Dalam perih yang mengiris sendi, karena lama terpapar angin malam menjelang pagi, nyaris setiap hari; Benar apa yang di katakan Ust. Rah...
Dalam perih yang mengiris sendi, karena lama terpapar angin malam menjelang pagi, nyaris setiap hari; Benar apa yang di katakan Ust. Rahmat Abdullah, “maka jika dakwah adalah cinta, maka ia akan menyedot energi mu, hingga saripatimu. Tubuh yang ringkih dipaksa berlari”
Dalam pikiran yang menyesakkan kepala, karena lama ia terus digunakan 24 jam, karena umat yang ia cintai; Benar apa yang dikatakan Asy-Syahid Hasan Al-Banna “seandainya saja tubuh ini seluruhnya otak, agar kapasitas yang dibutuhkan untuk memperbaiki umat bisa maksimal”
Dalam kesegeraan yang melelahkan, karena tubuh dan pikiran ini di dorong untuk terus hidup; Maka benar apa yang dikatakan Ustz. Yoyoh Yusroh “amanah ini terlalu besar untuk diselesaikan sendiri, namun jika bukan kita, siapa lagi? Allah bersama orang-orang yang terus berjuang”
Dalam pengorbanan nyaris seluruh harta dan jiwanya, karena kedzholiman terlalu besar, namun ada Allah yang Maha Besar.
Maka benar apa yang dikatakan Asy-Syahid Sayid Quthb “kata-kata itu akan hidup, setelah pengorbanan itu menemui puncaknya, dalam kesyahidan”.
Maka Ust. Rahmat Abdullah menemui takdirnya, "syahid" saat menjelang shalat, setelah rapat panjang untuk membahas umat Muhammad yang dicintainya. Ia yang menapaki pelosok-pelosok negeri, dengan atau tanpa kendaraan, dengan atau tanpa uang, Allah menemuinya dalam kondisi terbaiknya, Allahu Akbar.
Maka Asy-Syahid Hasan Al-Banna menemui kesyahidannya, ditembak seseorang bentukan zionis Israel, menemui Rabb-nya setelah lama setiap rumah sakit yang dijaga antek-antek durjana militer Mesir menolak untuk mengobatinya, pun ia kehabisan darah, tersenyum menghadap Rabb-nya. Allahu Akbar.
Maka Ustz. Yoyoh Yusroh menemui kemenangannya, di usia mudanya, dalam kiprahnya di tingkat nasional dan internasional, bersama 13 anaknya yang terus di kesibukannya mengecek hapalan Al-Qur’an masing-masingnya, "syahid" dalam perjalan selepas silaturahimnya dari wisuda anaknya, kini Allah SWT yang menyilaturahimi-nya.
Maka Asy-Syahid Sayid Quthb menemui prediksinya, syahid di tiang gantungan, rezim milter memang memenjarakannya belasan tahun, namun kata-katanya dari balik penjara meresap hingga puluhan tahun, pun kini ia bebas untuk menemui Rabb-nya dalam kemenangan.
Akankah kisah heriok ini berlanjut?
Masih akhi, masih ada ukhti, kita masih menyaksikan sekarang, Allah azza wa jalla sebagai saksinya.
Dideru terjangan peluru zionis pada ibu-ibu palestina yang mendekap terus berdzikir melindungi anak-anaknya di kemencekaman malam. Kita masih menyaksikan, cincin-cincin manis tercinta lambang sejarah pernikahan seorang ukh, masuk kedalam kantung-kantung sedekah pemenangan, ia tak bisa melindungi ibu-ibu itu, namun cincin emas ini merupakan doa dan simbol, janji itu masih ada, Palestina harus merdeka.
Di detik-detik ledakan bom syahid pemuda palestina. Kita masih menyaksikan, tubuh gemetar seorang al-akh dipaksa berdiri. Kakinya memerih, syaraf-nya kini kembali kambuh, namun ia tak perduli walau sahabat-sahabat lainnya menghalau untuk menyuruhnya pulang, namun ia tetap meninggikan spanduk-spanduk doa itu, ia berkata kita belum apa-apa, saudara-saudari kita lebih menderita, pun ledakan bom itu yang jaraknya ribuan kilometer itu menyatu, dalam doa dalam juang.
Di hadapan moncong senapan zionis pada anak kecil di Gaza. Kita masih menyaksikan, bayi-bayi itu terlelap, malam menjelang pagi, uminya menyusuinya sesekali, setelah itu uminya berbicara mengutarakan pendapatnya, esok paginya uminya ini langsung bergerak, pelayanan kesehatan ia pegang penuh, sesekali ia mengecek bayinya. Suara tembakan itu terdengar di nun kejauhan ribuan kilometer. Umi itu melihat anaknya, semoga ia besar, untuk kemudian menuntaskan angkara murka itu, dan kembali bekerja melayani kesehatan, menyapa rumah-rumah penduduk. Pun bayi dan anak kecil itu, Allah satukan dalam doa-doanya, malaikat-malaikat pun mengaminkan, manusia tanpa dosa tersebut.
