Gatotkaca dapat berjalan dadi awan seperti berjalan di daratan. Sebab anda tidak perlu menjadi orang sakti. Berjalanlah sebagai mana rakyat berjalan, makanlah sebagaimana rakyat makan. Berumahlah sebagaimana rakyat membangun rumahnya.
Bung Anis, dengan jelas saya masih mendengar suara anda ".........Saudara-saudara sekalian, apabila kita merenungi cita-cita ini, saya ingin saudara sekalian menyadari semuanya sejak awal, bahwa ini bukan sekedar target politik. This is beyond politics. Ini lebih dari sekedar politik. Ini adalah misi kemanusiaan. Ini adalah misi peradaban. Dan saya ingin saudara-saudara sekalian, kita meletakkan semua target-target kita untuk malakukan pemenangan pemilu bukan semata-mata sebagai target politik. Tapi lebih dari itu. Itu hanyalah merupakan tangga untuk menunaikan misi kemanusiaan yang kita emban. Dan misi kemanusiaan itu, sekali lagi, dalam sebuah kalimat yang sederhana adalah mengubah Indonesia menjadi sepenggal firdaus.
Saudara-saudara sekalian, kita akan menghabiskan seluruh umur kita untuk menjalankan misi yang suci ini. Kita akan menghabiskan seluruh kekuatan kita untuk menjalankan misi kemanusiaan ini. Dan kita akan menghabiskan seluruh tenaga kita untuk melaksanakan misi kemanuisaan ini. Kita juga akan menghabiskan seluruh pikiran dan perasaan kita untuk misi kemanusiaan ini. Terlepas apakah kita menang atau kalah. Sebab ini adalah misi kemanusiaan dan bukan sekedar politik..........”.
Dan mimpiku tentang kejayaan Indonesia semoga semakin nyata.[]
Dariku
Rakyat kecil di Klaten
(Pak Syam)
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada anda, sapaan ini saya maksudkan sebagai pengakraban saja, sebab sejujurnya saya mengharapkan pemimpin yang tidak berjarak dari rakyatnya.
Sejak mendengarkan pidato politik saat pengukuhan anda sebagai presiden PKS di Metrotv, saya melihat bahwa anda layak memimpin Indonesia. Anda adalah “semangat baru” bagi kejayaan Indonesia.
Sebagai rakyat kecil, saya memendam pertanyaan yang umum dipendam oleh seluruh anak bangsa, mengapa negara kita yang lautannya kolam susu, daratannya berpasir intan dan berbatu berlian, namun tak jua menemukan kejayaan ?
Berbagai macam sarana kejayaan baik yang berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, sejarah kejayaan masa lalu, keanekaragaman budaya, posisi strategis letak geografi dalam percaturan berbagai kepentingan dunia semua tersedia di sini.
Dulu Gajah Mada mampu menghadirkan kejayaan itu di bumi Nusantara ini. Raden patah dari tlatah Demak Bintoro menegaskan kembali bahwa kejayaan itu memang milik kita. Sekarang pertanyaannya apa bedanya Nusantara pada jaman Gajah Mada dan Raden Patah dengan Indonesia pada jaman kita sehingga kejayaan hanya ada pada jaman mereka?
Kesederhanaan berfikir saya sebagai rakyat kecil menunjuk pada bonggol persoalan yang membuat negara kita tak kunjung berjaya yaitu kepemimpinan. Gajah Mada dan Raden Patah, beliau berdua mempunyai TEKAD yang kuat, bisa MENUNJUKKAN ke mana kita harus bergerak dan mampu MENGGERAKKAN rakyat untuk menuju arah yang telah beliau tunjukkan itu.
Di jaman kita ini tiga poin itu absen dari panggung kepemimpinan bangsa, sehingga sumber daya yang ada tinggallah sumberdaya, karena tidak ada yang MENUNJUKKAN arah, tidak ada yang MENGGERAKKAN akibat tidak ada TEKAD yang kuat untuk berubah.
Memperhatikan kembali pidato anda dalam siaran langsung di Metrotv Jum’at, tanggal 19 April yang lalu saya melihat bahwa tiga poin ini ada pada anda. Maka dengan tegas saya katakan bahwa “Saya rela anda menjadi pemimpin saya untuk memimpin Indonesia”.
Untuk itu ada dua hal yang mesti anda lakukan. Pertama anda harus menunjukkan secara konsisten bahwa apa yang anda katakanan dalam pidato-pidato anda dari berbagai safari politik itu benar-benar matching dengan kehidupan anda. Artinya berbagai wacana yang anda lontarkan itu tidak berjarak dengan fakta di seputar anda, keluarga anda, dan partai anda.
