Kehamilan yang didamba oleh banyak pasangan suami istri terkadang membawa dilema. Bukan, bukan karena keberadaan janin yang tak dikehen...
Kehamilan yang didamba oleh banyak pasangan suami istri terkadang membawa dilema. Bukan, bukan karena keberadaan janin yang tak dikehendaki. Tetapi lebih pada fakta bahwa terkadang, cinta harus memilih antara dua hal yang sama pentingnya dalam hidup.
Tatkala dalam memilih ini disertakan cinta nan tulus, maka hasilnya pasti kebaikan yang menginspirasi banyak pihak. Meskipun, perjalanan yang menyertainya terasa amat berat nan menyayat hati. Satu kata yang pasti terucap di akhir cerita: Menakjubkan!
Kabar kehamilan sang ibu mengundang sumringah di keluarga yang sudah matang itu. Bagi pasangan suami istri ini, kehadiran anak adalah karunia perlambang cinta. kabar itu pun menyebar ke semua keluarga kedua pasangan. Harapannya, ada doa yang dilantunkan agar proses hamil dimudahkan hingga kelahirannya kelak.
Sayangnya, Allah Swt pasti memiliki cara untuk menguji hamba-Nya. Dua pekan setelah dinyatakan positif hamil, ibu baik hati itu divonis sakit parah. Berhari-hari dilakukan pemeriksaan intensif, didapatilah kesimpulan bahwa penyakitnya makin parah dan sang janin harus digugurkan.
Musyawarah keluarga pun dilakukan hingga didapatilah kesimpulan: semuanya sepakat untuk melakukan pengguguran janin. Demi mendengar kabar itu, sang ibu berujar penuh semangat. Menolak. Katanya, “Aku rela mati demi lahirnya anakku.” Hendak meyakinkan keluarga dan dokter, ia melanjutkan, “Bukankah ketika mati dalam keadaan mengandung atau melahirkan seorang ibu diberi pahala syahid?” Demi mendengar tanya retoris itu, semua yang ada di ruangan menunduk. Yang disampaikan ibu itu benar adanya.
Selepasnya, keluarga itu terus melakukan pengobatan intensif demi mengupayakan kesembuhan sang ibu dan kesehatan janinnya. Namun, usaha tak selalu dibalas seketika. Dia selalu memiliki cara untuk memberi pelajaran dan hikmah kepada hamba-hamba-Nya.
Kejadian lebih parah justru datang saat usia kandungan memasuki bulan ketiga. Sang ibu semakin parah kondisi fisiknya. Staminanya menurun. Dokter menyatakan bahwa dirinya kritis. Solusinya, kandungan yang belum memasuki empat bulan itu harus digugurkan. Setelah kembali meminta persetujuan keluarga, sang suami hendak menandatangani berita upacara operasi pengangkatan janin.
Namun, saat mendatangi istrinya sebelum operasi, sang istri berkata mengharukan, “Ia berhak untuk hidup,” katanya. Lanjutnya, “Biarkan saya yang mati untuknya,” wanita itu berujar mantap. Sang suami diam, tak bisa berkata apa apa. Dalam kecamuk pikirannya yang tak menantu, istrinya melanjutkan, “Mas,” katanya, “anggap saja ini permintaan terakhir saya.” Air mata pun mengalir dari kedua insan itu. Lajut sang istri, “Biarkan saya meninggal dengan tenang, asal ia terlahir dengan selamat ke dunia ini.”
Sekeras apa pun batu, akan luluh dengan tetesan-tetesan air berulang kali. Demikian pula hati sang suami. Ia kembali mengalah. Padahal, tekadnya sudah bulat. Apalagi, rumah dan mobil yang mereka upayakan bertahun-tahun pun sudah habis terjual demi pengobatan sang istri.
Memasuki bulan keenam, sakitnya makin parah. Koma. Sudah tak ada solusi lain. Keluarga dan dokter berpikir bahwa inilah saatnya untuk menyelamatkan sang ibu dengan mengangkat janinnya. Sayangnya, seperti keajaiban, ketika sudah disepakati untuk melakukan operasi pengangkatan janin untuk kesekian kalinya, ibu yang koma berhari-hari itu mengigau. Katanya dalam keadaan tak sadar, “Jangan, jangan gugurkan bayi saya.” Ketika semua yang hadir mendengar igauan itu, ibu nan mulia hatinya melanjutkan, “Ia akan hidup, begitu juga saya.”
Rencana matang untuk melakukan operasi pun diurungkan. Semuanya tidak tega. Pihak keluarga pun mengurungkan niatnya. Mereka hanya bisa berdoa, memohon kepada Allah Swt agar diberi keselamatan dan kemudahan.
Berbulan-bulan koma, sang janin masih mendapat asupan makanan secara medis. Begitupun sang ibu. Hingga akhirnya, masa berbuka dari puasa ujian hidup itu tiba. Tepat di bulan ke sembilan, bayi itu lahir dengan normal, tanpa cacat dan tanpa operasi caesar. Haru dan tangis dari keluarga pun mengiringi proses melahirkan sang ibu. Sebuah karunia keajaiban yang amat mahal harganya.
Sebagaimana dikisahkan oleh sang ibu inspiratif ini, ia berujar, “Mungkin, ini bayi termahal yang pernah dilahirkan,” ujarnya haru. Lanjutnya, “Terimakasih,Tuhan,” kisahnya sembari menerawang, “Saya tak pernah membayangkan bisa melewati semua ini.”
Jangankan sang ibu, barangkali kita yang hanya membaca kisah ini pun, sama tak habis pikirnya. Tapi, Allah Swt selalu memiliki cara untuk menguji hamba-Nya dan Berkehendak untuk melakukan segala sesuatu. [KH]