Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak sekali saudara-saudara kita yang meninggalkan sholat dengan beragam macam alasan. Terlalu ...
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak sekali saudara-saudara kita yang meninggalkan sholat dengan beragam macam alasan.
Terlalu mudah untuk menunjukan bukti bahwa umat Islam saat ini khususnya di Indonesia sudah banyak yang melalaikan shalat. Dapat kita saksikan bagaimana di saat azan berkumandang maka tempat-tempat yang dipenuhi umat Islam bukanlah masjid-masjid. Akan tetapi di jalan-jalan, di pusat perbelanjaan, di warung-warung makan dan sebagainya.
Apa yang menyebabkan mereka begitu ringan meninggalkan kewajiban yang teramat agung ini. Yang pensyariatannya tidak melalui malaikat Jibril 'alaihis salam seperti kewajiban-kewajiban yang lain, akan tetapi langsung dititahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di langit ke tujuh.
Sering kita mendengar para ustadz mengatakan bahwa sholat adalah tiang agama. Seperti yang dituturkan oleh Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Shalat juga merupakan pembatas antara orang beriman dengan orang kafir. Seperti yang dikatakan oleh Jabir radhiyallahu 'anhu Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya, batas antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
Dari Buraidah radhiyallahu 'anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Ikatan janji di antara kami (umat islam) dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Maka barang siapa yang meninggalkan shalat, berarti dia telah menjadi kafir.” (HR. Tirmizi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan sahih)
Jabir berkata, Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh yang memisahkan antara seorang laki-laki (baca: muslim) dengan kesyirikan dan kekufuan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar (1/403), “Hadits ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat termasuk dari perkara yang menyebabkan terjadinya kekafiran.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah juga menerangkan perbedaan antara kata ‘al-kufru’ (memakai ‘al’) dengan kata ‘kufrun’ (tanpa ‘al’). Dimana kata yang pertama (yang memakai ‘al’/makrifah) bermakna kekafiran akbar yang mengeluarkan dari agama, sementara kata yang kedua (tanpa ‘al’/nakirah) bermakna kafir asghar yang tidak mengeluarkan dari agama. Sementara dalam hadits di atas dia memakai ‘al’. (lihat Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim hal. 70)
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “Yang dimaksud dengan kekafiran di sini adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara orang orang mu’min dan orang orang kafir, dan hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa aturan orang kafir tidak sama dengan aturan orang Islam. Karena itu, barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk golongan orang kafir.”
Dari Abdullah bin Syaqiq Al-Uqaili radhiyallahu anhu dia berkata: “Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpendapat mengenai sesuatu dari amal perbuatan yang mana meninggalkannya adalah suatu kekufuran melainkan shalat.” (HR. At-Tirmizi no. 2622)
Ibnu Qayyim Al Jauziyah Ra. mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Selain dalil-dalil hadits diatas. Ada lagi dalil pamungkas yang langsung difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala mengenai hukuman bagi orang-orang yang enggan mengerjakan shalat “Apakah yang memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat….” (Al-Muddatstsir: 42-43) []
Penulis : Zain
STIDDI Al-Hikmah, Bangka Raya Angkatan 39 (2008 - 2013)
Terlalu mudah untuk menunjukan bukti bahwa umat Islam saat ini khususnya di Indonesia sudah banyak yang melalaikan shalat. Dapat kita saksikan bagaimana di saat azan berkumandang maka tempat-tempat yang dipenuhi umat Islam bukanlah masjid-masjid. Akan tetapi di jalan-jalan, di pusat perbelanjaan, di warung-warung makan dan sebagainya.
Apa yang menyebabkan mereka begitu ringan meninggalkan kewajiban yang teramat agung ini. Yang pensyariatannya tidak melalui malaikat Jibril 'alaihis salam seperti kewajiban-kewajiban yang lain, akan tetapi langsung dititahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di langit ke tujuh.
Sering kita mendengar para ustadz mengatakan bahwa sholat adalah tiang agama. Seperti yang dituturkan oleh Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Shalat juga merupakan pembatas antara orang beriman dengan orang kafir. Seperti yang dikatakan oleh Jabir radhiyallahu 'anhu Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya, batas antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
Dari Buraidah radhiyallahu 'anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Ikatan janji di antara kami (umat islam) dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Maka barang siapa yang meninggalkan shalat, berarti dia telah menjadi kafir.” (HR. Tirmizi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan sahih)
Jabir berkata, Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh yang memisahkan antara seorang laki-laki (baca: muslim) dengan kesyirikan dan kekufuan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar (1/403), “Hadits ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat termasuk dari perkara yang menyebabkan terjadinya kekafiran.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah juga menerangkan perbedaan antara kata ‘al-kufru’ (memakai ‘al’) dengan kata ‘kufrun’ (tanpa ‘al’). Dimana kata yang pertama (yang memakai ‘al’/makrifah) bermakna kekafiran akbar yang mengeluarkan dari agama, sementara kata yang kedua (tanpa ‘al’/nakirah) bermakna kafir asghar yang tidak mengeluarkan dari agama. Sementara dalam hadits di atas dia memakai ‘al’. (lihat Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim hal. 70)
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “Yang dimaksud dengan kekafiran di sini adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara orang orang mu’min dan orang orang kafir, dan hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa aturan orang kafir tidak sama dengan aturan orang Islam. Karena itu, barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk golongan orang kafir.”
Dari Abdullah bin Syaqiq Al-Uqaili radhiyallahu anhu dia berkata: “Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpendapat mengenai sesuatu dari amal perbuatan yang mana meninggalkannya adalah suatu kekufuran melainkan shalat.” (HR. At-Tirmizi no. 2622)
Ibnu Qayyim Al Jauziyah Ra. mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Selain dalil-dalil hadits diatas. Ada lagi dalil pamungkas yang langsung difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala mengenai hukuman bagi orang-orang yang enggan mengerjakan shalat “Apakah yang memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat….” (Al-Muddatstsir: 42-43) []
Penulis : Zain
STIDDI Al-Hikmah, Bangka Raya Angkatan 39 (2008 - 2013)