Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait adanya instansi yang memesan 5000 pucuk senjata secara ilegal dan mencatut nama Presiden Joko Widodo mengundang reaksi keras dari beberapa pihak. Seorang pengamat militer dari Universitas Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie, misalnya, menyatakan bahwa pernyataan tersebut merupakan salah satu manuver politik Panglima TNI.
Berikut bantahan telak Panglima TNI atas isu tersebut.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bersama KH Muhammad Arifin Ilham (ilustrasi) |
Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait adanya instansi yang memesan 5000 pucuk senjata secara ilegal dan mencatut nama Presiden Joko Widodo mengundang reaksi keras dari beberapa pihak. Seorang pengamat militer dari Universitas Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie, misalnya, menyatakan bahwa pernyataan tersebut merupakan salah satu manuver politik Panglima TNI.
"Mau jadi Presiden, silakan, karena itu hak warga negara. Tapi lepas dulu atribut politik," ujar Connie seperti diberitakan Tempo cetak, Selasa (26/9/17).
Connie menyebutkan manuver-manuver politik yang dilakukan Panglima TNI, seperti safari kampus dan bertemu dengan para ulama. Menurutnya, kegiatan tersebut jauh dari tugas sebagai seorang Panglima TNI.
Pernyataan Connie ini, sebenarnya sudah dibantah sejak lama oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini dengan telak menyatakan bahwa dirinya berada di bawah komando Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
"Saya sekarang ini Panglima TNI. Tak etis bermimpi sebagai Presiden. Pimpinan saya saat ini (adalah) Presiden dan Wakil Presiden." kata Gatot pada Juli 2017 lalu, seperti diberitakan Koran Tempo, Selasa (26/9/17).
Jenderal Gatot Nurmantyo yang menjabat Panglima TNI sejak 8 Juli 2015 memang dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyat dan ulama. Pernyataan-pernyataan tegas Panglima TNI di berbagai forum kerap membuat musuh-musuh NKRI meradang.
Kalangan liberal dan komunis berhasil dipancing dengan strategi yang dilakukan Panglima. Terbaru, banyak pro-PKI yang lantang bersuara ketika Panglima TNI memberikan instruksi agar masyarakat menonton film pengkhianatan PKI kepada NKRI dalam gerakan 30 September 1965 atau dikenal dengan G30-S PKI. [Mbah Pirman/Tarbawia]