Sebatang pohon didapati mengeluarkan suara rintihan yang keras hingga terdengar oleh sebagian besar-bahkan seluruh-sahabat Nabi yang berada di dalam masjid. Kejadian heboh ini terbukti valid dan diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, dan Imam Muslim dalam kitab haditsnya masing-masing.
Seperti apakah kejadian detailnya? Mengapa pohon tersebut merintih dengan keras? Kapan terjadinya dan bagaimana tindakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mendiamkan pohon tersebut?
Sebatang pohon didapati mengeluarkan suara rintihan yang keras hingga terdengar oleh sebagian besar-bahkan seluruh-sahabat Nabi yang berada di dalam masjid. Kejadian heboh ini terbukti valid dan diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, dan Imam Muslim dalam kitab haditsnya masing-masing.
Seperti apakah kejadian detailnya? Mengapa pohon tersebut merintih dengan keras? Kapan terjadinya dan bagaimana tindakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mendiamkan pohon tersebut?
Seperti disebutkan dalam Al-Ma’tsurat tulisan Imam Abu Bakar Al-Thurthusy Al-Andalusi yang mengutip riwayat dari Imam Malik, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terbiasa berkhutbah di dekat pohon.
Tatkala jumlah kaum Muslimin bertambah banyak, manusia yang akhlaknya dipuji di langit dan di bumi ini meminta kepada para sahabatnya untuk membuat sebuah mimbar. Setelah mimbar jadi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah di mimbar tersebut.
Di sinilah terjadinya heboh rintihan suara pohon hingga terdengar oleh jamaah di masjid.
“Demi Allah,” tutur Imam Malik meriwayatkan, “kayu itu tiba-tiba merintih dengan keras sampai kami yang berada di dalam Masjid bisa mendengarnya.”
Rintihan tersebut berlanjut sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam turun dari mimbar untuk mendekati, lalu memeluknya. Setelah Nabi melakukan itu, kayu terdiam. Rintihannya tak terdengar lagi.
Berselang detik kemudian, Nabi yang santun dan lembut ini menangis tersedu-sedu. Beliau berwasiat, “Wahai kaum Muslimin, bahkan kayu pun merintih karena merindukan dan mengingat utusan Allah Ta’ala.”
Di akhir sabdanya ini, Nabi yang mulia menyampaikan pertanyaan yang bermakna perenungan bagi umatnya hingga akhir zaman, “Bukankah orang-orang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya jauh lebih berhak berbuat seperti itu?”
Kayu atau pohon itu merintih karena merindukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang biasanya berdiri di dekatnya. Ia juga merintih karena sesal sebab dirinya tak lagi dijadikan sarana oleh Nabi untuk berdiri tatkala berkhutbah yang merupakan satu di antara sekian banyak cara untuk mengajak umat mengingat Allah Ta’ala.
Riwayat yang disepakati keshahihannya oleh para imam hadits ini juga layak kita jadikan renungan. Bahwa benda yang disangka dan disebut mati itu, sejatinya hidup dan kelak menjadi saksi atas kebaikan atau keburukan yang dilakukan oleh umat manusia. [Mbah Pirman/Tarbawia]