Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali membuat gebrakan. Sosok nyentrik ini melontarkan komentar pedas dan tegas soal banjir Jakarta. Blak-blakan, Menteri Susi menyampaikan hal-hal tersembunyi di balik banjir yang seperti langganan ini.
Namun, Menteri Susi menegaskan, komentar ini atas nama pribadi, bukan atas nama jabatan yang ia emban
FPI bantu korban banjir Jakarta (portal islam-ilustrasi) |
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali membuat gebrakan. Sosok nyentrik ini melontarkan komentar pedas dan tegas soal banjir Jakarta. Blak-blakan, Menteri Susi menyampaikan hal-hal tersembunyi di balik banjir yang seperti langganan ini.
Namun, Menteri Susi menegaskan, komentar ini atas nama pribadi, bukan atas nama jabatan yang ia emban.
Banjir Jakarta adalah Program
Menteri Susi menyampaikan tidak aneh dengan banjir yang merendam hampir seluruh wilayah di Ibu Kota Jakarta. Wanita asal Pangandaran ini bahkan menyampaikan, banjir merupakan bagian dari program oleh pihak tertentu di Jakarta.
"Jakarta banjir ya tidak aneh. Wong the way it's designed and constructed right now, it's a flood in program," ujarnya di Gedung KPK sebagaimana dilansir Detik.
Sungai Lurus dan Beton
Susi kemudian membedah secara teknis. Menurutnya, sungai yang dibuat lurus dan diberi tanggul berbeton di Jakarta menjadi salah satu sebab utama banjir. Sungai yang lurus membuat aliran air kian deras. Sedangkan beton membuat air tidak bisa terserap.
"Sungai diluruskan, ditanggul, jadi air tidak ke mana-mana. Kencang dari hulu ke hilir," lanjutnya menambahkan.
Proyek Reklamasi
Menurut Susi, banjir juga terjadi karena adanya proyek reklamasi yang menyebabkan air dari darat saat hujan tidak bisa segera mengalir ke laut karena permukaan air laut tinggi, efek adanya bangunan reklamasi.
"Nah di pinggir di-reklamasi. Jadi air dipercepat turun ke bawah, pantainya dijauhin. It's flood in project. Bukan membendung, mempercepat air hulu, lalu memperlambat air keluar dari daratan Jakarta," tegasnya.
Meski komentar Menteri Susi ini disampaikan pada 4 Oktober 2016, sepertinya masih relevan dengan kondisi saat ini. [Om Pir/Tarbawia]