Sejarah sahabat adalah kisah terbaik yang belum pernah tertandingi oleh generasi setelahnya. Kedalaman keyakinan akan Allah, kejernihan f...
Sejarah sahabat adalah kisah terbaik yang belum pernah tertandingi oleh generasi setelahnya. Kedalaman keyakinan akan Allah, kejernihan fikiran dan semangat untuk beramal senantiasa menjadi pelajaran sangat berharga bagi siapa saja yang mau meneladaninya.
Uniknya, keteladanan ini terdapat dalam semua aspek kehidupan. Mulai dari akidah, fikih, hukum, kehidupan, pernikahn dan banyak hal lagi termasuk ekonomi, bisnis, sosial-kemasyarakatan, dan juga budaya.
Salah satu yang paling monmental, adalah kisah pernikahan antara ‘Ali bin Thalib dan Fathimah binti Rasulullah. Pernikahan luar biasa ini selalu hangat dibincangkan lantaran kedalaman dan kebenaran niat pelakunya.
Sebelumnya, Abu Bakar dan Umar sudah melamar Fathimah. Tapi Rasulullah menolak lamaran keduanya dan kemudian menikahkan anaknya itu dengan sepupu dan sahabat beliau, ‘Ali bin Abi Thalib. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Thabrani dengan sanad terpercaya, Rasul bersabda, “Allah menyuruhku menikahkan Fathimah dengan ‘Ali.”
Tentang kisah pernikahan itu, mari kita seksamai ulang. Semoga dengan ini, akan semakin baik pemahaman kita tentang hal ini dan bertambah keberkahan ilmu yang kita dapati. Penting dicatat, ‘Ali menikahi Fathimah dengan mas kawin baju perang. Tapi baju tersebut kemudian dihibahkan lagi kepada ‘Ali oleh Fathimah untuk keperluan sehari-hari mereka.
'Ali berkata, "Aku menikah dengan Fathimah."
Bolehlah saya menyela, "Apa yang dimiliki oleh 'Ali ketika menikahi anak Rasulullah yang mulia itu? Setajir apakah dia?"
Anak Abi Thalib ini melanjutkan, "Kami tidak memiliki alas tidur kecuali selembar kulit domba."
Bolehkan kalau saya menyela lagi, "Saudaraku, di kontrakan atau di rumah orangtua anda, sudah ada kasur, kan? Minimal tiker ada ya? Lebih baik mana dibanding 'hanya’ selembar kulit domba?"
Lanjut 'Ali, "Malam hari kami pergunakan sebagai alas tidur, dan siang harinya kami jemur.”
Jadi, "Kasur yang dimiliki itu, bisa dibuat tidur di malam harinya dan siangnya dijemur. Biar anget."
'Ali melanjutkan, "Kami tidak memiliki pembantu, pekerjaan rumah tangga ditangani oleh Fathimah."
Jadi, untuk menikah memang tidak ada aturan harus kaya dulu, tajir dulu, mapan dulu, dan seterusnya.
Apa modal yang diberikan oleh Rasulullah (Sang Mertua)?
Kata 'Ali, "Ketika Fathimah pindah ke rumahku, Rasulullah membawakan: selimut, bantal kulit berisi serabut kurma, dua gilingan tepung, satu gelas dan kantong susu."
Bolehlah kalau ada sahabat yang mau mengkonversikan 'warisan' Rasul kepada mantunya itu ke dalam rupiah. Silahkan. Berapa nilainya?
Lantas, bagaimana keseharian Fathimah?
Berikut penuturan 'Ali, "Saking seringnya menggiling tepung, sampai berbekas pada tangan Fathimah. Saking seringnya memanggul air, sampai berbekas di punggungnya. Saking seringnya membersihkan rumah, pakaiannya penuh debu. Saking seringnya menyalakan tungku, sampai pakaiannya penuh arang."
Sebagai penutup cerita, ini sama sekali bukan ajakan untuk bermiskin ria. Karena dari keluarga ‘Ali dan Fathimah itu, terlahir putra-putri terbaik sebagai generasi terbaik umat ini.
Ini adalah bukti nyata. Sebuah cerita yang tak ada dusta di dalamnya. Demikianlah keadaan 'Ali dan Fathimah. Lantas, adakah pemuda-pemudi yang (maaf) bermimpi seperti mereka tapi enggan menilik lebih jauh kepada kehidupan sesungguhnya dan kemudian mencontohnya? []
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com