MUI dianggap kurang nasionali. Anggapan ini terbantah dengan klarifikasi MUI terkait isu makar terhadap negara.
Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin (Republika) |
Isu makar semakin santer setelah Kapolri Jendera Tito Karnavian menyampaikan rilis resmi bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Menurut Kapolri, ada aktor yang menunggangi unjuk rasa pada 25 November 2016 mendatang.
Kapolri juga secara tegas menyatakan melarang Aksi Damai Bela Islam III yang direncanakan dilakukan dalam bentuk istighatsah dan Maulid Akbar di sepanjang jalan Sudirman dan MH Thamrin. Menurut Kapolri, kegiatan tersebut menganggu kenyamanan dan ketertiban serta berpeluang ditunggangi pembuat makar.
Menyikapi isu makar ini, Majlis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara. Pasalnya, organisasi masyarakat Islam yang merupakan kumpulan ulama ini sering dituduh kurang nasionalis.
"Kami akan menentang, menolak dan tidak menolerir pergantian kekuasaan yang tidak konstitusional," tutur Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin di acara Rakernas II MUI periode 2015-2020, Jakarta, Rabu (23/11), sebagaimana diberitakan Republika.
MUI juga menegaskan pentingnya prosedural terkait regulasi dalam pemerintahan. Perebutan kekuasan bukanlah solusi. Justru menimbulkan ketidakstabilan dan kekacauan dalam sebuah negara.
Kiyai Ma'ruf juga menampik tuduhan kurang nasionalis yang selama ini dialamatkan kepada MUI. Menurutnya, MUI merupakan salah satu pilar penyangga kuat dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bahwa NKRI adalah final dan kemajemukan adalah keniscayaan yang harus kita pertahankan," ujarnya.
MUI juga menegaskan sikapnya sebagai penampung aspirasi umat dan sinergisitasnya dalam beragama, berbangsa, dan bernegara. [Om Pir/Tarbawia]