Allah Mahabaik. Semua yang diciptakan-Nya, selalu diberikan pasangan. Jika ujian adalah salah satu makhluk-Nya, maka sudah barang tentu b...
Allah Mahabaik. Semua yang diciptakan-Nya, selalu diberikan pasangan. Jika ujian adalah salah satu makhluk-Nya, maka sudah barang tentu bahwa Dia telah menyertakan solusinya. Sebagaimana sebuah penyakit, pasti sudah disertakan obatnya oleh Sang Pencipta penyakit. Sehingga, sebagai manusia, kita hanya perlu belajar dan menemukan formula yang tepat untuk semua jenis ujian yang sudah pasti akan ditimpakan kepada kita, hingga ajal menjemput diri.
Pertama, sadari bahwa ujian adalah keniscayaan.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar . (al-Baqarah [2]: 155)
Dengan adanya pemahaman yang baik tentang keniscayaan ujian ini, maka kita bisa bersikap bijak jika suatu ketika ujian itu benar-benar datang menghampiri kehidupan kita yang sedianya damai dan menentramkan.
Kesadaran ini juga akan membuat diri lebih waspada. Semakin sadar untuk mempersiapkan solusi. Juga, rajin menuntut ilmu untuk menyikapi segala kemungkinan ujian yang akan Allah berikan.
Dua, gunakan keimanan sebagai solusi sejati. Rasul pernah berkata, “Sungguh ajaib keberadaan orang beriman. Jika diberi nikmat, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika diberi ujian, dia bersabar, dan itu baik pula baginya.”
Jika perkataan seorang Presiden saja –misalnya- sangat kita hormati dan dipegang teguh sebagai rujukan, maka perkataan seorang nabi jauh lebih layak untuk dirujuk, diingat-ingat dan dijadikan sebagai pedoman hidup. Apalagi, Rasulullah tak pernah sekalipun berbohong. Bahkan, setelah ilmu sedemikian maju, semua perkataan beliau bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah kebenarannya.
Jika kita bersabar terhadap ujian yang diberikan, maka janji Allah sudah sangat pasti kejelasannya, “Mereka (orang-orang sabar) itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah [2]: 157)
Tiga, minta tolong kepada Allah. Ujian yang diberikan, sejatinya adalah sebuah sarana agar kita semakin mendekat pada-Nya. Karena memang, Dialah zat Yang seharusnya kita dekati di sepanjang usia kehidupan kita. Allah yang memberikan ujian, sudah melengkapinya dengan banyak tools pertolongan yang bisa kita gunakan setiap saat, sesering mungkin.
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. (al-Baqarah [2]: 153)
Sungguh, tidak ada yang lebih baik dari meminta tolong kepada Allah, dan menjadikan sabar dan shalat sebagai tools agar kita mendapat pertolongan dari-Nya. Dialah sebaik-baik pelindung dan penolong.
Empat, Allah bersama anda. Sabar ketika mendapati ujian bukan bermakna pasif. Tapi aktif mencari solusi dengan berbekal ilmu yang tepat. Sering bertanya kepad ahlinya, membuka semua peluang solusi yang mungkin dan juga menyiapkan opsi-opsi lain jika langkah pertama gagal.
Jika kita berhasil mengeja sabar, maka itulah jalan terbaik yang memang harus kita lalui. Selain itu, sabar membuat pelakunya menjadi salah satu hamba kesayangan Allah. Apakah ada yang lebih baik bagi seorang hamba selain disayangi Sang Pencipta?
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (al-Baqarah [2]: 153)
Allah mencintai siapa saja yang sabar. Sehingga, Dia menyertai golongan-golongan itu.
Lima, ilmui setiap laku. Langkah teknis tak boleh ditinggalkan. Karena durian runtuh, sangat jarang adanya. Hujan duit juga menjadi sesuatu yang mustahil jika diri hanya berongkang-kaki di dalam rumah, tanpa melakukan upaya apapun. Sesering mungkin mendekatkan diri kepada Allah itu sangat baik, tapi akan jauh lebih baik jika disertai dengan upaya keras untuk menjemput turunnya pertolongan Allah.
Mengilmui adalah upaya agar ujian menjadi tantangan. Agar prahara menjadi anugrah. Agar kita tak salah langkah. Karena kebodohan adalah pangkal keterjerumusan.
