Judul buku : Risalah Kultwit @malakmalakmal #1 Penulis : Akmal Sjafril Penerbit : Afnan Publishing Cetakan ke : I Tahun Terbit : April ...
Judul buku : Risalah Kultwit @malakmalakmal #1
Penulis : Akmal Sjafril
Penerbit : Afnan Publishing
Cetakan ke : I
Tahun Terbit : April 2013
Dimensi : 120 hlm; 14 x 21,5 cm
ISBN : 978-602-17748-0-9
Dalam beberapa tahun terakhir, Twitter telah menjadi medan baru penyebaran pemikiran. Tak terkecuali oleh kalangan Islam liberal. Di sana mereka mencoba mengkontaminasi keyakinan umat Islam dan menjajakan pahamnya. Untungnya, para dai Islam juga masuk ke medan pertempuran yang sama, setelah sebelumnya mampu ‘menggulung’ pemikiran mereka melalui buku, seminar, debat dan sejenisnya.
Salah seorang dai Islam itu adalah Akmal Sjafril. Melalui akun twitternya @malakmalakmal, penulis yang juga peneliti di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini mewarnai twitterland dengan twit-twit khasnya yang membongkar kerancuan pemikiran Islam liberal.
Cukup banyak kultwit yang telah dihasilkan Akmal sejak 2010 lalu. Kultwit-kutwit tersebut sangat bermanfaat bagi umat untuk membendung pemikiran-pemikiran menyimpang, khususnya dari Islam liberal. Nah, buku Risalah Kultwit @malakmalakmal #1 ini adalah kumpulan kultwit hingga Februari 2011. Keunggulannya, karena sudah tidak dibatasi dengan 140 karakter, 14 kultwit dalam buku ini telah ‘disulap’ menjadi tulisan yang lebih enak dibaca dan lebih kaya penjelasan dengan adanya catatan kaki.
Seperti buku sebelumnya, Islam Liberal 101, buku Risalah Kultwit ini juga penuh hujjah; argumentatif dalam mematahkan pemikiran Islam liberal. Misalnya dalam kultwit pertama, #Diin. Dengan bahasa yang mengalir Akmal menjelaskan bahwa diin berasal dari kata yang bermakna seputar “hutang,” membentuk konsep hutang kita kepada Allah, yang harus dibayar dan ditunaikan. Dari kutwit pertama ini kita menjadi paham bahwa diin bukanlah sekedar “agama” atau “religion”. Kesalahan dalam menerjemahkan diin sebagai “agama” menyebabkan munculnya paham-paham yang menyimpang. Sebaliknya, pemahaman yang benar terhadap konsep diin membuat kita dapat dengan jelas mengetahui benturan/pertentangan antara Islam dan sekulerisme.
Jika pemahaman konsep diin diletakkan sebagai bab pertama, sesungguhnya dari sanalah konsep lainnya menginduk. Bagaimana perbedaan Islam dan liberalisme berbeda secara diametral menyikapi aurat misalnya. Ini dijelaskan penulis di kultwit kedua, #Aurat. Atau bagaimana mendudukkan Ahmadiyah yang mendapatkan proporsi cukup besar dalam buku Risalah Kultwit ini. Kalangan liberal yang mengatasnamakan “kebebasan” mengambil sikap membela Ahmadiyah dengan beragam argumen. Sementara di sisi yang berseberangan ada kelompok yang melakukan tindak kekerasan pada kasus Ciekusik. Bagaimana menyikapi Ahmadiyah dikupas oleh penulis dalam kultwit #MenyikapiAhmadiyah. Tetapi, ada dua kultwit lagi tentang Ahmadiyah yang tidak boleh dilewatkan; #Ciekusik dan #AhmadiyahDalamBerita dan #AnalisisAhmadiyah. Penulis bukan saja mengajak kita memahami dasar lahirnya sebuah pemikiran, namun juga mematahkan retorika yang menjadi argumen kalangan liberal membela Ahmadiyah.
Selain kultwit #Diin, ada sejumlah kultwit lain yang membuat kita memahami kesalahan pemikiran Islam liberal dari akarnya. Misalnya kultwit ketiga #GembongLiberal dan kultwit kelima #LiberalisasiIman. Jangan kaget jika pada kultwit #GembongLiberal kita akan menemukan siapa generasi pertama liberal dalam penuturan cerita yang menarik dan kita dapati banyaknya kesamaan dengan generasi Islam liberal pada masa kini. Sedangkan pada kultwit #LiberalisasiIman kita menemukan penjelasan betapa menjadi Islam liberal sesungguhnya adalah melepaskan rukun iman satu per satu.
