Bagi kader dakwah, malam ini bisa menjadi malam yang paling membahagiakan. Mengapa? Karena ada dua kemenangan yang bisa diraih di malam n...
Bagi kader dakwah, malam ini bisa menjadi malam yang paling membahagiakan. Mengapa? Karena ada dua kemenangan yang bisa diraih di malam nisfu Sya’ban ini, tentu saja, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pertama, kemenangan dalam sebuah amal siyasi untuk mendudukkan kader dan pendukung dakwah menjadi pemimpin sebuah daerah. Kemenangan ini tak bisa dipandang remeh. Dan kita memaknai kemenangan ini ,sebagaimana kemenangan-kemenangan sebelumnya, bukan hanya kemenangan siyasi tetapi kemenangan dakwah. Insya Allah, bagian dari kemenangan Islam. Sebab, dengan kemenangan seperti ini kita menghadirkan cita-cita Islam dalam kehidupan; memfasilitasi masyarakat untuk lebih mudah beribadah kepada Allah dengan meningkatkan kesejahteraan mereka dan menebarkan keadilan. Dengan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan, umat menjadi lebih mudah beribadah, tidak banyak terhalang untuk menjalankan kewajiban. Maka, kebahagiaan dan kebaikan hidup pun akan hadir sebagai buahnya. Sebagaimana doa kita: fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah.
Karenanya kemenangan siyasi senantiasa menjadi agenda kita. Betapapun kita dihalangi oleh pihak-pihak yang memusuhi. Betapapun kita dihadang oleh kekuatan besar yang berkonspirasi. Betapapun kita dirintangi oleh rekayasa dan fitnah keji. Tribulasi-tribulasi itu tidak boleh menggagalkan misi kita, tidak boleh menghentikan kerja-kerja dakwah kita, tidak boleh menghambat laju amal kebajikan kita. Yang semuanya dibangun di atas niat ikhlas untuk mengabdi. Menghamba kepada Allah Rabbul Izzati, kemudian melayani umat dan negeri ini. Dan kemudian, jika kemenangan datang seperti hari ini, mari kita merayakannya dengan bertasbih seraya memujiNya dan memohon ampun kepadaNya. Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, innahu kaana tawwaaba.
Terkait erat dengan memohon ampunan Allah, wastaghfirhu, malam ini semestinya membuat kita lebih khusyu’ memohon ampunan-Nya. Bukan hanya karena kita telah mendapatkan kemenangan siyasi, tetapi kita juga menginginkan kemenangan kedua, yang bahkan jauh lebih besar nilainya. Yakni ampunan Allah Azza wa Jalla.
Malam ini, insya Allah adalah malam nisfu Sya’ban. Dan Rasulullah telah mensabdakan keutamaannya: ampunan Allah. Sebuah kemenangan besar.
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Alangkah berbahagianya kita, jika kita mendapatkan ampunanNya. Dan betapa ruginya kita, jika kita tidak mendapatkan ampunanNya di saat orang lain mendapatkannya.
Kita jadi ingat sebuah hadits tentang penderitaan aktifis dakwah di akhirat nanti. Di saat itu, masyarakat yang didakwahinya berbondong-bondong masuk surga. Para mad’unya masuk surga. Tetapi ia justru masuk neraka. “Akhi... bukankah engkau dulu yang mendakwahi kami, mengapa justru engkau masuk neraka di saat kami masuk surga?” demikian kira-kira para mad’u itu berbela sungkawa atas penderitaan yang dialami sang dai. “Ya,” jawab sang dai dengan menahan derita, “aku menyuruh kalian berbuat baik tetapi aku sendiri tidak melakukannya. Dan aku melarang kalian menjauhi keburukan tetapi aku sendiri melanggarnya.”