Rajin-rajinlah membaca buku, berdiskusi dengan pakar, sering mengunjungi orang shaleh, jangan malu bertanya, dekati mereka yang sudah lebih berpengalaman dalam hidupnya. Banyak berdiskusi dengan orang yang tepat adalah hal-hal yang bisa membuat diri tidak terjerumus pada lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Kenali diri dengan baik. Fahami kelebihan dan kekurangannya. Karena biasanya, ujian diberikan bersesuaian dengan letak kekurangan seseorang. Dengan mengetahui kekurangan diri, seseorang bisa melakukan tindakan-tindakan antisipatif. Ini juga bisa membuat seseorang menghindari dan menjauhkan segala sebab yang mungkin mengantarkannya pada kesalahan dalam menyikapi ujian yang diberikan.
Misalnya seseorang yang lemah dalam pengelolaan uang. Maka, sebisa mungkin, untuk tidak menerima amanah dari keluarga, organisasi, atau instansi tempat bekerja yang terkait dengan pengelolaan dan pengaturan uang.
Atau, misalnya seorang pemuda yang labil dalam masalah syahwat. Maka, seiring diri menyiapkan untuk mampu menikah, minimalisir setiap penyebab yang mungkin menggoda. Mulai dari menahan pandangan, bergaul dengan orang shaleh, mencari lingkungan yang baik, sibukkan dengan amal shaleh dan hindari ketersendirian. Karena, ketika sendiri, setan akan lebih mudah menggoda.
Enam, anda tidak sendiri. Seringkali, ujian berat terasa begitu menyesakkan. Dalam tahap ini, ketika salah menyikapi, mungkin saja seseorang akan menyalahkan Allah. Bahwa Dia tidak adil, dholim dan sejenisnya. Padahal Allah sangat tidak mungkin memiliki sifat itu semua.
Hal ini pula yang pernah terjadi di zaman Rasulullah. Ketika banyak orang beriman Makkah yang disiksa oleh kafir quraisy. Para sahabat datang kepada Rasul dan berkata, “Dimanakah pertolongan Allah?” Lalu dengan air muka sumringah yang meneduhkan, manusia mulia itu berkata, penuh makna, “Apa yang kita alami tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan umat terdahulu. Ada diantara mereka yang dikubur hidup-hidup, disiksa dengan ditusuk dari duburnya, disisir menggunakan besi dan dikuliti layaknya hewan sembelihan.”
Menyeksami riwayat ini, pantaskan kita mengatakan, “Alllah dimana?” Padahal kita hanya diuji dengan urusan dunia yang tak seberapa jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat.
Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (al-Baqarah [2]: 250)[]
Pertama, sadari bahwa ujian adalah keniscayaan.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar . (al-Baqarah [2]: 155)
Dengan adanya pemahaman yang baik tentang keniscayaan ujian ini, maka kita bisa bersikap bijak jika suatu ketika ujian itu benar-benar datang menghampiri kehidupan kita yang sedianya damai dan menentramkan.
Kesadaran ini juga akan membuat diri lebih waspada. Semakin sadar untuk mempersiapkan solusi. Juga, rajin menuntut ilmu untuk menyikapi segala kemungkinan ujian yang akan Allah berikan.
Dua, gunakan keimanan sebagai solusi sejati. Rasul pernah berkata, “Sungguh ajaib keberadaan orang beriman. Jika diberi nikmat, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika diberi ujian, dia bersabar, dan itu baik pula baginya.”
Jika perkataan seorang Presiden saja –misalnya- sangat kita hormati dan dipegang teguh sebagai rujukan, maka perkataan seorang nabi jauh lebih layak untuk dirujuk, diingat-ingat dan dijadikan sebagai pedoman hidup. Apalagi, Rasulullah tak pernah sekalipun berbohong. Bahkan, setelah ilmu sedemikian maju, semua perkataan beliau bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah kebenarannya.
Jika kita bersabar terhadap ujian yang diberikan, maka janji Allah sudah sangat pasti kejelasannya, “Mereka (orang-orang sabar) itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah [2]: 157)
Tiga, minta tolong kepada Allah. Ujian yang diberikan, sejatinya adalah sebuah sarana agar kita semakin mendekat pada-Nya. Karena memang, Dialah zat Yang seharusnya kita dekati di sepanjang usia kehidupan kita. Allah yang memberikan ujian, sudah melengkapinya dengan banyak tools pertolongan yang bisa kita gunakan setiap saat, sesering mungkin.
