Matahari bersinar cukup terik membuat siang itu terasa semakin panas. “Mbak, aku ingin jadi muslimah biasa-biasa saja, tidak terlalu rib...
Matahari bersinar cukup terik membuat siang itu terasa semakin panas.
“Mbak, aku ingin jadi muslimah biasa-biasa saja, tidak terlalu ribet,” seorang adik binaanku memulai curhatnya.
“Maksud anti dengan ribet itu apa dek?”
“Ya kalau pakai kerudung ya sewajarnya saja, lalu tidak harus pakai bawahan rok dan kaos kaki...”
Cukup lama kami berdialog. Soal jilbab, hingga soal ikhtilat. Meskipun dialog siang itu belum membuatnya berubah, setidaknya dakwah fardiyah telah sampai kepadanya, seiring doa agar Allah mengkaruniakan hidayahNya. Seringkali dibutuhkan proses yang panjang hingga seseorang berubah menjadi lebih syar’i.
Ada banyak alasan mengapa seorang muslimah belum juga mau berjilbab. Diantaranya seperti yang dikemukakan adik binaanku tadi. Jilbab itu ribet. Apalagi jika harus memakai gamis atau rok, ditambah dengan kaos kaki. Benarkah?
Jika yang dimaksud jilbab adalah jilbab modis, jilbab stylish, dan jilbab ‘kreasi’, mungkin butuh waktu cukup lama memakainya. Pun tidak semua muslimah bisa karena sulitnya menghias dan menata. Tetapi untuk jilbab syar’i yang biasa dipakai akhwat, hanya dibutuhkan waktu sekitar dua menit untuk memakainya. Apalagi jika untuk acara santai, saat ini tersedia banyak model jilbab kaos yang hanya membutuhkan bilangan detik untuk memakainya.
Setelah jilbab terpakai dan aurat tertutup, selanjutnya lebih mudah. Muslimah menjadi lebih terhormat dan memiliki izzah. Ia juga aman dan nyaman tanpa sibuk membetulkan dan menutup bagian tubuh yang terbuka. Yang terakhir ini kadang kita lihat di atas motor, atau di kendaraan umum. Seorang wanita yang tidak memakai jilbab, dengan t-shirt atau baju yang agak kekecilan, ia jadi ribet sendiri menariknya ke bawah agar perutnya tidak kelihatan. Atau menutupnya dengan taplak meja agar pahanya tidak terumbar. Jadi ribet kan?!
Jika yang dimaksud jilbab ribet itu menghambat aktifitas muslimah, faktanya tidak demikian. Sejak zaman Nabi, para sahabiyat mudah beraktifitas di banyak pentas. Pentas pendidikan, pentas kesehatan, bahkan di medan perang. Toh, jilbab tidak mengganggu mereka. Pun di dunia modern. Kini kita temukan dokter-dokter hebat, penulis-penulis handal, tokoh-tokoh terkenal, mereka berjilbab. Asma Nadia salah satu contohnya. Muslimah berjilbab ini menjadi tokoh perubahan Republika 2010. Ia juga telah berkeliling dunia dalam misinya, jilbab traveler. Ada pula Oki Setiana Dewi yang sukses menjadi bintang film, sinetron, penulis buku dan juga menerbitkan album lagu. Jilbab tak jadi penghalang kan?! Apalagi sekarang ini jilbab telah didukung oleh hampir semua elemen negara. Terakhir, polwan akan diijinkan berjilbab. Insya Allah realisasi resminya tahun depan.
Jadi, di mana ribetnya jilbab? Kita perlu mewaspadai jika ternyata ribet yang sebenarnya ternyata ada di hati. Di kalangan remaja dan pemuda, kadang ada rasa takut karena tidak bisa mengikuti arus pergaulan sehingga kemudian ‘terpaksa’ mengikuti mereka biar kita diterima dalam komunitas pergaulan. Takut kehilangan teman-teman, padahal ketakutan itu hanya di hati. Tidak sepenuhnya terbukti.
Keimanan kita yang ternyata belum siap menerima kebenaran dan resiko yang harus kita tanggung, kita takut terkucilkan dengan prinsip kita, rasa takut yang hanya berorentasi kepada dunia. Padahal ada Dzat yang patut lebih kita takuti jika kita tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi perintahNya.
Padahal jika kita mampu mempertahankan prinsip bahwa agama adalah segalanya, maka orang yang ada di sekitar kita akan menghargai prinsip kita.
Kita baca arti Firman-Nya dalam surat Muhammad ayat 7: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Saat kita memenuhi seruan Allah ini,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An-nur :31)
sesungguhnya kita membuktikan iman kita, sekaligus membuktikan bagian dari menolong agama Allah. Dan yakinlah dengan janji pertolongan-Nya.
