Kita hidup di zaman akhir. Zaman ketika nilai-nilai spiritual Islam sudah tergadaikan dengan kepentingan duniawi. Lihat saja sajian yang ...
Kita hidup di zaman akhir. Zaman ketika nilai-nilai spiritual Islam sudah tergadaikan dengan kepentingan duniawi. Lihat saja sajian yang setiap hari ditayangkan oleh televisi kita. Isinya tidak jauh dari materi. Mulai sinetron tak bermutu, acara musik yang melenakkan jiwa, lawakan dengan bintang yang menjajakan aurat, hingga talk show sia-sia yang kebanyakannya ghibah. Hal ini terjadi lantaran jauhnya umat Islam dari pedoman hidupnya. Sehingga arah hidup tidak jelas dan cenderung mengikuti nafsu. Na’udzubillahi min Dzalik.
Di dalam surah an-Nazi’at [79] ayat 37-39, Allah sudah mengingatkan, “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” Ayat ini –dan ayat-ayat lain yang semakna- seringkali dilupakan sehingga sebagian umat banyak melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat. Mereka berdalih untuk hiburan. Padahal sejatinya, yang dilakukan adalah menuruti nafsu. Sehingga hiburan yang seharusnya memberi manfaat, hanya akan menjadikan pelakunya diganjar siksa oleh Allah Subhanau wa Ta’laa.
Kita prihatin menyaksikan generasi gaul abad ini. Mereka hanya berpijak pada keinginan dan penilaian duniawi. Mereka mengira bahwa dunia adalah tempat untuk bersenang diri. Mereka menyangka, bahwa setelah dunia ini tidak ada kehidupan lagi. Sehingga mereka bersenang-senang, tanpa memikirkan kesudahannya.
Jangan heran jika kemudian mendapati anak muda yang ‘gitaran’ di pinggir jalan ketika Maghrib berkumandang. Atau sebagian ibu-ibu yang asik dengan sinetron manakala Isya’ memanggil. Belum lagi sebagian kita yang asyik dengan bantal dan kasur tatkala Subuh membangunkan.
Hal itu terjadi lantaran jauhnya umat dari al-Qur’an. Mereka salah dalam memaknai kehidupan. Gaul, selalu diidentikkan dengan duniawi. Padahal sejatinya, gaul harus disematkan kepada mereka yang berjuang untuk kemuliaan Islam : gaul tapi syar’i.
Maka, masyarakat yang sibuk dengan dakwah, adalah masyarakat gaul. Meski handphone mereka jadul dan apa adanya, pakaian mereka tak sekeren mereka yang berpenampilan artis. Begitupun denga para pejuang dakwah yang selalu nampak bersahaja. Berpakaian kesederhanaan namun memancarkan kesejukan bagi siapa saja yang memandangnya.
Ketika berharta pun, hartanya dipotimalkan untuk dakwah. Suka berinfaq, menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Mereka sadar, bahwa harta yang baik adalah harta yang berada di tangan orang baik sehingga diamalkan untuk kebaikan. Generasi inilah yang mestinya kita ganjar dengan predikat gaul. Gaul yang syar’i, gaul yang Islami, gaul yang mengantarkan diri menuju Ridha Ilahi.
Maka, mereka yang tak mengenal dan enggan berakrab diri dengan al-Qur’an, sama sekali bukanlah pribadi yang gaul. Jika di zaman yang serba mudah ini, mereka masih tak mengenal al-Qur’an, apa kata dunia?
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com