Judul : Character Building; Membangun Karakter Menjadi Pemimpin Penulis : Yudha Kurniawan, S.P. – Ir. Tri Puji Hindarsih Penerbit : P...
Judul : Character Building; Membangun Karakter Menjadi Pemimpin
Penulis : Yudha Kurniawan, S.P. – Ir. Tri Puji Hindarsih
Penerbit : Pro-U Media - Yogyakarta
Tebal : 306 Halaman ; 16 x 24 cm
Cetakan : I ; 2013
ISBN : 978-602-7820-05-0
Krisis multi dimensi yang tengah menjangkiti negeri ini, khususnya, dan dunia pada umumnya, adalah buah dari gagalnya pendidikan karakter dalam diri masing-masing individu. Bagi seorang muslim, hal ini merupakan raport merah yang tak boleh dibiarkan. Karena lembaran-lembaran sejarah Islam diisi oleh generasi-generasi yang cemerlang dalam segala bidang. Bukan hanya bidang ruhani yang tercermin dalam akhlak keseharian, tetapi juga dalam bidang keilmuan. Seperti fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan seterusnya.
Sehingga, proyek kebangkitan Islam harus menjadi perkejaan bersama kaum muslimin sebagai wujud dari mengejawantahkan Islam yang merupakan rahmat bagi semseta. Proyek kebangkitan Islam ini, harus dimulai dari pendidikan. Baik dalam tahap pribadi, kelembagaan dan di segala bidang. Garis besar dari proses pendidikan itu, bukan hanya tercapainya angka-angka kognitif belaka, namun harus menyentuh pendidikan karakter sebagai bagian paling penting dalam kehidupan.
Sayangnya prosentase pendidikan akhlak ini tidak mendapatkan porsi yang pas, jika tak bisa disebut kurang. Sebut saja pelajaran agama sebagai inti dari akhlak, hanya diberi waktu sekali dalam sepekan, itupun hanya satu sampai dua jam pelajaran. Sementara dalam pelajaran lain, seperti pendidikan kewarganegaraan dan seterusnya, lebih cenderung kepada hal-hal teoritis. Padahal, seharusnya, porsi pelajaran tersebut, lebih pada aspek praktek.
Padahal, dampak buruk dari gagalnya penanaman karakter ini, tidak hanya berdampak sementara, melainkan menjadi bahaya laten lintas generasi. Jika mau jujur, budaya korupsi, misalnya, adalah hasil panen dari bibit mencontek yang sudah dilakukan sejak dini di bangku sekolah. Begitu juga dengan aneka tindak kekerasan dan kriminal lainnya. Merupakan sebuah akibat jangka panjang dan saling berkaitan.
Oleh karena itu, pendidikan karakter ini, sangat perlu ditekankan sejak dini, di bangku-bangku sekolah, di rumah dan di segala bidang kehidupan, agar ke depan generasi yang terlahir adalah generasi yang cakap secara psikomotorik, cerdik secara kognitif dan santun secara akhlak. Inilah pribadi-pribadi paripurna yang layak memimpin bangsa.
Lebih jauh tentang budaya korupsi, dimana hal itu menjadi masalah bersama bangsa, faktor mutlak yang harus terpenuhi dalam pemberantasannya adalah karakter kepemimpinan politik dan birokrasi yang amanah berdasarkan pada sikap dan perilaku jujur, tegas, adil, kerakyatan, antikorupsi, cepat dan tepat dalam mengambil keputusan, mengutamakan tindakan nyata daripada retorika, tidak egosentris, serta berjiwa besar mengakui kekurangan maupun kelemahannya. (Hal 115)
Untuk menanamkan hal tersebut, sejak dini, di sekolah-sekolah kita, maupun di rumah-rumah kita, harus ditanamkan sifat dan sikap amanah dalam masing-masing murid dan anggota keluarga. Bisa dibuat dalam bentuk penanggungjawaban pelaksanaan tugas. Dengan tugas yang spesifik, termasuk segi pelaksanaan dan waktu, juga rewards dan punishment yang sesuai.