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. (al-Baqarah [2]: 153)
Sungguh, tidak ada yang lebih baik dari meminta tolong kepada Allah, dan menjadikan sabar dan shalat sebagai tools agar kita mendapat pertolongan dari-Nya. Dialah sebaik-baik pelindung dan penolong.
Empat, Allah bersama anda. Sabar ketika mendapati ujian bukan bermakna pasif. Tapi aktif mencari solusi dengan berbekal ilmu yang tepat. Sering bertanya kepad ahlinya, membuka semua peluang solusi yang mungkin dan juga menyiapkan opsi-opsi lain jika langkah pertama gagal.
Jika kita berhasil mengeja sabar, maka itulah jalan terbaik yang memang harus kita lalui. Selain itu, sabar membuat pelakunya menjadi salah satu hamba kesayangan Allah. Apakah ada yang lebih baik bagi seorang hamba selain disayangi Sang Pencipta?
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (al-Baqarah [2]: 153)
Allah mencintai siapa saja yang sabar. Sehingga, Dia menyertai golongan-golongan itu.
Lima, ilmui setiap laku. Langkah teknis tak boleh ditinggalkan. Karena durian runtuh, sangat jarang adanya. Hujan duit juga menjadi sesuatu yang mustahil jika diri hanya berongkang-kaki di dalam rumah, tanpa melakukan upaya apapun. Sesering mungkin mendekatkan diri kepada Allah itu sangat baik, tapi akan jauh lebih baik jika disertai dengan upaya keras untuk menjemput turunnya pertolongan Allah.
Mengilmui adalah upaya agar ujian menjadi tantangan. Agar prahara menjadi anugrah. Agar kita tak salah langkah. Karena kebodohan adalah pangkal keterjerumusan.
Rajin-rajinlah membaca buku, berdiskusi dengan pakar, sering mengunjungi orang shaleh, jangan malu bertanya, dekati mereka yang sudah lebih berpengalaman dalam hidupnya. Banyak berdiskusi dengan orang yang tepat adalah hal-hal yang bisa membuat diri tidak terjerumus pada lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Kenali diri dengan baik. Fahami kelebihan dan kekurangannya. Karena biasanya, ujian diberikan bersesuaian dengan letak kekurangan seseorang. Dengan mengetahui kekurangan diri, seseorang bisa melakukan tindakan-tindakan antisipatif. Ini juga bisa membuat seseorang menghindari dan menjauhkan segala sebab yang mungkin mengantarkannya pada kesalahan dalam menyikapi ujian yang diberikan.
Misalnya seseorang yang lemah dalam pengelolaan uang. Maka, sebisa mungkin, untuk tidak menerima amanah dari keluarga, organisasi, atau instansi tempat bekerja yang terkait dengan pengelolaan dan pengaturan uang.
Atau, misalnya seorang pemuda yang labil dalam masalah syahwat. Maka, seiring diri menyiapkan untuk mampu menikah, minimalisir setiap penyebab yang mungkin menggoda. Mulai dari menahan pandangan, bergaul dengan orang shaleh, mencari lingkungan yang baik, sibukkan dengan amal shaleh dan hindari ketersendirian. Karena, ketika sendiri, setan akan lebih mudah menggoda.
Enam, anda tidak sendiri. Seringkali, ujian berat terasa begitu menyesakkan. Dalam tahap ini, ketika salah menyikapi, mungkin saja seseorang akan menyalahkan Allah. Bahwa Dia tidak adil, dholim dan sejenisnya. Padahal Allah sangat tidak mungkin memiliki sifat itu semua.
Hal ini pula yang pernah terjadi di zaman Rasulullah. Ketika banyak orang beriman Makkah yang disiksa oleh kafir quraisy. Para sahabat datang kepada Rasul dan berkata, “Dimanakah pertolongan Allah?” Lalu dengan air muka sumringah yang meneduhkan, manusia mulia itu berkata, penuh makna, “Apa yang kita alami tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan umat terdahulu. Ada diantara mereka yang dikubur hidup-hidup, disiksa dengan ditusuk dari duburnya, disisir menggunakan besi dan dikuliti layaknya hewan sembelihan.”
Menyeksami riwayat ini, pantaskan kita mengatakan, “Alllah dimana?” Padahal kita hanya diuji dengan urusan dunia yang tak seberapa jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat.
Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (al-Baqarah [2]: 250)[]
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com