ilustrasi @plusgoogle Sheikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah, lahir di Harran, sebuag kota di “pertigaan” perbatasan Suriah, Irak dan Tur...
ilustrasi @plusgoogle |
Sheikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah, lahir di Harran, sebuag kota di “pertigaan” perbatasan Suriah, Irak dan Turki. Sejak kecil, bersama orangtuanya hijrah ke Damaskus. Di kota itulah beliau belajar, tumbuh dewasa dan terkenal. Dipenjara pada tahun 1299 karena berbagai macam tuduhan. Beliau adalah seorang aktifis. Kemudian dibebaskan, dan dijebloskan kembali.
Beliau wafat di dalam penjara Benteng Old Damascus. Ketika jenazah suci itu dibawa ke pemakaman, seluruh masyarakat Damaskus keluar mengiringinya sambil menangis. Beliau meninggal pada tahun 1328, dimakamkan di Damaskus. Jika hari ini mau ziarah, makam beliau terletak di belakang kantor Direktorat Universitas Damaskus, kampus Baramkeh. Beliau dimakamkan bersama muridnya Imam Ibnu Katsir dan satu lagi, kurang jelas siapa namanya.
Makam Imam Ibnu Taimiyah di Damaskus |
Semasa hidupnya, beliau ikut berperang melawan bangsa Mongol yang menyerang Baghdad dan Damaskus. Beliau memimpin pasukan melawan ekspansi “gila” itu. Beliau benar-benar teladan seorang ulama; tidak hanya di atas mimbar, tapi ketika harus mengangkat senjata, beliau selalu di depan.
Dalam salah satu karyanya, yaitu “Al-Hisbah fil Islam” atau “Wadhifah Hukumah Islamiyyah” beliau mengatakan,
“Allah Swt akan memakmurkan Negara yang adil, meskipun mereka kafir. Allah Swt tidak akan memakmurkan Negara yang zalim, meskipun mereka muslim. Dunia bisa aman selama ada keadilan, meskipun maksiat tetap ada. Tapi tidak akan aman apabila kezaliman merajalela, meskipun di sana ada Islam. Keadilan adalah sentral. Apabila urusan dunia diatur dengan keadilan, maka dia akan baik, meskipun yang mengaturnya tidak percaya pada akhirat. Dan dia tidak akan baik, apabila yang mengaturnya orang beriman tetapi zalim”.
Adil bukan menyamakan hak dan kewajiban semua orang. Adil adalah memberikan kepada yang berhak sesuai porsinya dan menjaga keseimbangan hidup.
Adil yang dimaksud Sang Imam bukan hanya keadilan yang selalu kita tuntut pada Pemerintah, tetapi keadilan yang menyeluruh.
Kita hanya mengumpulkan harta untuk diri sendiri, bodo amat sama orang lain, tidak pernah memberi sedekah apalagi membayar zakat; itu artinya kita tidak adil pada diri sendiri. Karena, jika kita adil, maka kita akan menjaga keseimbangan dalam hidup, keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Mulailah adil pada diri sendiri dengan menjaga keseimbangan hidup. Kemudian adillah dalam keluarga, adillah di tempat kita bekerja, adillah di masyarakat dan seterusnya. Karena keadilan akan menurunkan rahmat-Nya. [Saief Alemdar-Damaskus]