Wanita beranak satu itu harus mengakhiri pernikahan pertamanya dengan lelaki yang ia cintai. Kisah cintanya harus berakhir karena bapak-ibu mertua terlalu turut campur dan kurang merestui pernikahan mereka. Satu anak buah cintanya, dididik oleh wanita yang sehari-hari bekerja di rumah dengan membuat kue, aneka jenis makanan ringan, dan jualan online ini.
Sekian lama hidup tanpa suami, datanglah seorang laki-laki dengan selisih usia lumayan jauh. Si laki-laki mengaku sudah menikah dan memiliki beberapa anak. Jika dilihat sekilas
Akibat Nikah Sirri (ilustrasi) |
Perempuan beranak satu ini tak kuasa menahan pedih di hatinya. Pikirannya turut kacau, fisiknya ikut merasakan sakit. Masalah kehidupannya kian berat seiring berjalannya waktu.
“Saya menerima pinangannya karena ingin mendapatkan ridha Allah dan hidup bahagia sebagai suami-istri.” kisahnya, lirih.
Wanita beranak satu itu harus mengakhiri pernikahan pertamanya dengan lelaki yang ia cintai. Kisah cintanya harus berakhir karena bapak-ibu mertua terlalu turut campur dan kurang merestui pernikahan mereka. Satu anak buah cintanya, dididik oleh wanita yang sehari-hari bekerja di rumah dengan membuat kue, aneka jenis makanan ringan, dan jualan online ini.
Sekian lama hidup tanpa suami, datanglah seorang laki-laki dengan selisih usia lumayan jauh. Si laki-laki mengaku sudah menikah dan memiliki beberapa anak. Jika dilihat sekilas, selisih usia keduanya tak ubahnya anak perempuan dengan bapaknya.
Si wanita berpikir sederhana. Jika memang dia datang, bukankah niatnya tulus? Jika tulus, bukankah seharusnya diterima? Bukankah penerimaan dengan berbaik sangka bisa menjadi pemicu lahirnya kebaikan-kebaikan lain di kemudian hari?
“Dia datang dengan temannya. Pagi hari. Dia menyampaikan niat untuk menikahi saya. Saya terima setelah berpikir beberapa waktu.” lanjutnya, menerawang.
Pernikahan sederhana dilangsungkan. Sah secara agama. Semua syarat dan rukun nikah terpenuhi. Hanya, tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Iya, keduanya melangsungkan pernikahan secara sirri (rahasia/sembunyi-sembunyi).
“Beberapa saat setelah menikah, suami langsung pergi. Dia baru kembali satu atau dua hari berikutnya.” katanya melanjutkan.
Waktu berjalan. Apa yang tertutup, akhirnya terbuka perlahan-lahan hingga benderang seluruhnya.
Si laki-laki ketahuan menikah lagi oleh istri pertama dan anak-anaknya. Keberadaan istri kedua diketahui oleh keluarga besar si laki-laki. Lalu istri kedua, si perempuan muda baik-baik dengan satu anak ini, harus menanggung akibat pernikahan sirrinya.
“Saya diteror. Awalnya melalui pesan singkat dan telepon. Bahasanya kasar. Saya diperlakukan seperti binatang.” keluhnya, merana.
Lantaran pernikahannya dilangsungkan secara sirri alias tidak tercatat di KUA, si wanita bingung. Ia ingin menggugat cerai karena terzalimi dan memang sudah lama tidak mendapatkan haknya sebagai istri padahal ia melakukan kewajibannya dengan baik, tetapi tidak tahu bagaimana caranya.
Apalagi suaminya enggan menceraikan istri keduanya, meski mengetahui kezaliman yang dilakukan oleh istri pertama dan anak-anaknya. Mirisnya, ia juga tak kuasa menahan atau mencegah agar keluarga istri pertamanya berhenti dari melakukan kezaliman.
Nikah sirri memang sah jika syarat dan rukunyya terpenuhi. Tapi ilegal dari segi hukum Negara. Terbukti, nikah sirri kerap dijadikan senjata bagi sebagian laki-laki untuk berbuat zalim. Dan mereka yang menjadi korban ialah para wanita dan anak-anak. [Mbah Pirman/Tarbawia]