bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau ...
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,
atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.
[QS. Al Muzammil 2-5]
Seperti biasa, izinkan saya berkisah
Kisah I
“Tak sedikit kaum muslim yang tahu jika pahala sholat 2 rakaat sebelum sholat Subuh itu lebih utama dari dunia dan seisinya… tapi, coba lihat berapa banyak yang sanggup untuk istiqomah dalam mengerjakannya. Ini masalah mendasar. Ini masalah Tauhid. Berilmu tapi belum maksimal beramal ” ujar seorang Ustadz saat mengisi acara Leadership yang kami adakan hampir setahun yang lalu. Dan setelah itu hampir belum sekalipun kami bertemu beliau kembali. Namun, nasihat itu terngiang hampir setiap kali seorang akhwat menggelar sajadah bersiap untuk sholat Subuh. Nasihat itu pula yang selalu “membantu” menggerakkan hatinya jika agak malas menunaikan sholat sunnah Fajar.
Kisah II
“3 Keutamaan Membaca Surat Al Kahfi di Hari Jum’at ” itu judul artikelnya. Begitu setia, sang Ustadz posting itu setiap pekannya. Hampir setiap kamis petang atau juga terkadang saat hari Jum’at datang menjelang sudah pasti artikel itu beliau pajang di blog yang dikelolanya. Sekali waktu si Zahra cuek saja membacanya. Alih- alih tambahan ilmu yang belum dia tahu. Sepekan dua pekan artikel itu selalu muncul setiap menjelang hari Jum’at. Entah pada hari jum’at pekan yang ke berapa, seperti ada “motivasi” yang tanpa sadar menuntun si Zahra mengambil mushaf. Bibirnya mulai melantunkan surat Al Kahfi ayat demi ayat… tanpa terasa hingga ayat yang terakhir. Dan pada pekan berikutnya si Zahra mulai terbiasa. Membaca surat Al Kahfi saat Jum’at datang menjelang sebagai mana tuntunan sunnah. Semoga si Zahra istiqomah.
Qoulan tsaqiila. Perkataan yang berat. Perkataan yang mampu menggerakkan pendengarnya. Nasihat lisan atau pun tertulis yang mampu menggerakkan audiencenya untuk melakukan kebaikan. Terlebih lagi jika dilakukan secara istiqomah. Tak terbayang… berapa pahala jariyah yang bakal mengalir. Itu yang berusaha saya tangkap dari dua kisah di atas.
Qoulan tsaqiila. Perkataan yang berat. Sebuah anugerah dari Allah yang tak serta merta didapat. Sebuah anugrah yang akan diberikan dengan beberapa syarat. Syaratnya sudah secara gamblang Allah sebutkan dalam FirmanNya
bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya),
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,
atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.
[QS. Al Muzammil 2-5]
Jika boleh dikatakan Qoulan tsaqiila berbanding lurus dengan kuantitas dan kualitas qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an yang kita lakukan setiap harinya. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh ustadz Farid Dhofir suatu ketika, saat orang tua merasa kesulitan menasehati anak nya… coba periksa dan teliti qiyamul lail dan tilawah al Qur’an-nya. Saat para ustadz-ustadzah merasa kurang didengarkan nasehatnya oleh anak didiknya… coba periksa dan teliti qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an nya. Saat seorang murobbi merasa perkataanya kurang menggetarkan para mad’u… coba periksa dan teliti qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an nya. Barangkali, ada yang “kurang” dalam bab qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an nya.
Dan saya berhuznudzon saja kedua ustadz tersebut menjadi contoh nyata. Amalan yaumiyah berupa qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an akan ada atsarnya. Akan ada bekasnya… ada buahnya yakni qoulan tsaqiila. Lisan maupun tertulis. Bagaimana sebuah kebaikan jika disampaikan dengan baik, maka akan melahirkan kebaikan pula.
Dan akhir kata, betapa saya berkeinginan meneladani keduanya. Maka jika tulisan ini belum mampu menggetarkan… berlakulah kaidah yang sama… coba periksa dan teliti qiyamul lail dan tilawah Al Qur’an penulisnya. :]