Sufi Maulana Jalaluddin Rumi membeberkan ciri ulama yang menjauhi penguasa dan karomah yang berhak mereka dapatkan.
Simak penjelasan mencerahkannya ini.
Di dalam Fiihi Ma Fiihi, Maulana Jalaluddin Rumi menulis banyak butiran mutiara hasil penafsirannya atas ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Rumi, begitu sapaan akrabnya, dengan terang dan santun menjelaskan berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat masa itu dan masa-masa setelahnya hingga masa akhir zaman ini.
Di artikel pertama dalam buku yang merupakan masterpiecenya ini, Rumi mengingatkan dengan tegas mereka yang bergelar ulama sebagai pewaris para Nabi. Rumi membagi ulama menjadi dua, yang didekati penguasa dan yang mendekati penguasa.
Rumi menyebutkan ciri ulama yang menjauhi penguasa dan karomah yang terdapat dalam diri mereka. Karomah inilah yang menjadi salah satu keutamaan dan tidak bisa didapatkan oleh semua yang dijuluki ulama oleh umat manusia.
"Jika seorang ulama menghiasi dirinya dengan ilmu bukan untuk menarik perhatian para penguasa, tetapi dari awal hingga akhir hanya untuk Allah, jika perilakunya sesuai dengan jalan yang benar dan hal itu menjadi karakter dirinya, maka ia tidak akan mampu melakukan sesuatu, selain untuk Allah." terang Rumi.
Ulama seperti ini tak ubahnya ikan yang hanya bisa hidup, tumbuh, dan berkembang kecuali di dalam air.
"Seperti ikan yang tidak akan mampu hidup dan tumbuh selain di air," lanjut Rumi.
Dengan demikian, para ulama ini berhak mendapatkan kehormatan di hadapan manusia lantaran bisa mengontrol dirinya dan kelak mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah.
"Orang 'alim seperti ini benar-benar memiliki akal yang dapat mengontrol dirinya. Orang-orang akan hormat kepadanya dan segan kepadanya. Mereka akan mendapatkan manfaat dari kemilau cahaya dirinya." pungkas Rumi. [Om Pir/Tarbawia]