Petani @flickr Suatu hari, seorang Guru berjalan bersama muridnya pulang dari sekolah. Keduanya melewati jalanan sepi dan perkebunan....
Petani @flickr |
Suatu hari, seorang Guru berjalan bersama muridnya pulang dari sekolah. Keduanya melewati jalanan sepi dan perkebunan. Dalam perjalanan itu, mereka melihat sepsang sepatu lama, sepertinya milik seorang petani miskin yang sedang bekerja di kebun pinggir jalan itu. Karena sudah siang, pasti petani itu juga akan beristirahat.
Tiba-tiba si Murid terpikir untuk mengerjain si Petani, “Pak, gimana kalau kita sembunyikan sepatu itu di balik pohon? Kemudian kita bersembunyi, pasti seru tuh ketika melihat petani itu bingung.”
“Anakku, tidak boleh kita mencari hiburan di atas penderitaan orang lain. Apalagi itu orang miskin dan sedang lelah karena bekerja. Kamu bisa mendapat hiburan lebih besar jika seandainya kamu memasukkan uang ke dalam sepatu petani itu. Kemudian, kita sembunyi di balik pohon untuk melihat bagaimana keterkejutannya melihat ada uang di dalam sepatunya,” Kata sang guru.
Si murid tertarik dengan ide sang guru. Akhirnya dia meletakkan uang di dalam sepatu petani itu. Mereka pun bersembunyi di balik pohon seberang jalan.
Tak lama kemudian petani itu datang. Wajahnya terlihat sangat lelah. Sepertinya sedang menanggung beban sedunia di atas pundaknya. Bajunya yang compang camping juga turut menambah derita. Tapi, dia masih bisa tersenyum. Dia pun memakai sepatu tuanya itu. Tiba-tiba, ia merasa aneh. Ada sesuatu di ujung sepatunya sebelah dalam. Didorong rasa penasaran, dia membuka sepatu dan mengambil benda itu. Ternyata, uang. Dia mengambil sepatu sebelah lagi. Ternyata di dalamnya juga terdapat uang.
Dia melihat ke kiri dan kanan kemudian memperhatikan uang dan sepatunya itu; memastikan kalau dia tidak sedang bermimpi. Dalam pandangannya itu, tak terlihat ada seorang pun. Akhirnya, dia memasukkan uang itu ke dalam sakunya. Lantas, ia menjatuhkan diri seraya berlutut.
Sambil meneteskan air mata dia berkata, “Ya Allah, hanya Engkaulah yang Maha Mengetahui. Hanya Engkaulah yang Tahu jika istriku sedang sakit dan anak-anakku sedang kelaparan. Engkaulah tempat kami bersandar dan berharap. Terimakasih ya Allah atas apa yang Engkau berikan…” Dia terus menangis sambil tak henti memuji Allah Swt. Akhirnya dia bangun dan pulang dengan penuh harapan dan syukur.
Si murid terdiam membisu. Dia tak kuasa menahan air matanya saat melihat kejadian itu. Gurunya pun berkata, “Bukankah kamu lebih senang seperti ini? Daripada ide pertamamu menyembunyikan sepatu?”
“Ya Pak, hari ini aku paham satu hal. Ketika memberi kita akan jauh lebih bahagia daripada saat mengambil.”
Sekarang yang perlu kita tahu adalah: memberi ada beberapa macam. Memaafkan orang lain termasuk memberi, mendoakan orang lain tanpa sepengetahuannya termasuk memberi, mencari alasan untuk selalu bisa berhusnudhan pada siapa pun termasuk memberi, menjaga kehormatan orang lain dengan tidak menyebar aibnya juga termasuk memberi.
Ini beberapa jenis “memberi”. Supaya yang namanya “memberi” tidak dimonopoli oleh orang kaya yang banyak harta saja.
Oleh: Saief Alemdar
Editor: Pirman