Akhi dan ukhti, resap dalam makna-makna itu. Maka kini kita bergerak atau tidak, Allah pemilik langit dan bumi. Dalam kuasa-Nya, kisah-kisah heriok itu akan tetap ada, Surga masih teramat luas, dan Neraka tiada habis-habisnya memasukan kaum-kaum Kafirun dan munafiqun. Dalam getar doa dan perjuangan, kita ucapkan takbir dalam lirih, dalam kesakitan fisik kita. Namun, berbahagialah, dan jadikan jiwa kita sehat. Biarkan takdir itu menemui kita dalam keadaan sebaik-bakinya kita, hingga islam menang, hingga ajal menjelang, hingga Rabbul Izzati menemui kita dalam jiwa-jiwa yang tenang…
Allahuma aamiin… []
Dalam pikiran yang menyesakkan kepala, karena lama ia terus digunakan 24 jam, karena umat yang ia cintai; Benar apa yang dikatakan Asy-Syahid Hasan Al-Banna “seandainya saja tubuh ini seluruhnya otak, agar kapasitas yang dibutuhkan untuk memperbaiki umat bisa maksimal”
Dalam kesegeraan yang melelahkan, karena tubuh dan pikiran ini di dorong untuk terus hidup; Maka benar apa yang dikatakan Ustz. Yoyoh Yusroh “amanah ini terlalu besar untuk diselesaikan sendiri, namun jika bukan kita, siapa lagi? Allah bersama orang-orang yang terus berjuang”
Dalam pengorbanan nyaris seluruh harta dan jiwanya, karena kedzholiman terlalu besar, namun ada Allah yang Maha Besar.
Maka benar apa yang dikatakan Asy-Syahid Sayid Quthb “kata-kata itu akan hidup, setelah pengorbanan itu menemui puncaknya, dalam kesyahidan”.
Maka Ust. Rahmat Abdullah menemui takdirnya, "syahid" saat menjelang shalat, setelah rapat panjang untuk membahas umat Muhammad yang dicintainya. Ia yang menapaki pelosok-pelosok negeri, dengan atau tanpa kendaraan, dengan atau tanpa uang, Allah menemuinya dalam kondisi terbaiknya, Allahu Akbar.
Maka Asy-Syahid Hasan Al-Banna menemui kesyahidannya, ditembak seseorang bentukan zionis Israel, menemui Rabb-nya setelah lama setiap rumah sakit yang dijaga antek-antek durjana militer Mesir menolak untuk mengobatinya, pun ia kehabisan darah, tersenyum menghadap Rabb-nya. Allahu Akbar.
Maka Ustz. Yoyoh Yusroh menemui kemenangannya, di usia mudanya, dalam kiprahnya di tingkat nasional dan internasional, bersama 13 anaknya yang terus di kesibukannya mengecek hapalan Al-Qur’an masing-masingnya, "syahid" dalam perjalan selepas silaturahimnya dari wisuda anaknya, kini Allah SWT yang menyilaturahimi-nya.
Maka Asy-Syahid Sayid Quthb menemui prediksinya, syahid di tiang gantungan, rezim milter memang memenjarakannya belasan tahun, namun kata-katanya dari balik penjara meresap hingga puluhan tahun, pun kini ia bebas untuk menemui Rabb-nya dalam kemenangan.
Akankah kisah heriok ini berlanjut?
Masih akhi, masih ada ukhti, kita masih menyaksikan sekarang, Allah azza wa jalla sebagai saksinya.
Dideru terjangan peluru zionis pada ibu-ibu palestina yang mendekap terus berdzikir melindungi anak-anaknya di kemencekaman malam. Kita masih menyaksikan, cincin-cincin manis tercinta lambang sejarah pernikahan seorang ukh, masuk kedalam kantung-kantung sedekah pemenangan, ia tak bisa melindungi ibu-ibu itu, namun cincin emas ini merupakan doa dan simbol, janji itu masih ada, Palestina harus merdeka.
Di detik-detik ledakan bom syahid pemuda palestina. Kita masih menyaksikan, tubuh gemetar seorang al-akh dipaksa berdiri. Kakinya memerih, syaraf-nya kini kembali kambuh, namun ia tak perduli walau sahabat-sahabat lainnya menghalau untuk menyuruhnya pulang, namun ia tetap meninggikan spanduk-spanduk doa itu, ia berkata kita belum apa-apa, saudara-saudari kita lebih menderita, pun ledakan bom itu yang jaraknya ribuan kilometer itu menyatu, dalam doa dalam juang.
Di hadapan moncong senapan zionis pada anak kecil di Gaza. Kita masih menyaksikan, bayi-bayi itu terlelap, malam menjelang pagi, uminya menyusuinya sesekali, setelah itu uminya berbicara mengutarakan pendapatnya, esok paginya uminya ini langsung bergerak, pelayanan kesehatan ia pegang penuh, sesekali ia mengecek bayinya. Suara tembakan itu terdengar di nun kejauhan ribuan kilometer. Umi itu melihat anaknya, semoga ia besar, untuk kemudian menuntaskan angkara murka itu, dan kembali bekerja melayani kesehatan, menyapa rumah-rumah penduduk. Pun bayi dan anak kecil itu, Allah satukan dalam doa-doanya, malaikat-malaikat pun mengaminkan, manusia tanpa dosa tersebut.
Akhi dan ukhti, resap dalam makna-makna itu. Maka kini kita bergerak atau tidak, Allah pemilik langit dan bumi. Dalam kuasa-Nya, kisah-kisah heriok itu akan tetap ada, Surga masih teramat luas, dan Neraka tiada habis-habisnya memasukan kaum-kaum Kafirun dan munafiqun. Dalam getar doa dan perjuangan, kita ucapkan takbir dalam lirih, dalam kesakitan fisik kita. Namun, berbahagialah, dan jadikan jiwa kita sehat. Biarkan takdir itu menemui kita dalam keadaan sebaik-bakinya kita, hingga islam menang, hingga ajal menjelang, hingga Rabbul Izzati menemui kita dalam jiwa-jiwa yang tenang…
Allahuma aamiin… []
Penulis : Muhamad Ilham
Ketua RMNI (LDK STEI Rawamangun) 2007-2008
Compliance (Pengawas Kepatuhan) di sebuah Bank Syariah