Akhirnya, buku Risalah Kultwit ini sangat direkomendasikan bagi Anda yang ingin tahu lebih jauh tentang kerapuhan pemikiran Islam liberal dan menjadi salah satu referensi terbaik untuk membendung pemikiran menyimpang itu. [Abu Nida]
Penulis : Akmal Sjafril
Penerbit : Afnan Publishing
Cetakan ke : I
Tahun Terbit : April 2013
Dimensi : 120 hlm; 14 x 21,5 cm
ISBN : 978-602-17748-0-9
Dalam beberapa tahun terakhir, Twitter telah menjadi medan baru penyebaran pemikiran. Tak terkecuali oleh kalangan Islam liberal. Di sana mereka mencoba mengkontaminasi keyakinan umat Islam dan menjajakan pahamnya. Untungnya, para dai Islam juga masuk ke medan pertempuran yang sama, setelah sebelumnya mampu ‘menggulung’ pemikiran mereka melalui buku, seminar, debat dan sejenisnya.
Salah seorang dai Islam itu adalah Akmal Sjafril. Melalui akun twitternya @malakmalakmal, penulis yang juga peneliti di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini mewarnai twitterland dengan twit-twit khasnya yang membongkar kerancuan pemikiran Islam liberal.
Cukup banyak kultwit yang telah dihasilkan Akmal sejak 2010 lalu. Kultwit-kutwit tersebut sangat bermanfaat bagi umat untuk membendung pemikiran-pemikiran menyimpang, khususnya dari Islam liberal. Nah, buku Risalah Kultwit @malakmalakmal #1 ini adalah kumpulan kultwit hingga Februari 2011. Keunggulannya, karena sudah tidak dibatasi dengan 140 karakter, 14 kultwit dalam buku ini telah ‘disulap’ menjadi tulisan yang lebih enak dibaca dan lebih kaya penjelasan dengan adanya catatan kaki.
Seperti buku sebelumnya, Islam Liberal 101, buku Risalah Kultwit ini juga penuh hujjah; argumentatif dalam mematahkan pemikiran Islam liberal. Misalnya dalam kultwit pertama, #Diin. Dengan bahasa yang mengalir Akmal menjelaskan bahwa diin berasal dari kata yang bermakna seputar “hutang,” membentuk konsep hutang kita kepada Allah, yang harus dibayar dan ditunaikan. Dari kutwit pertama ini kita menjadi paham bahwa diin bukanlah sekedar “agama” atau “religion”. Kesalahan dalam menerjemahkan diin sebagai “agama” menyebabkan munculnya paham-paham yang menyimpang. Sebaliknya, pemahaman yang benar terhadap konsep diin membuat kita dapat dengan jelas mengetahui benturan/pertentangan antara Islam dan sekulerisme.
Jika pemahaman konsep diin diletakkan sebagai bab pertama, sesungguhnya dari sanalah konsep lainnya menginduk. Bagaimana perbedaan Islam dan liberalisme berbeda secara diametral menyikapi aurat misalnya. Ini dijelaskan penulis di kultwit kedua, #Aurat. Atau bagaimana mendudukkan Ahmadiyah yang mendapatkan proporsi cukup besar dalam buku Risalah Kultwit ini. Kalangan liberal yang mengatasnamakan “kebebasan” mengambil sikap membela Ahmadiyah dengan beragam argumen. Sementara di sisi yang berseberangan ada kelompok yang melakukan tindak kekerasan pada kasus Ciekusik. Bagaimana menyikapi Ahmadiyah dikupas oleh penulis dalam kultwit #MenyikapiAhmadiyah. Tetapi, ada dua kultwit lagi tentang Ahmadiyah yang tidak boleh dilewatkan; #Ciekusik dan #AhmadiyahDalamBerita dan #AnalisisAhmadiyah. Penulis bukan saja mengajak kita memahami dasar lahirnya sebuah pemikiran, namun juga mematahkan retorika yang menjadi argumen kalangan liberal membela Ahmadiyah.
Selain kultwit #Diin, ada sejumlah kultwit lain yang membuat kita memahami kesalahan pemikiran Islam liberal dari akarnya. Misalnya kultwit ketiga #GembongLiberal dan kultwit kelima #LiberalisasiIman. Jangan kaget jika pada kultwit #GembongLiberal kita akan menemukan siapa generasi pertama liberal dalam penuturan cerita yang menarik dan kita dapati banyaknya kesamaan dengan generasi Islam liberal pada masa kini. Sedangkan pada kultwit #LiberalisasiIman kita menemukan penjelasan betapa menjadi Islam liberal sesungguhnya adalah melepaskan rukun iman satu per satu.
Akhirnya, buku Risalah Kultwit ini sangat direkomendasikan bagi Anda yang ingin tahu lebih jauh tentang kerapuhan pemikiran Islam liberal dan menjadi salah satu referensi terbaik untuk membendung pemikiran menyimpang itu. [Abu Nida]