Beginilah cara kerja 'mereka' yang sengaja menulis cerita hoax hingga memakan korban dari netizen Muslim dan media Islam dalam kasus viralnya sosok di balik suksesnya sound aksi 212.
Berhati-hatilah, wahai kaum Muslimin.
Oleh: Pirman Bahagia
*Pimred Tarbawia.com
Insan media Islam dan netizen kaum Muslimin kembali mendapatkan pelajaran sangat berharga. Budaya mudah kagum dan minim check and recheck masih begitu kentara. Akibatnya, benar atau salah menjadi hal kedua, yang penting sesuai dengan kepentingan dan bernilai bagus dalam pandangannya.
Bermula dari dipostingnya sebuah unggahan bergambar seorang laki-laki tengah menyuapi makanan ibunya yang sedang sakit, hoax itu menjadi viral karena amat 'baper' dalam menyajikan kisah. Insan media yang minim klarifikasi pun langsung memuat, netizen yang terlanjur percaya segera menyukai, kemudian membagikan.
Umpan yang dipasang itu dilahap dengan sangat sempurna. Puja puji langsung meluncur deras hanya berdasarkan postingan yang hingga kini tidak diketahui siapa penulis pertamanya.
Tarbawia terhenyak saat mendapatkan kiriman tautan dari laki-laki yang merupakan tim relawan sound GNPF MUI dalam aksi 212 lalu di Monas Jakarta. Ia yang enggan disebut namanya menulis, "Ini fenomena telor mata sapi. Yang bertelor ayam, tapi sapi yang terkenal."
Laki-laki yang merupakan ayah dari artis terkenal itu menjadi semakin moncer karena dipromosikan secara gratis. Namanya melambung tinggi dengan puja-puji yang tak jelas penisbatannya.
Klarifikasi Relawan Sound GNPF MUI
Relawan sound GNPF MUI mengambil ibrah berharga dari sosok shalih Uwais Al-Qarni. Ialah laki-laki shalih yang tidak dikenal di bumi, tapi masyhur di langit. Doanya dikabulkan meski dipandang remeh karena penampilannya yang pas-pasan.
Mereka berasal dari para profesional, teknisi ahli, berpengalaman, dan ikhlas. Mereka sengaja datang dari berbagai penjuru Nusantara sebab merasa terpanggil untuk berkontribusi demi Islam dan Negara. Bahkan ada yang sengaja pulang dari Yaman dan Malaysia demi mendedikasikan ilmu yang dimilikinya.
Lantas, mengapa mereka menyampaikan ini kepada Tarbawia?
Sebab, kebohongan kudu dilawan. Kebenaran akan mendapat tempat. Kebenaran akan sennatiasa menang, kapan pun masa dan momentumnya.
Ibrah
Ke depan, kenalilah media yang Anda rujuk. Jika ada yang keliru, segera hubungi dan ingatkan. Bersikaplah kritis agar kaum Muslimin tidak lagi menjadi bulan-bulanan fitnah. Bersikplah dewasa dalam bermedia. Sebab sekali klik, sehuruf komentar, atau sekali suka, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Bagi insan media, sederhana saja prinsipnya. Gunakan jalur periwayatan hadits. Sanad. Dari siapa dapatkan berita. Konfirmasikan ke pihak terkait sebelum memutuskan untuk memuat. Sungguh, jika kita keliru sekali, maka itu menjadi jalan bagi kekeliruan kedua dan akan mencederai kepercayaan para pembaca.
Sungguh, atas kekeliruan share para pembaca yang tidak tahu, kita akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Dan sudah seharusnya, netizen serta insan media Islam kudu senantiasa bersinergi. Tanpa netizen Muslim, apalah artinya media Islam? Siapa yang akan membaca, menyukai, dan membagikan kepada yang lain?
Dan tanpa media Islam, apa yang bisa dilakukan oleh seorang netizen untuk memasifkan sebuah kebenaran atau pemikiran islami?
Kaum Muslimin bersatu, tidak bisa dikalahkan! Netizen Muslim dan insan media Islam bersatu, mustahil ditumbangkan. Allahu Akbar! [Tarbawia/Om Pir]