Yang kedua anda mesti bisa meyakinkan media massa bahwa anda bisa membawa Indonesia mendaki tangga demi tangga menuju kejayaan Indonesia sebagaimana keinginan kita bersama. Dan untuk itu anda dan media massa harus bekerja sama dalam jalinan harmoni yang penuh cinta.
Tantangan yang pertama mungkin anda bisa menyelesaikannya dalam detik ini pula, tapi untuk tantangan yang kedua ini adalah tantangan anda yang sebenarnya. Tidak usahlah anda terobsesi Jokowi “untuk melongok got, beli sepatu di kaki lima usai jumatan di Masjid Sunda Kelapa atau tak mau potong rambut di salon menjadi headline media mereka”. Sebab anda punya jalan takdir yang berbeda.
Jalan yang harus anda tempuh mungkin lebih mirip Gatotkaca. Saat baru lahir Tetuka (bayi Gatot Kaca) “dibon” Narada untuk dibawa ke kahyangan yang sedang diserang Kerajaan Trabelasuket di bawah komando Patih Sekipu atas perintah raja Kalapracona yang kepincut bidadari Batari Supraba. Jabang bayi Tetuka berhadapan face to face melawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan terlebih dahulu “Masak melawan bayi kecil sak ndulit begiini” demikian sesumbar Sekipu.
Narada kemudian membesarkan dan mendidik Tetuko dengan cara menceburkan Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya.
Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Tapi mengembangkan pusaka-pusaka tanding berbasis cinta.
Demikian jalan yang ditempuh Raden Gatotkaca. Namun begitu anda tidak perlu mewarisi berbagai pusaka miliknya yang sudah tidak relevan dengan tuntutan keindonesiaan masa kini.
Anda tidak usah mencari Caping Basunanda yang telah menjadikan Raden Gatotkaca tidak kepanasan meski dibawah terik matahari dan tidak kehujanan meski sedang turun hujan. Sebab saat ini yang anda butuhkan justru berpanas-panas dan berhujan-hujan bersama rakyat. Bukan sebaliknya rakyat berpayung panas dan berselimut hujan tapi anda justru menghindari panas dan hujan.
Anda juga tidak perlu berburu pusaka Kotang Antakusuma, yang telah menjadikan Raden Gatotkaca terbang di atas awan, sebab yang anda butuhkan justru berjalan kaki bersama kaki rakyatmu yang mulai terserimpung oleh mahalnya harga bensin.
Anda juga tidak perlu bersemedi untuk mendapatkan Terompah Padakacarma yang telah menjadikan Raden Gatotkaca dapat berjalan dadi awan seperti berjalan di daratan. Sebab anda tidak perlu menjadi orang sakti. Berjalanlah sebagai mana rakyat berjalan, makanlah sebagaimana rakyat makan. Berumahlah sebagaimana rakyat membangun rumahnya.
Bung Anis, dengan jelas saya masih mendengar suara anda ".........Saudara-saudara sekalian, apabila kita merenungi cita-cita ini, saya ingin saudara sekalian menyadari semuanya sejak awal, bahwa ini bukan sekedar target politik. This is beyond politics. Ini lebih dari sekedar politik. Ini adalah misi kemanusiaan. Ini adalah misi peradaban. Dan saya ingin saudara-saudara sekalian, kita meletakkan semua target-target kita untuk malakukan pemenangan pemilu bukan semata-mata sebagai target politik. Tapi lebih dari itu. Itu hanyalah merupakan tangga untuk menunaikan misi kemanusiaan yang kita emban. Dan misi kemanusiaan itu, sekali lagi, dalam sebuah kalimat yang sederhana adalah mengubah Indonesia menjadi sepenggal firdaus.
Saudara-saudara sekalian, kita akan menghabiskan seluruh umur kita untuk menjalankan misi yang suci ini. Kita akan menghabiskan seluruh kekuatan kita untuk menjalankan misi kemanusiaan ini. Dan kita akan menghabiskan seluruh tenaga kita untuk melaksanakan misi kemanuisaan ini. Kita juga akan menghabiskan seluruh pikiran dan perasaan kita untuk misi kemanusiaan ini. Terlepas apakah kita menang atau kalah. Sebab ini adalah misi kemanusiaan dan bukan sekedar politik..........”.
Dan mimpiku tentang kejayaan Indonesia semoga semakin nyata.[]
Dariku
Rakyat kecil di Klaten
(Pak Syam)