Isra' dan Mi'raj, keduanya terjadi pada satu malam yang sama. Sebagaimana arti etimologi dari أَسْرَى (berjalan di waktu malam), I...
Isra' dan Mi'raj, keduanya terjadi pada satu malam yang sama. Sebagaimana arti etimologi dari أَسْرَى (berjalan di waktu malam), Isra' adalah perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi'raj dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha.
Sebelum peristiwa Isra' dan Mi'raj, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditinggalkan oleh dua orang yang sangat berperan besar dalam dakwah beliau: Khadijah r.a. dan Abu Thalib. Ummul Mukminin Khadijah r.a. sangat dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Khadijah adalah wanita dan bahkan manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seorang mukminah yang mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah Islam, dan juga seorang istri, yang darinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempunyai anak (keturunan).
Sedangkan Abu Thalib adalah paman beliau. Meskipun tidak masuk Islam, Abu Thalib berjasa besar dalam dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Abu Thalib yang selama ini membela Rasulullah, Abu Thalib yang selama ini pasang badan ketika Quraisy akan mencelakakannya, Abu Thalin yang selama ini membuat orang Quraisy berpikir panjang ketika hendak menyakiti Rasulullah.
Dua orang itu meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam tahun yang sama, selama-lamanya. Karena begitu dalam duka kehilangan itu, ahli sejarah menyebut tahun itu sebagai amul huzni; tahun duka cita.
Duka itu semakin lengkap, manakala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencoba membuka jalur dakwah baru, Thaif. Thaif yang sejuk dan hijau diharapkan menjadi lahan dakwah baru yang mau membuka diri menerima Islam. Namun ternyata, Thaif tidak kalah bengis dalam merespon dakwah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diusir, bahkan disertai dengan cacian dan dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah.
Dalam kesedihan mendalam seperti itulah kemudian Allah SWT meng-isra' mi'raj-kan beliau. Hingga jadilah peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu menjadi tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isra' : 1)
Ayat di atas adalah dalil bagi peristiwa Isra'. Sedangkan untuk mi'raj, Al-Qur'an menyinggungnya dalam QS. An-Najm:
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى * وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى * عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى * عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى * إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى * مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى * لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm : 12-18)
Dalam Isra' dan Mi'raj, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditunjukkan kekuasaan Allah di bumi dan di langit. Bahwa jika Allah berkenan, mudah saja bagi-Nya untuk mempercepat kemenangan dakwah, sebagaimana Allah juga dengan mudah dapat mempercepat perjalanan hamba-Nya; bahkan dengan kecepatan melebihi cahaya.
Allah juga menunjukkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa meskipun untuk sementara dakwahnya ditolak di bumi, ia sangat dimuliakan di langit. Ketika berada di langit, Rasulullah bertemu dengan para Nabi yang semuanya memuliakan beliau.
Dalam hadits yang sangat panjang, Imam Bukhari meriwayatkan Isra' Mi'raj ini. Diantaranya adalah sambutan para Nabi kepada beliau.
قَالَ أَنَسٌ فَذَكَرَ أَنَّهُ وَجَدَ فِى السَّمَوَاتِ آدَمَ وَإِدْرِيسَ وَمُوسَى وَعِيسَى وَإِبْرَاهِيمَ - صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ - وَلَمْ يُثْبِتْ كَيْفَ مَنَازِلُهُمْ ، غَيْرَ أَنَّهُ ذَكَرَ أَنَّهُ وَجَدَ آدَمَ فِى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، وَإِبْرَاهِيمَ فِى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ . قَالَ أَنَسٌ فَلَمَّا مَرَّ جِبْرِيلُ بِالنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - بِإِدْرِيسَ قَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِىِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ . فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا إِدْرِيسُ . ثُمَّ مَرَرْتُ بِمُوسَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِىِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ . قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا مُوسَى . ثُمَّ مَرَرْتُ بِعِيسَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِىِّ الصَّالِحِ . قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا عِيسَى . ثُمَّ مَرَرْتُ بِإِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِىِّ الصَّالِحِ وَالاِبْنِ الصَّالِحِ . قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا إِبْرَاهِيمُ - صلى الله عليه وسلم -
Anas berkata, "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa pada tingkatan langit-langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, 'Isa dan Ibrahim semoga Allah memberi shalawat-Nya kepada mereka. Beliau tidak menceritakan kepadaku keberadaan mereka di langit tersebut, kecuali bahwa beliau bertemu Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam. Ketika Jibril berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia melewati Idris. Maka Idris pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Idris.' Lalu aku berjalan melewati Musa, ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Musa.' Kemudian aku berjalan melewati 'Isa, dan ia pun berkata, 'Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah 'Isa.' Kemudian aku melewati Ibrahim dan ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Ibrahim 'alaihi wasallam.' (HR. Bukhari)
Selain bertemu dengan para Nabi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapatkan perintah shalat wajib dalam Isra' Mi'raj ini. Di sinilah salah satu keistimewaan shalat; jika ibadah yang lain diwajibkan melalui wahyu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di bumi, maka untuk mewajibkan shalat Allah memanggil Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke langit. Imam Bukhari meriwayatkan dalam lanjutan hadits di atas, bahwa semula shalat itu diwajibkan 50 waktu, yang kemudian menjadi 5 waktu.
قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَفَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِى خَمْسِينَ صَلاَةً ، فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ حَتَّى مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى فَقَالَ مَا فَرَضَ اللَّهُ لَكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ فَرَضَ خَمْسِينَ صَلاَةً . قَالَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ذَلِكَ . فَرَاجَعْتُ فَوَضَعَ شَطْرَهَا ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى قُلْتُ وَضَعَ شَطْرَهَا . فَقَالَ رَاجِعْ رَبَّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ، فَرَاجَعْتُ فَوَضَعَ شَطْرَهَا ، فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ذَلِكَ ، فَرَاجَعْتُهُ . فَقَالَ هِىَ خَمْسٌ وَهْىَ خَمْسُونَ ، لاَ يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَىَّ . فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ رَاجِعْ رَبَّكَ . فَقُلْتُ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّى . ثُمَّ انْطَلَقَ بِى حَتَّى انْتَهَى بِى إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى ، وَغَشِيَهَا أَلْوَانٌ لاَ أَدْرِى مَا هِىَ ، ثُمَّ أُدْخِلْتُ الْجَنَّةَ ، فَإِذَا فِيهَا حَبَايِلُ اللُّؤْلُؤِ ، وَإِذَا تُرَابُهَا الْمِسْكُ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kemudian Allah 'azza wajalla mewajibkan kepada ummatku shalat sebanyak lima puluh kali. Maka aku pergi membawa perintah itu hingga aku berjumpa dengan Musa, lalu ia bertanya, 'Apa yang Allah perintahkan buat umatmu? ' Aku jawab: 'Shalat lima puluh kali.' Lalu dia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tidak akan sanggup! ' Maka aku kembali dan Allah mengurangi setengahnya. Aku kemudian kembali menemui Musa dan aku katakan bahwa Allah telah mengurangi setengahnya. Tapi ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu karena umatmu tidak akan sanggup.' Aku lalu kembali menemui Allah dan Allah kemudian mengurangi setengahnya lagi.' Kemudian aku kembali menemui Musa, ia lalu berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tetap tidak akan sanggup.' Maka aku kembali menemui Allah Ta'ala, Allah lalu berfirman: "Lima ini adalah sebagai pengganti dari lima puluh. Tidak ada lagi perubahan keputusan di sisi-Ku!" Maka aku kembali menemui Musa dan ia kembali berkata, 'Kembailah kepada Rabb-Mu! ' Aku katakan, 'Aku malu kepada Rabb-ku.' Jibril lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi. (HR. Bukhari)
Dalam perjalanan isra' mi'raj itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga diperlihatkan nikmat surga dan azab neraka; yang semakin mengokohkan beliau dalam mengemban dakwah berikutnya.
Esuk harinya sepulang dari Isra' Mi'raj, Makkah menjadi gempar ketika Rasulullah menceritakan Isra' Mi'raj yang dialaminya. Orang-orang kafir seperti Abu Jahal semakin menjadi dalam mengejek beliau. Bahkan sebagian orang yang telah masuk Islam menjadi murtad setelah mendengar peristiwa itu. Iman mereka tidak sampai di sana. Demikian pula akalnya.
Namun tidak demikian dengan Abu Bakar. Ketika orang-orang menyampaikan berita Isra' Mi'raj padanya, Abu Bakar hanya bertanya: "Apakah benar itu dari Muhammad Rasulullah?" ketika dijawab benar, Abu Bakar menimpali, "Kalau itu dikatakan Rasulullah, pastilah benar adanya!". Demikianlah keimanan Abu Bakar yang luar biasa, selalu membenarkan Rasulullah hingga sebagian ulama berpendapat sebab peristiwa inilah Abu Bakar digelari Ash-Shidiq.
Demikianlah sikap manusia. Tidak semuanya beriman, tidak semuanya siap menerima kebenaran. Dan iman yang paling utama adalah iman seperti Abu Bakar.