Astaghfirullaahal adziim
Astaghfirullaahal adziim
Astaghfirullaahal adziim
Ya Allah... ampunilah kami di malam nisfu Sya’ban-Mu ini. Yang Engkau telah berjanji melalui lisan Rasul-Mu untuk mengampuni hamba-hamba-Mu. Anugerahkanlah kepada kami ampunan-Mu, sebagaimana Engkau telah menganugerahkan kemenangan kepada kami, hari ini. []
Pertama, kemenangan dalam sebuah amal siyasi untuk mendudukkan kader dan pendukung dakwah menjadi pemimpin sebuah daerah. Kemenangan ini tak bisa dipandang remeh. Dan kita memaknai kemenangan ini ,sebagaimana kemenangan-kemenangan sebelumnya, bukan hanya kemenangan siyasi tetapi kemenangan dakwah. Insya Allah, bagian dari kemenangan Islam. Sebab, dengan kemenangan seperti ini kita menghadirkan cita-cita Islam dalam kehidupan; memfasilitasi masyarakat untuk lebih mudah beribadah kepada Allah dengan meningkatkan kesejahteraan mereka dan menebarkan keadilan. Dengan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan, umat menjadi lebih mudah beribadah, tidak banyak terhalang untuk menjalankan kewajiban. Maka, kebahagiaan dan kebaikan hidup pun akan hadir sebagai buahnya. Sebagaimana doa kita: fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah.
Karenanya kemenangan siyasi senantiasa menjadi agenda kita. Betapapun kita dihalangi oleh pihak-pihak yang memusuhi. Betapapun kita dihadang oleh kekuatan besar yang berkonspirasi. Betapapun kita dirintangi oleh rekayasa dan fitnah keji. Tribulasi-tribulasi itu tidak boleh menggagalkan misi kita, tidak boleh menghentikan kerja-kerja dakwah kita, tidak boleh menghambat laju amal kebajikan kita. Yang semuanya dibangun di atas niat ikhlas untuk mengabdi. Menghamba kepada Allah Rabbul Izzati, kemudian melayani umat dan negeri ini. Dan kemudian, jika kemenangan datang seperti hari ini, mari kita merayakannya dengan bertasbih seraya memujiNya dan memohon ampun kepadaNya. Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, innahu kaana tawwaaba.
Terkait erat dengan memohon ampunan Allah, wastaghfirhu, malam ini semestinya membuat kita lebih khusyu’ memohon ampunan-Nya. Bukan hanya karena kita telah mendapatkan kemenangan siyasi, tetapi kita juga menginginkan kemenangan kedua, yang bahkan jauh lebih besar nilainya. Yakni ampunan Allah Azza wa Jalla.
Malam ini, insya Allah adalah malam nisfu Sya’ban. Dan Rasulullah telah mensabdakan keutamaannya: ampunan Allah. Sebuah kemenangan besar.
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Alangkah berbahagianya kita, jika kita mendapatkan ampunanNya. Dan betapa ruginya kita, jika kita tidak mendapatkan ampunanNya di saat orang lain mendapatkannya.
Kita jadi ingat sebuah hadits tentang penderitaan aktifis dakwah di akhirat nanti. Di saat itu, masyarakat yang didakwahinya berbondong-bondong masuk surga. Para mad’unya masuk surga. Tetapi ia justru masuk neraka. “Akhi... bukankah engkau dulu yang mendakwahi kami, mengapa justru engkau masuk neraka di saat kami masuk surga?” demikian kira-kira para mad’u itu berbela sungkawa atas penderitaan yang dialami sang dai. “Ya,” jawab sang dai dengan menahan derita, “aku menyuruh kalian berbuat baik tetapi aku sendiri tidak melakukannya. Dan aku melarang kalian menjauhi keburukan tetapi aku sendiri melanggarnya.”
Astaghfirullaahal adziim
Astaghfirullaahal adziim
Astaghfirullaahal adziim
Ya Allah... ampunilah kami di malam nisfu Sya’ban-Mu ini. Yang Engkau telah berjanji melalui lisan Rasul-Mu untuk mengampuni hamba-hamba-Mu. Anugerahkanlah kepada kami ampunan-Mu, sebagaimana Engkau telah menganugerahkan kemenangan kepada kami, hari ini. []