Wallahu a’lam bish sawab. [Retno Zuraida]
“Mbak, aku ingin jadi muslimah biasa-biasa saja, tidak terlalu ribet,” seorang adik binaanku memulai curhatnya.
“Maksud anti dengan ribet itu apa dek?”
“Ya kalau pakai kerudung ya sewajarnya saja, lalu tidak harus pakai bawahan rok dan kaos kaki...”
Cukup lama kami berdialog. Soal jilbab, hingga soal ikhtilat. Meskipun dialog siang itu belum membuatnya berubah, setidaknya dakwah fardiyah telah sampai kepadanya, seiring doa agar Allah mengkaruniakan hidayahNya. Seringkali dibutuhkan proses yang panjang hingga seseorang berubah menjadi lebih syar’i.
Ada banyak alasan mengapa seorang muslimah belum juga mau berjilbab. Diantaranya seperti yang dikemukakan adik binaanku tadi. Jilbab itu ribet. Apalagi jika harus memakai gamis atau rok, ditambah dengan kaos kaki. Benarkah?
Jika yang dimaksud jilbab adalah jilbab modis, jilbab stylish, dan jilbab ‘kreasi’, mungkin butuh waktu cukup lama memakainya. Pun tidak semua muslimah bisa karena sulitnya menghias dan menata. Tetapi untuk jilbab syar’i yang biasa dipakai akhwat, hanya dibutuhkan waktu sekitar dua menit untuk memakainya. Apalagi jika untuk acara santai, saat ini tersedia banyak model jilbab kaos yang hanya membutuhkan bilangan detik untuk memakainya.
Setelah jilbab terpakai dan aurat tertutup, selanjutnya lebih mudah. Muslimah menjadi lebih terhormat dan memiliki izzah. Ia juga aman dan nyaman tanpa sibuk membetulkan dan menutup bagian tubuh yang terbuka. Yang terakhir ini kadang kita lihat di atas motor, atau di kendaraan umum. Seorang wanita yang tidak memakai jilbab, dengan t-shirt atau baju yang agak kekecilan, ia jadi ribet sendiri menariknya ke bawah agar perutnya tidak kelihatan. Atau menutupnya dengan taplak meja agar pahanya tidak terumbar. Jadi ribet kan?!
Jika yang dimaksud jilbab ribet itu menghambat aktifitas muslimah, faktanya tidak demikian. Sejak zaman Nabi, para sahabiyat mudah beraktifitas di banyak pentas. Pentas pendidikan, pentas kesehatan, bahkan di medan perang. Toh, jilbab tidak mengganggu mereka. Pun di dunia modern. Kini kita temukan dokter-dokter hebat, penulis-penulis handal, tokoh-tokoh terkenal, mereka berjilbab. Asma Nadia salah satu contohnya. Muslimah berjilbab ini menjadi tokoh perubahan Republika 2010. Ia juga telah berkeliling dunia dalam misinya, jilbab traveler. Ada pula Oki Setiana Dewi yang sukses menjadi bintang film, sinetron, penulis buku dan juga menerbitkan album lagu. Jilbab tak jadi penghalang kan?! Apalagi sekarang ini jilbab telah didukung oleh hampir semua elemen negara. Terakhir, polwan akan diijinkan berjilbab. Insya Allah realisasi resminya tahun depan.
Jadi, di mana ribetnya jilbab? Kita perlu mewaspadai jika ternyata ribet yang sebenarnya ternyata ada di hati. Di kalangan remaja dan pemuda, kadang ada rasa takut karena tidak bisa mengikuti arus pergaulan sehingga kemudian ‘terpaksa’ mengikuti mereka biar kita diterima dalam komunitas pergaulan. Takut kehilangan teman-teman, padahal ketakutan itu hanya di hati. Tidak sepenuhnya terbukti.
Keimanan kita yang ternyata belum siap menerima kebenaran dan resiko yang harus kita tanggung, kita takut terkucilkan dengan prinsip kita, rasa takut yang hanya berorentasi kepada dunia. Padahal ada Dzat yang patut lebih kita takuti jika kita tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi perintahNya.
Padahal jika kita mampu mempertahankan prinsip bahwa agama adalah segalanya, maka orang yang ada di sekitar kita akan menghargai prinsip kita.
Kita baca arti Firman-Nya dalam surat Muhammad ayat 7: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Saat kita memenuhi seruan Allah ini,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An-nur :31)
sesungguhnya kita membuktikan iman kita, sekaligus membuktikan bagian dari menolong agama Allah. Dan yakinlah dengan janji pertolongan-Nya.
Wallahu a’lam bish sawab. [Retno Zuraida]