Dengan momentum 27 Rajab yang diyakini sebagai tanggal Isra' Mi'raj, patutlah kita mengambil ibrah darinya. Bahwa di tengah misi keimanan, misi dakwah, Allah menyediakan tasliyah (pelipur lara). Maka seharusnya shalat yang merupakan oleh-oleh isra' mi'raj juga menjadi tasliyah kita dari segala beban hidup, beban dakwah, dan beratnya melawan nafsu. Shalat harusnya menjadi penyejuk jiwa dan rehat bagi kita.[]
Sebelum peristiwa Isra' dan Mi'raj, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditinggalkan oleh dua orang yang sangat berperan besar dalam dakwah beliau: Khadijah r.a. dan Abu Thalib. Ummul Mukminin Khadijah r.a. sangat dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Khadijah adalah wanita dan bahkan manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seorang mukminah yang mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah Islam, dan juga seorang istri, yang darinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempunyai anak (keturunan).
Sedangkan Abu Thalib adalah paman beliau. Meskipun tidak masuk Islam, Abu Thalib berjasa besar dalam dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Abu Thalib yang selama ini membela Rasulullah, Abu Thalib yang selama ini pasang badan ketika Quraisy akan mencelakakannya, Abu Thalin yang selama ini membuat orang Quraisy berpikir panjang ketika hendak menyakiti Rasulullah.
Dua orang itu meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam tahun yang sama, selama-lamanya. Karena begitu dalam duka kehilangan itu, ahli sejarah menyebut tahun itu sebagai amul huzni; tahun duka cita.
Duka itu semakin lengkap, manakala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencoba membuka jalur dakwah baru, Thaif. Thaif yang sejuk dan hijau diharapkan menjadi lahan dakwah baru yang mau membuka diri menerima Islam. Namun ternyata, Thaif tidak kalah bengis dalam merespon dakwah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diusir, bahkan disertai dengan cacian dan dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah.
Dalam kesedihan mendalam seperti itulah kemudian Allah SWT meng-isra' mi'raj-kan beliau. Hingga jadilah peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu menjadi tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isra' : 1)
Ayat di atas adalah dalil bagi peristiwa Isra'. Sedangkan untuk mi'raj, Al-Qur'an menyinggungnya dalam QS. An-Najm:
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى * وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى * عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى * عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى * إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى * مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى * لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm : 12-18)
Dalam Isra' dan Mi'raj, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditunjukkan kekuasaan Allah di bumi dan di langit. Bahwa jika Allah berkenan, mudah saja bagi-Nya untuk mempercepat kemenangan dakwah, sebagaimana Allah juga dengan mudah dapat mempercepat perjalanan hamba-Nya; bahkan dengan kecepatan melebihi cahaya.
Allah juga menunjukkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa meskipun untuk sementara dakwahnya ditolak di bumi, ia sangat dimuliakan di langit. Ketika berada di langit, Rasulullah bertemu dengan para Nabi yang semuanya memuliakan beliau.
Dalam hadits yang sangat panjang, Imam Bukhari meriwayatkan Isra' Mi'raj ini. Diantaranya adalah sambutan para Nabi kepada beliau.
قَالَ أَنَسٌ فَذَكَرَ أَنَّهُ وَجَدَ فِى السَّمَوَاتِ آدَمَ وَإِدْرِيسَ وَمُوسَى وَعِيسَى وَإِبْرَاهِيمَ - صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ - وَلَمْ يُثْبِتْ كَيْفَ مَنَازِلُهُمْ ، غَيْرَ أَنَّهُ ذَكَرَ أَنَّهُ وَجَدَ آدَمَ فِى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، وَإِبْرَاهِيمَ فِى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ . قَالَ أَنَسٌ فَلَمَّا مَرَّ جِبْرِيلُ بِالنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - بِإِدْرِيسَ قَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِىِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ . فَقُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا إِدْرِيسُ . ثُمَّ مَرَرْتُ بِمُوسَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِىِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ . قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا مُوسَى . ثُمَّ مَرَرْتُ بِعِيسَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِىِّ الصَّالِحِ . قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا عِيسَى . ثُمَّ مَرَرْتُ بِإِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِىِّ الصَّالِحِ وَالاِبْنِ الصَّالِحِ . قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا إِبْرَاهِيمُ - صلى الله عليه وسلم -
Anas berkata, "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa pada tingkatan langit-langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, 'Isa dan Ibrahim semoga Allah memberi shalawat-Nya kepada mereka. Beliau tidak menceritakan kepadaku keberadaan mereka di langit tersebut, kecuali bahwa beliau bertemu Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam. Ketika Jibril berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia melewati Idris. Maka Idris pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Idris.' Lalu aku berjalan melewati Musa, ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Musa.' Kemudian aku berjalan melewati 'Isa, dan ia pun berkata, 'Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah 'Isa.' Kemudian aku melewati Ibrahim dan ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Ibrahim 'alaihi wasallam.' (HR. Bukhari)
Selain bertemu dengan para Nabi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapatkan perintah shalat wajib dalam Isra' Mi'raj ini. Di sinilah salah satu keistimewaan shalat; jika ibadah yang lain diwajibkan melalui wahyu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di bumi, maka untuk mewajibkan shalat Allah memanggil Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke langit. Imam Bukhari meriwayatkan dalam lanjutan hadits di atas, bahwa semula shalat itu diwajibkan 50 waktu, yang kemudian menjadi 5 waktu.
قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَفَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِى خَمْسِينَ صَلاَةً ، فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ حَتَّى مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى فَقَالَ مَا فَرَضَ اللَّهُ لَكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ فَرَضَ خَمْسِينَ صَلاَةً . قَالَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ذَلِكَ . فَرَاجَعْتُ فَوَضَعَ شَطْرَهَا ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى قُلْتُ وَضَعَ شَطْرَهَا . فَقَالَ رَاجِعْ رَبَّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ، فَرَاجَعْتُ فَوَضَعَ شَطْرَهَا ، فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ذَلِكَ ، فَرَاجَعْتُهُ . فَقَالَ هِىَ خَمْسٌ وَهْىَ خَمْسُونَ ، لاَ يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَىَّ . فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ رَاجِعْ رَبَّكَ . فَقُلْتُ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّى . ثُمَّ انْطَلَقَ بِى حَتَّى انْتَهَى بِى إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى ، وَغَشِيَهَا أَلْوَانٌ لاَ أَدْرِى مَا هِىَ ، ثُمَّ أُدْخِلْتُ الْجَنَّةَ ، فَإِذَا فِيهَا حَبَايِلُ اللُّؤْلُؤِ ، وَإِذَا تُرَابُهَا الْمِسْكُ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kemudian Allah 'azza wajalla mewajibkan kepada ummatku shalat sebanyak lima puluh kali. Maka aku pergi membawa perintah itu hingga aku berjumpa dengan Musa, lalu ia bertanya, 'Apa yang Allah perintahkan buat umatmu? ' Aku jawab: 'Shalat lima puluh kali.' Lalu dia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tidak akan sanggup! ' Maka aku kembali dan Allah mengurangi setengahnya. Aku kemudian kembali menemui Musa dan aku katakan bahwa Allah telah mengurangi setengahnya. Tapi ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu karena umatmu tidak akan sanggup.' Aku lalu kembali menemui Allah dan Allah kemudian mengurangi setengahnya lagi.' Kemudian aku kembali menemui Musa, ia lalu berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tetap tidak akan sanggup.' Maka aku kembali menemui Allah Ta'ala, Allah lalu berfirman: "Lima ini adalah sebagai pengganti dari lima puluh. Tidak ada lagi perubahan keputusan di sisi-Ku!" Maka aku kembali menemui Musa dan ia kembali berkata, 'Kembailah kepada Rabb-Mu! ' Aku katakan, 'Aku malu kepada Rabb-ku.' Jibril lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi. (HR. Bukhari)
Dalam perjalanan isra' mi'raj itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga diperlihatkan nikmat surga dan azab neraka; yang semakin mengokohkan beliau dalam mengemban dakwah berikutnya.
Esuk harinya sepulang dari Isra' Mi'raj, Makkah menjadi gempar ketika Rasulullah menceritakan Isra' Mi'raj yang dialaminya. Orang-orang kafir seperti Abu Jahal semakin menjadi dalam mengejek beliau. Bahkan sebagian orang yang telah masuk Islam menjadi murtad setelah mendengar peristiwa itu. Iman mereka tidak sampai di sana. Demikian pula akalnya.
Namun tidak demikian dengan Abu Bakar. Ketika orang-orang menyampaikan berita Isra' Mi'raj padanya, Abu Bakar hanya bertanya: "Apakah benar itu dari Muhammad Rasulullah?" ketika dijawab benar, Abu Bakar menimpali, "Kalau itu dikatakan Rasulullah, pastilah benar adanya!". Demikianlah keimanan Abu Bakar yang luar biasa, selalu membenarkan Rasulullah hingga sebagian ulama berpendapat sebab peristiwa inilah Abu Bakar digelari Ash-Shidiq.
Demikianlah sikap manusia. Tidak semuanya beriman, tidak semuanya siap menerima kebenaran. Dan iman yang paling utama adalah iman seperti Abu Bakar.
Dengan momentum 27 Rajab yang diyakini sebagai tanggal Isra' Mi'raj, patutlah kita mengambil ibrah darinya. Bahwa di tengah misi keimanan, misi dakwah, Allah menyediakan tasliyah (pelipur lara). Maka seharusnya shalat yang merupakan oleh-oleh isra' mi'raj juga menjadi tasliyah kita dari segala beban hidup, beban dakwah, dan beratnya melawan nafsu. Shalat harusnya menjadi penyejuk jiwa dan rehat bagi kita.[]