Pernahkah kita berpikir tentang jawaban dari pertanyaan ini: Mengapa kita harus menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup? Bukankah oran...
Pernahkah kita berpikir tentang jawaban dari pertanyaan ini: Mengapa kita harus menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup? Bukankah orang-orang yang beragama selain Islam bisa tetap hidup meski tanpa al-Qur’an? Bukankah kehidupan mereka justru lebih sukses (dunianya) dari kehidupan sebagian kecil umat Islam saat ini?
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, Rasusullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang tidak ada dalam dirinya sesuatupun dari al-Qur’an laksana sebuah rumah yang runtuh." (Riwayat Tirmizi. Hadits hasan sahih).
Mari bercermin pada nurani yang paling dalam. Tentang eksistensi kita yang sebenarnya. Hal ini memberikan kepada kita sebuah rambu-rambu Robbani tentang kehidupan yang tengah kita jalani. Bahwa hidup atau tidaknya kita, sejatinya bukan hanya lantaran fisik. Hidup atau tidaknya kita sangat tergantung dengan interaksi kita kepada al-Qur’an. Hadits di atas menegaskan, bahwa mereka yang tidak terdapat al-Qur’an dalam dirinya, sama saja dengan rumah yang runtuh alias mati.
Adakah al-Qur’an dalam diri kita? Ataukah kita termasuk “mati” karena tidak adanya al-Qur’an dalam jiwa kita? Jikapun ada, apakah keberadaan al-Qur’an mampu menjadikan kita generasi yang berpijak hanya berdasarkan hokum-huku di dalamnya? Apakah al-Qur’an hanya perlu disimpan rapi-rapi dalam jiwa untuk dinikmati sendiri?
Sudahkah stock al-Qur’an yang ada dalam jiwa benar-benar membuat hidup kita serasa lebih hidup? Ataukah kita termasuk golongan yang berbangga karena asumsi yang salah? Berasumsi bahwa sudah mempunyai banyak stock al-Qur’an dalam jiwa sementara diri tak kunjung memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan umat?
Al-Qur’an merupakan pedoman yang tidak ada kebengkokan di dalamnya. Surah al-Kahfi [18] ayat 1 menyebutkan, “Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.” Ayat ini adalah jaminan dari Allah bahwa siapa saja yang berpedoman dengan benar kepada al-Qur’an, maka hidupnya tidak akan pernah bengkok.
Hidupnya akan senantiasa lurus, selurus bimbingan Allah kepada mereka yang beriman. Inilah mengapa Allah menyuruh kita untuk berdoa sebagaimana disebutkan dalam surah al-Fatihah [1] ayat 6, “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Jalan lurus inilah yang akan mengantarkan kita menuju surga dan ampunan Allah.
Mereka yang tidak mempunyai al-Qur’an dalam dirinya akan hidup seperti hewan, bahkan lebih sesat lagi. Apalagi jika al-Qur’an sebatas penghias bibir.
Sebut saja kambing. Kambing memang tak berbaju. Ia telanjang. Bulat. Namun, pernahkah kita mendengar atau melihat ada kambing yang (maaf) main film porno? Tidak pernah, kan? Bandingkan dengan manusia yang tidak mempunyai al-Qur’an di dalam dirinya. Mereka dengan tidak merasa jijik dan canggung membuat bahkan menyebarkan film-film durjana itu ke hadapan publik melalui video dengan harga semangkuk mie ayam, atau melalui situs tidak jelas yang mudah diakses. Belum lagi lewat gambar yang bertebaran di majalah-majalah durjana mereka. Inilah mengapa, Allah menyebut mereka dengan sebutan, “Mereka lebih sesat dari binatang ternak.”
Selain kambing, sebut saja tikus. Serakah ia. Semuanya dimakan. Tapi, apakah pernah mendengar tikus yang memakan milyaran uang rakyatnya? Tidak pernah, kan? Bandingkan dengan mereka yang berdasi namun tak mempunyai al-Qur’an dalam jiwanya. Atau, mereka mempunyai al-Qur’an namun tidak pernah menjalankan ajarannya.
Mereka berdasi dan berpakain parlente. Gajian besar, ruangan kerja nyaman dan aneka fasilitas fisik menyenangkan lainnya. Apa yang mereka lakukan? Uang rakyat disambar. ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Ada juga yang nilainya sampai triliunan. Bahkan mereka mengorupsi uang yang sedianya untuk korban bencana alam.
Ini hanya sebagian kecil dari dampak tidak adanya al-Qur’an dalam kehidupan seorang. Maka, masihkah kita menganggap sebuah kehidupan jika al-Qur’an tidak lagi ada dalam jiwa-jiwa kita?
“Berbekallah,” kata Allah, “Dan sebaik-baik bekal adalah taqwa.” Taqwa hanya bisa didapatkan dengan mempelajari dan mengamalkan seluruh kandungan al-Qur’an, semaksimal mungkin.
Maka, kita membutuhkan al-Qur’an karena kita hidup. Mengapa al-Qur’an? Karena hidup, maka kita membutuhkan al-Qur’an.[]
Penulis : Pirman
Redaktur Bersamadakwah.com