“Itu karena anak-anak tidak memiliki tendensi apa-apa selain hanya ingin menghafal. Berbeda dengan kita yang masih tercampuri dengan hara...
“Itu karena anak-anak tidak memiliki tendensi apa-apa selain hanya ingin menghafal. Berbeda dengan kita yang masih tercampuri dengan harapan-harapan fatamorgana yang melenakan sekalipun niat kita menginginkan pahala.”
Kata-kata itu laksana beker yang otomatis mengingatkan saya ketika mengejar target-target hafalan. Seorang ustadzah di tempat saya mengajar yang anaknya ketika itu beliau titipkan di salah satu pondok tahfidz di Jawa Timur memutarkan video berkunjungnya di pondok tempat anaknya menuntut ilmu. Rasa haru langsung menyeruak ketika kami melihat betapa si anak yang dulu adalah anak yang paling pemalu dan rewel, kini sudah menghafal surat Al Fath, tiga pekan setelah ia khatam tilawah Al Qur’an.
Sang ibu sengaja membawanya ke tempat itu untuk memupuk kecintaan anaknya pada Al Qur’an selepas dari Taman Kanak-kanak, tidak langsung ke Sekolah Dasar seperti pada umumnya. Sang ibu yakin dengan ketercintaan si anak pada Al Qur’an dan Islam sebagai dasar, otomatis akan memudahkan si anak untuk mendalami ilmu-ilmu yang lain.
“Mungkin kita ini banyak dosa ya ustadzah sehingga tidak bisa sepertinya….”, kata-kata itu mengingatkan kita pada kisah Imam Syafi'i yang mengadukan hafalannya pada gurunya, Syaikh Waqi.
"Aku mengadukan buruknya hafalanku pada Syaikh Waqi'" kata Imam Syafi'I, "maka beliau berpesan agar aku menjauhi kemaksiatan".
“Anak-anak itu masih bersih hatinya, Us" lanjut sang ustazah menasehati kami, "Mereka menghafal bukan untuk apa-apa, mereka hanya ingin menghafal itu saja. Sedangkan kita, banyak tendensi yang kita gantungkan ketika menghafal. Mulai dari harapan mendapat pujian sampai mengharap pahala. Untuk yang terakhir tidak salah memang jika menghafal karena ingin mengharap pahala, tetapi tetap saja ada hal yang membuat kita belum berada pada derajat keikhlasan tertinggi. Sedangkan anak-anak, mereka menghafal murni karena kecintaan mereka pada Al Qur’an.”
Menghujam dan membuat kami kala itu serasa tertampar. Memang benar dan sungguh benar hal itu. Semua kami lakukan karena tendensi bermacam-macam bukan murni karena kecintaan kami pada Al Qur’an atau Islam karena tilawah pun masih butuh memaksa diri untuk melampaui sehari sejuz apalagi dengan menghafal.
Asraghfirullah… [Gresia Divi]
Kata-kata itu laksana beker yang otomatis mengingatkan saya ketika mengejar target-target hafalan. Seorang ustadzah di tempat saya mengajar yang anaknya ketika itu beliau titipkan di salah satu pondok tahfidz di Jawa Timur memutarkan video berkunjungnya di pondok tempat anaknya menuntut ilmu. Rasa haru langsung menyeruak ketika kami melihat betapa si anak yang dulu adalah anak yang paling pemalu dan rewel, kini sudah menghafal surat Al Fath, tiga pekan setelah ia khatam tilawah Al Qur’an.
Sang ibu sengaja membawanya ke tempat itu untuk memupuk kecintaan anaknya pada Al Qur’an selepas dari Taman Kanak-kanak, tidak langsung ke Sekolah Dasar seperti pada umumnya. Sang ibu yakin dengan ketercintaan si anak pada Al Qur’an dan Islam sebagai dasar, otomatis akan memudahkan si anak untuk mendalami ilmu-ilmu yang lain.
“Mungkin kita ini banyak dosa ya ustadzah sehingga tidak bisa sepertinya….”, kata-kata itu mengingatkan kita pada kisah Imam Syafi'i yang mengadukan hafalannya pada gurunya, Syaikh Waqi.
"Aku mengadukan buruknya hafalanku pada Syaikh Waqi'" kata Imam Syafi'I, "maka beliau berpesan agar aku menjauhi kemaksiatan".
“Anak-anak itu masih bersih hatinya, Us" lanjut sang ustazah menasehati kami, "Mereka menghafal bukan untuk apa-apa, mereka hanya ingin menghafal itu saja. Sedangkan kita, banyak tendensi yang kita gantungkan ketika menghafal. Mulai dari harapan mendapat pujian sampai mengharap pahala. Untuk yang terakhir tidak salah memang jika menghafal karena ingin mengharap pahala, tetapi tetap saja ada hal yang membuat kita belum berada pada derajat keikhlasan tertinggi. Sedangkan anak-anak, mereka menghafal murni karena kecintaan mereka pada Al Qur’an.”
Menghujam dan membuat kami kala itu serasa tertampar. Memang benar dan sungguh benar hal itu. Semua kami lakukan karena tendensi bermacam-macam bukan murni karena kecintaan kami pada Al Qur’an atau Islam karena tilawah pun masih butuh memaksa diri untuk melampaui sehari sejuz apalagi dengan menghafal.
Asraghfirullah… [Gresia Divi]