Faktor lain yang tak kalah pentingnya, sebagai penyusun kuatnya karakter dan kemajuan bangsa adalah adanya sifat tegar, optimis dan memandang tekanan hidup sebagai tantangan yang dapat dihadapi. Sifat tegar ini bermakna pula ketabahan hati sebagai komitmen yang kuat terhadap diri sendiri sehingga dapat menciptakan tingkah laku yang aktif terhadap lingkungan dan perasaan menetralkan efek negatif stres. (Halaman 146)
Di dalam buku ini, dibeberkan 37 jenis karakter positif yang dilengkapi dengan indikator pencapaian, fakta berupa kisah nyata, deskripsi, renungan, peta berfikir, jenis kegiatan praktek (outing), refleksi, dan reportase setelah melakukan praktek.[]
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
Penulis : Yudha Kurniawan, S.P. – Ir. Tri Puji Hindarsih
Penerbit : Pro-U Media - Yogyakarta
Tebal : 306 Halaman ; 16 x 24 cm
Cetakan : I ; 2013
ISBN : 978-602-7820-05-0
Krisis multi dimensi yang tengah menjangkiti negeri ini, khususnya, dan dunia pada umumnya, adalah buah dari gagalnya pendidikan karakter dalam diri masing-masing individu. Bagi seorang muslim, hal ini merupakan raport merah yang tak boleh dibiarkan. Karena lembaran-lembaran sejarah Islam diisi oleh generasi-generasi yang cemerlang dalam segala bidang. Bukan hanya bidang ruhani yang tercermin dalam akhlak keseharian, tetapi juga dalam bidang keilmuan. Seperti fisika, kimia, kedokteran, astronomi, dan seterusnya.
Sehingga, proyek kebangkitan Islam harus menjadi perkejaan bersama kaum muslimin sebagai wujud dari mengejawantahkan Islam yang merupakan rahmat bagi semseta. Proyek kebangkitan Islam ini, harus dimulai dari pendidikan. Baik dalam tahap pribadi, kelembagaan dan di segala bidang. Garis besar dari proses pendidikan itu, bukan hanya tercapainya angka-angka kognitif belaka, namun harus menyentuh pendidikan karakter sebagai bagian paling penting dalam kehidupan.
Sayangnya prosentase pendidikan akhlak ini tidak mendapatkan porsi yang pas, jika tak bisa disebut kurang. Sebut saja pelajaran agama sebagai inti dari akhlak, hanya diberi waktu sekali dalam sepekan, itupun hanya satu sampai dua jam pelajaran. Sementara dalam pelajaran lain, seperti pendidikan kewarganegaraan dan seterusnya, lebih cenderung kepada hal-hal teoritis. Padahal, seharusnya, porsi pelajaran tersebut, lebih pada aspek praktek.
Padahal, dampak buruk dari gagalnya penanaman karakter ini, tidak hanya berdampak sementara, melainkan menjadi bahaya laten lintas generasi. Jika mau jujur, budaya korupsi, misalnya, adalah hasil panen dari bibit mencontek yang sudah dilakukan sejak dini di bangku sekolah. Begitu juga dengan aneka tindak kekerasan dan kriminal lainnya. Merupakan sebuah akibat jangka panjang dan saling berkaitan.
Oleh karena itu, pendidikan karakter ini, sangat perlu ditekankan sejak dini, di bangku-bangku sekolah, di rumah dan di segala bidang kehidupan, agar ke depan generasi yang terlahir adalah generasi yang cakap secara psikomotorik, cerdik secara kognitif dan santun secara akhlak. Inilah pribadi-pribadi paripurna yang layak memimpin bangsa.
Lebih jauh tentang budaya korupsi, dimana hal itu menjadi masalah bersama bangsa, faktor mutlak yang harus terpenuhi dalam pemberantasannya adalah karakter kepemimpinan politik dan birokrasi yang amanah berdasarkan pada sikap dan perilaku jujur, tegas, adil, kerakyatan, antikorupsi, cepat dan tepat dalam mengambil keputusan, mengutamakan tindakan nyata daripada retorika, tidak egosentris, serta berjiwa besar mengakui kekurangan maupun kelemahannya. (Hal 115)
Untuk menanamkan hal tersebut, sejak dini, di sekolah-sekolah kita, maupun di rumah-rumah kita, harus ditanamkan sifat dan sikap amanah dalam masing-masing murid dan anggota keluarga. Bisa dibuat dalam bentuk penanggungjawaban pelaksanaan tugas. Dengan tugas yang spesifik, termasuk segi pelaksanaan dan waktu, juga rewards dan punishment yang sesuai.
Faktor lain yang tak kalah pentingnya, sebagai penyusun kuatnya karakter dan kemajuan bangsa adalah adanya sifat tegar, optimis dan memandang tekanan hidup sebagai tantangan yang dapat dihadapi. Sifat tegar ini bermakna pula ketabahan hati sebagai komitmen yang kuat terhadap diri sendiri sehingga dapat menciptakan tingkah laku yang aktif terhadap lingkungan dan perasaan menetralkan efek negatif stres. (Halaman 146)
Di dalam buku ini, dibeberkan 37 jenis karakter positif yang dilengkapi dengan indikator pencapaian, fakta berupa kisah nyata, deskripsi, renungan, peta berfikir, jenis kegiatan praktek (outing), refleksi, dan reportase setelah melakukan praktek.[]
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com