ilustrasi @madeandidotcom Suatu ketika di tahun 1984, seorang dosen memerintahkan mahasiswanya untuk membuat penelitian di sebuah dae...
ilustrasi @madeandidotcom |
Suatu ketika di tahun 1984, seorang dosen memerintahkan mahasiswanya untuk membuat penelitian di sebuah daerah miskin. Tema penelitiannya tentang masa depan 200 orang anak di daerah yang masuk kategori miskin.
Hampir semua hasil penelitian mahasiswa itu selama 1 bulan, “That seems to be no hope”, kata mereka. Tak ada harapan anak-anak itu menjadi orang yang sukses dan berguna serta bisa membangun daerah mereka.
Pada tahun 2009, seorang dosen di universitas yang sama membaca penelitian itu. Iseng-iseng, dia ingin mengetahui berapa persen kebenaran penelitian mahasiswa-mahasiswa tahun 1984. Dia pun mengirim mahasiswanya untuk menemui nama-nama 200 orang yang tersebut dalam penelitian itu.
Sampai di daerah itu, yang dulunya miskin sekarang sudah berubah. Mereka berhasil menghubungi 180 nama dari 200 orang. Dan 176 dari mereka, semuanya sukses dan hidup berkecukupan. Ada yang menjadi dokter, guru, pengacara, dan pengusaha.
Ketika ditanyakan, apa yang memotivasi mereka menjadi seperti sekarang ini, padahal zaman itu kehidupan mereka sangat sulit dan amat menyedihkan? Yang mengejutkan,hampir semua mengatakan bahwa ada seorang guru luar biasa yang pernah mengajari mereka di sekolah.
Para mahasiswa yang meneliti itu semakin penasaran dengan guru luar biasa tersebut. Akhirnya, mereka mencari sang guru. Ternyata alamat guru itu masih seperti yang diberikan oleh murid-muridnya yang sudah sukses itu. Hanya saja, guru itu tidak seperti yang diceritakan oleh murid-muridnya. Ia sudah tua dan berkacamata, hanya duduk di kursi goyang depan rumahnya sambil membaca dan menunggu Malaikat menjemputnnya.
Ketika mereka menanyakan, apa rahasia yang dia berikan kepada murid-muridnya, guru tua itu menjawab, “Sederhana saja, aku mencintai mereka. Aku mencintai murid-muridku.”
Kamu tahu apa arti “mencintai muridku”? Maknanya, mengajarkan mereka dengan ikhlas dan penuh kasih sayang. Kemudian ketika guru itu sampai di rumah, murid-muridnya tidak pernah absen dari doanya. Kurikulum yang baik itu penting, tapi jiwa guru yang mengajarkan kurikulum itu lebih penting.
Semoga Allah Swt merahmati guru-guru kita semua, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. [Saief Alemdar - Damaskus]