Mengapa aktifis kiri getol menyuarakan pembekuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam dua hari ini? Orang-orang kiri memang pandai ‘bi...
Mengapa aktifis kiri getol menyuarakan pembekuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam dua hari ini?
Orang-orang kiri memang pandai ‘bicara’ dan menggoreng isu, tetapi mereka tidak punya massa. Ibarat menara gading. Diantara buktinya, mereka kerap mengancam akan mengerahkan ribuan massa saat aksi, tetapi pada hari H hanya segelintir demonstran yang hadir. May Day, meskipun diklaim sebagai aksi mereka sebenarnya adalah bukan. Sebab ada banyak elemen di kalangan buruh, bukan hanya aktifis kiri.
Karena tidak punya massa itulah, mereka tidak bisa berkuasa lewat jalur demokrasi seperti sekarang ini. Partai mereka, PRD misalnya, tidak laku. Tokoh-tokoh kiri kemudian masuk ke rezim. AA menjadi staf khusus, DIS menjadi asisten Menakertrans, dan beberapa lainnya masuk parpol. Misalnya BS, PL dan DJM.
Lalu ke mana aktifis kiri lainnya? Mereka masuk ke lembaga-lembaga anti korupsi, baik milik negara, seperti KPK, maupun LSM. Agendanya adalah mereduksi kepercayaan rakyat terhadap parpol dan sistem demokrasi yang ada. Seluruh parpol menjadi sasaran hantam, sehingga semua terbaca di jelek di media.
Jika rakyat sudah tidak percaya parpol, agenda mereka berikutnya adalah revolusi. Sadar bahwa melalui pemilu takkan bisa menang, kelompok kiri menaruh harapan pada revolusi sebagai jalan menuju kekuasaan.
Anehnya, ICW yang mereka manfaatkan untuk mendorong pembekuan PKS -dengan alasan dialiri dana pencucian uang- ternyata juga diketahui mendapatkan aliran dana dari Bloomberg 47.500 USD. Aliran dana asing yang bertentangan dengan Undang-undang tersebut bisa menjadi dalih pembubaran/pembekuan NGO semacam ICW. Sebaliknya, tuduhan kepada PKS sangat rapuh karena tidak jelas uang siapa, berapa dan kapan yang dicuci dan masuk ke PKS. Berbeda dengan dana Bloomberg yang sudah jelas masuk ke ICW berapa dan kapan waktunya.
Sebenarnya, tuntutan pembekuan PKS yang dilontarkan ICW bukanlah hal pertama. April lalu, tiga LSM mengajukan hal serupa. Yang berbeda adalah alasannya. Jika ICW dua hari ini menyuarakan pembekuan PKS terkait pencucian uang, 3 LSM tersebut melalui Dani Saliswijaya menuntut pembubaran partai Islam itu karena memiliki cukup bukti kuat bahwa PKS salah satu partai politik yang dianggap berbahaya di Indonesia. Alasan boleh berbeda tetapi goal-nya satu: pembekuan PKS.
Mengapa? Sebab mereka takut jika PKS menang, ideologi kiri dan agenda-agendanya akan semakin sulit tumbuh di negeri ini. Bagaimanapun juga, PKS yang merupakan partai Islam dicurigai memperjuangkan hal yang tidak jauh berbeda dari AKP di Turki dan FJP di Mesir. Mengusung agenda perjuangan Islam ketika sudah berkuasa dan memisahkan masyarakat dari sekulerisme. []
Penulis : Jundi Rahman
memadukan analisa Afwan Riyadi di Twitter dan Teuku Zulkhairi di Kompasiana
Orang-orang kiri memang pandai ‘bicara’ dan menggoreng isu, tetapi mereka tidak punya massa. Ibarat menara gading. Diantara buktinya, mereka kerap mengancam akan mengerahkan ribuan massa saat aksi, tetapi pada hari H hanya segelintir demonstran yang hadir. May Day, meskipun diklaim sebagai aksi mereka sebenarnya adalah bukan. Sebab ada banyak elemen di kalangan buruh, bukan hanya aktifis kiri.
Karena tidak punya massa itulah, mereka tidak bisa berkuasa lewat jalur demokrasi seperti sekarang ini. Partai mereka, PRD misalnya, tidak laku. Tokoh-tokoh kiri kemudian masuk ke rezim. AA menjadi staf khusus, DIS menjadi asisten Menakertrans, dan beberapa lainnya masuk parpol. Misalnya BS, PL dan DJM.
Lalu ke mana aktifis kiri lainnya? Mereka masuk ke lembaga-lembaga anti korupsi, baik milik negara, seperti KPK, maupun LSM. Agendanya adalah mereduksi kepercayaan rakyat terhadap parpol dan sistem demokrasi yang ada. Seluruh parpol menjadi sasaran hantam, sehingga semua terbaca di jelek di media.
Jika rakyat sudah tidak percaya parpol, agenda mereka berikutnya adalah revolusi. Sadar bahwa melalui pemilu takkan bisa menang, kelompok kiri menaruh harapan pada revolusi sebagai jalan menuju kekuasaan.
Anehnya, ICW yang mereka manfaatkan untuk mendorong pembekuan PKS -dengan alasan dialiri dana pencucian uang- ternyata juga diketahui mendapatkan aliran dana dari Bloomberg 47.500 USD. Aliran dana asing yang bertentangan dengan Undang-undang tersebut bisa menjadi dalih pembubaran/pembekuan NGO semacam ICW. Sebaliknya, tuduhan kepada PKS sangat rapuh karena tidak jelas uang siapa, berapa dan kapan yang dicuci dan masuk ke PKS. Berbeda dengan dana Bloomberg yang sudah jelas masuk ke ICW berapa dan kapan waktunya.
salah satu sentilan beredar di media sosial |
Sebenarnya, tuntutan pembekuan PKS yang dilontarkan ICW bukanlah hal pertama. April lalu, tiga LSM mengajukan hal serupa. Yang berbeda adalah alasannya. Jika ICW dua hari ini menyuarakan pembekuan PKS terkait pencucian uang, 3 LSM tersebut melalui Dani Saliswijaya menuntut pembubaran partai Islam itu karena memiliki cukup bukti kuat bahwa PKS salah satu partai politik yang dianggap berbahaya di Indonesia. Alasan boleh berbeda tetapi goal-nya satu: pembekuan PKS.
Mengapa? Sebab mereka takut jika PKS menang, ideologi kiri dan agenda-agendanya akan semakin sulit tumbuh di negeri ini. Bagaimanapun juga, PKS yang merupakan partai Islam dicurigai memperjuangkan hal yang tidak jauh berbeda dari AKP di Turki dan FJP di Mesir. Mengusung agenda perjuangan Islam ketika sudah berkuasa dan memisahkan masyarakat dari sekulerisme. []
Penulis : Jundi Rahman
memadukan analisa Afwan Riyadi di Twitter dan Teuku Zulkhairi di Kompasiana